Review 20 Jurnal Film Dan Jurnal

Pesan-Pesan Dakwah Dalam Film 3 Idiots

Abstrak

3 Idiots adalah film India. Film ini diluncurkan tahun 2009 dan sebagai film favorit di Bollywood. 3 Idiots mendapatkan penghargaan film internasional. Film ini mengadopsi novel best seller karya Chetan Bhagat, "Five Point Someone". 3 Idiots berisi kritik sosial tentang sosial dan budaya, seperti tentang nilai sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi tanda dan pesan dari nilai Islam dalam film. Pendekatan kualitatif dengan analisis semiotik Ferdinand De Saussure digunakan dalam penelitian ini. Kedua poin dari semiotik Ferdinand De Saussure adalah; penanda dan petanda, Langue dan Parole, sintagmatik dan asosiatif. Analisis pesan dakwah digunakan untuk mengeksplorasi pesan dakwah dalam film. Film ini terbagi ke dalam lima pesan dakwah; pertama, teologi seperti diwakili bagaimana memotivasi tentang kesadaran kepada Allah. Kedua, tentang pendidikan, sebagai kritik tersebut untuk sistem pendidikan. Thirt, solidaritas. Dalam solidaritas tidak mengeksplorasi bagaimana membantu saudara atau teman-teman. Fourd, harmoni religiusitas. Lima, amar ma'ruf nahi munkar atau termotivasi untuk melakukan nilai possitive dan kemudian menjadi kontra untuk nilai negatif. Pesan itu dibangun sebagai indah. Signifier dan signified atau simbol yang digunakan untuk mewakili makna. The langue dan parole telah dibangun dengan sintagmatik dan asosiasi untuk menyajikan pesan besar, sebagai 'sikap idiot' tersebut. Semua tanda-tanda dibangun secara sistematis dan indah. Jadi, penonton bisa untuk mendapatkan makna.

PENDAHULUAN

Seiring perkembangan teknologi media dan informasi, film ibarat sebagai pisau yang bermata tajam. Di satu sisi, film dapat difungsikan sebagai media negatif seperti media proganda kaum kapitalis, media meraih simpatik dan mempengaruhi publik, dan lain sebagainya. Di satu sisi yang lain, film dapat di fungsikan sebagai media positif, salah satunya adalah dakwah. (Arifin, 2011: 112).

Film sebagai media dakwah, di dalam menyampaian pesannya dapat menyisipkan nilai-nilai keagamaan dengan pendekatan seni budaya, seperti contoh: menampilkan adab berbicara yang sopan kepada setiap orang. Selanjutnya pesan dakwah yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dapat diekspresikan dalam bentuk cerita dan disajikan dalam film. Kemudian film yang berisi pesan dakwah dapat disebut dengan film dakwah. (Arifin, 2011: 106).

Salah satu film yang meraih kesuksesan ialah 3 Idiots yang dirilis pada tahun 2009. Dinobatkan sebagai salah satu film terlaris sepanjang sejarah Bollywood. Film 3 Idiots juga memborong banyak penghargaan film Internasional. Film dengan alur flashback ini menyajikan cerita yang menarik tentang realita dunia pendidikan. Sang sutradara, Rajkumar Hirani berhasil mengemas kritik dan pesan secara apik, cerdas serta tanpa membuat penonton bosan dan merasa digurui.

Dakwah adalah wajib hukumnya bagi setiap muslim, dengan berbagai cara yang telah di syariatkan dan bertujuan untuk mencari keridhaan Allah SWT agar selamat di dunia dan bahagia di akhiratnya. Melalui sarana film, pesan dakwah disisipkan di dalam visualisasi adegan film. Ini bertujuan agar pesan dakwah dapat dengan mudah diterima penontonnya. Oleh karenanya, peneliti ingin mengaji lebih mendalam film 3 Idiots untuk mengetahui pesan dakwah yang terkandung di dalam tanda yang muncul selama film diputar. Kajian atas film ini menggunakan analisis semiotika. Analisis ini digunakan untuk membedah makna pesan di balik tanda yang muncul dalam film 3 Idiots. Focus penelitian ini adalah tanda-tanda apa yang digunakan dalam film 3 Idiots dan apa saja pesan dakwah Islam yang terkandung dibalik tanda yang ada dalam film 3 Idiots?

Teori semiotika yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori semiotika Ferdinand De Saussure, yakni pandangan tentang: (1) Signifier (petanda) dan Signified (penanda); (2) Langue (struktur abstraksi bahasa), Parole (tuturan, ujaran); (3) Syntagmatic (sintagmatik) dan Associative (paradigmatik). (Sobur, 2006: 15) Akhirnya dengan pisau analisis ini akan diketahui pesan dakwah apa yang tersirat dan tersurat dari film tersebut.

Ditinjau dari segi bahasa, dakwah berasal dari bahasa Arab dakwah dan kata da’a, yad’u yang berarti panggilan, ajakan, seruan. Terlepas dari hal itu pemakaian kata “dakwah” dalam masyarakat Islam, terutama di Indonesia, adalah sesuatu yang tidak asing. Arti dari kata “dakwah” yang dimaksudkan adalah “seruan” dan “ajakan”. Kalau kata dakwah diberi arti “seruan”, maka yang dimaksudkan adalah seruan kepada Islam atau seruan Islam. Demikian juga halnya kalau diberi arti “ajakan”, maka yang dimaksud adalah ajakan kepada Islam atau ajakan Islam. (Aziz. 2004: 2-4).

Ada beberapa unsur yang mesti ada dalam dakwah diantaranya pertama, Da’i setiap orang yang hendak menyampaikan, mengajak orang ke jalan Allah. (Saputra, 2011: 23) kedua, Materi (maddah) yaitu, isi pesan atau materi yang disampaikan oleh da’i kepada mad’u. Pada dasarnya materi dakwah bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai sumber utama yang meliputi aqidah (kepercayaan), syariah (hukum), dan akhlak (perbuatan). Aqidah dalam Islam bersifat batiniyah yang mencakup masalah-masalah yang erat hubungannya dengan rukun iman, serta masalah-masalah yang dilarang sebagai lawannya meliputi syirik (menyekutukan adanya Tuhan), ingkar dengan adanya Tuhan, dan sebagainya. Syari’ah dalam Islam berhubungan erat dengan amal lahir (nyata) dalam rangka mentaati semua peraturan atau hukum Allah SWT guna mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya dan mengatur pergaulan hidup antara sesama manusia. Sebagai materi dakwah, masalah akhlak diperlukan untuk menyempurnakan keimanan dan keislaman. (Saputra dan Hefni, 2006: 106). Sedangkan Barmawie Umary membagi materi dakwah lebih rinci lagi, yaitu menjadi sepuluh materi, meliputi: aqidah, akhlaq, ahkam, ukhuwah, pendidikan, sosial, kebudayaan, kemasyarakatan, amar ma’ruf, dan nahi mungkar. (Umary, 1969: 56-58)

Ketiga, Uslub atau metode dakwah, sudah dijelaskan dalam al- Qur’an, setidaknya ada tiga metode, yaitu hikmah (bijaksana), mau’idzah al hasanah (pelajaran yang baik), dan mujadalah (diskusi atau musyawarah). Keempat, yaitu media dan sarana dakwah. Jika metode dakwah merupakan mesin dan pengemudi dari sebuah kendaraan dalam perjalanan dakwah menuju suatu tujuan yang ditetapkan, maka media merupakan kendaraan itu sendiri. Tanpa instrument yang dimiliki oleh da’i, perjalanan dakwah tidak akan berjalan. Kelima Mad’u yaitu, objek dakwah bagi seorang da’i yang bersifat individual, kolektif atau

masyarakat umum.

Film juga memiliki fungsi sebagai media dakwah. Film adalah gambar- hidup yang juga sering disebut movie. Film juga secara kolektif sering disebut sebagai sinema. Sinema itu sendiri bersumber dari kata kinematik atau gerak. (Mabruki 2013: 3), Berdasarkan tema yang diangkat, film dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu; Pertama, drama, yakni film yang pesannya lebih menekankan pada sisi human interest yang bertujuan mengajak penonton ikut merasakan kejadian yang dialami tokohnya, sehingga penonton merasa seakan-akan berada di dalam film tersebut.(Rolnicki, 2008: 413).

Kedua, aksi (action); film yang mengutamakan adegan-adegan perkelahian, pertempuran dengan senjata, atau kebut-kebutan kendaraan antara tokoh yang baik (protagonis) dengan tokoh yang jahat (antagonis), sehingga penonton ikut merasakan ketegangan, was-was, takut, bahkan bisa ikut bangga terhadap kemenangan si tokoh utama. Ketiga, komedi (Commedy); film mengutamakan tontonan yang dapat membuat penonton tersenyum, atau bahkan tertawa terbahak-bahak karena sifatnya yang lucu. Keempat, tragedy (tragedy); film yang bertemakan tragedi, umumnya mengetengahkan kondisi atau nasib yang dialami oleh tokoh utama pada film tersebut. Kelima, horor; yakni film yang menampilkan adegan- adegan yang menyeramkan sehingga membuat penontonnya merinding dan takut.

Semiotika adalah ilmu yang membahas tentang tanda dan bagaimana tanda-tanda itu bekerja. Ini diartikan sebagai studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungan dengan tanda-tanda yang lain, pengirimannya dan penerimaannya oleh mereka yang menggunakannya. (Kriyantono, 2008: 263) Sedangkan tanda itu sendiri di definisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dan dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. (Sobur, 2006: 95).

Sedikitnya ada lima pandangan Ferdinand de Saussure yang terkenal, yaitu pandangan tentang: (1) Signifier (petanda) dan Signified (penanda); (2) Form (bentuk) dan Content (isi); (3) Langue (struktur abstraksi bahasa), Parole (tuturan, ujaran), dan Langage ; (4) Synchronic (sinkronik) dan Diachronic (diakronik); serta (5) Syntagmatic (sintagmatik) dan Associative (paradigmatik). (Sobur, 2006: 46).

Signifier (penanda) adalah kesan bunyi yang didapatkan dari mulut penutur (individu). Sedangkan Signified (petanda) adalah konsep atau citraan yang ditunjuk oleh penanda, namun ia hanya bisa dirasakan dalam mental pikiran para penutur. Penanda membentuk aspek material bahasa, sedangkan petanda membentuk aspek makna bahasa. (Al-Fayadl, 2005: 37).Kemudian referent atau external reality adalah Objek. Langue (bahasa) adalah Struktur abstraksi bahasa, yaitu keseluruhan kebiasaan yang diperoleh secara pasif yang diajarkan oleh masyarakat bahasa, yang memungkinkan para penutur saling memahami dan menghasilkan unsur- unsur yang dipahami penutur dalam masyarakat. Berbeda dengan pemahaman tentang langue, parole (tuturan, ujaran) merupakan bagian yang sepenuhnya individual. 

Synchronic (sinkronik) adalah mempelajari suatu bahasa pada satu kurun waktu tertentu saja. Sedangkan Diachronic (diakronik) adalah telaah bahasa sepanjang masa selama bahasa itu digunakan oleh para penuturnya. Menurut Saussure di dalam studi linguisik harus memperhatikan sinkronik terlebih dahulu sebelum diakronik. Syntagmatic (sintagmatik) adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan, yang tersusun secara berurutan, dan bersifat linear. Hubungan sintagmatik pada tataran fonologi tampak pada urutan fonem- fonem dengan urutan /k, i, t, a, b/. Apabila urutannya diubah, maka maknanya akan berubah, atau tidak bermakna sama sekali. Associative (paradigmatik) adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan dengan unsur-unsur sejenis yang tidak terdapat dalam tuturan yang bersangkutan. Hubungan paradigmatik pada tataran fonologi tampak pada contoh: antara bunyi /r/, /k/, /b/, /m/, dan /d/ yang terdapat pada kata rata, kata, bata, mata, dan data

HASIL DAN PEMBAHASAN

Film 3 Idiots (Hindi: थ्रीइडीयट्स) adalah film drama komedi India yang dirilis pada tanggal 25 Desember 2009. Film ini disutradarai oleh Rajkumar Hirani, dengan skenario oleh Abhijat Joshi, dan diproduksi oleh Vidhu Vinod Chopra. Film ini diadaptasi dari novel “Five Point Someone” karangan Chetan Bhagat. Setelah didistribusikan ke setiap bioskop yang ada di India, film ini memecahkan semua rekor pembukaan film box office di India dan menjadi film     terlaris  di         penghujung      tahun   2009. Film 3 Idiots sukses dipasarkan di Asia Timur seperti China, dan beberapa negara di Benua Amerika. Menurut situs Boxofficeindia.com film ini mendapatkan keuntungan lebih dari 25 juta dolar Amerika dari pemutarannya di seluruh bioskop di luar negeri, serta menjadi catatan film terlaris sepanjang masa di pasar internasional sebelum disusul oleh Dhoom 3.  3 Idiots adalah film Bollywood pertama yang secara resmi dirilis di situs Youtube.com serta berhasil meraih beberapa penghargaan diantaranya Filmfare Awards1 kategori film terbaik dan sutradara terbaik, Star Screen Awards, IIFA Award 

Kesuksesan film 3 Idiots mencoba diulang oleh negara China dengan dibuatnya 3 Idiots versi China yang akan diproduseri oleh Stephen Chow, danjuga akan dibuat ulang film 3 Idiots versi Hollywood yang akan diproduksi di Amerika. Penelitian ini menggunakan objek penelitian film 3 Idiots yang sudah ditransliterasi ke dalam bahasa Indonesia. Transliterasi (subtitle) film ini diperoleh dari situs Subscene.com dengan judul 3 Idiots AKA Three Idiots.

Pesan-Pesan Dakwah Dalam Film 3 Idiot

Islam merupakan agama universal, ajarannya mencakup seluruh aspek kehidupan umat manusia yang berlaku di semua tempat dan semua masa.Atas dasar sifat universalitas inilah yang menjadikan ajaran Islam dapat masuk ke dalam berbagai bangsa.Islam merupakan agama yang memiliki keseimbangan orientasi hidup, yaitu kehidupan dunia dan akhirat.Universalitas Islam terintegritas dan terkodifikasi dalam akidah, syariah, dan akhlak.Antara satu dan yang lainnya terdapat nisbat atau hubungan yang saling berkaitan dan semuanya berfokus dan menuju pada satu titik, yaitu ke-Esaan Allah.

Atas dasar prinsip universalitas Islam di atas pada bab ini peneliti mengajak para pembaca untuk melihat film 3 Idiots dari perspektif dakwah Islam. Peneliti yang juga seorang muslim berasumsi bahwa pesan-pesan di dalam film ini dapat di tarik ke dalam ranah dakwah Islamiyah. Asumsi ini didasarkan pada tanda-tanda yang terdapat di dalam visualisasi setiap adegan yang mengindikasikan adanya pesan dakwah Islam. Sebagai contoh: di dalam film 3 Idiots terdapat adegan yang mengandung nilai-nilai pendidikan, sedangkan di dalam Islam, Al- Qur’an dan Al-Hadis memuat ayat-ayat yang berkaitan dengan pendidikan, kewajiban mencari ilmu, derajat orang yang berilmu dan lain sebagainya. Terdapat pula adegan yang mengandung nilai-nilai sosial budaya yang mencerminkan nilai-nilai ke-Islaman seperti pada adegan Ayah Fahan yang memberikan kebebasan kepada Farhan dalam menentukan jalan hidupnya.

Oleh karena tanda-tanda yang muncul dalam visualisasi adegan film dilihat dari perspektif dakwah Islam, maka pesan-pesan yang terdapat di dalamnya pun mengandung nilai-nilai dakwah Islamiyah. Sehingga untuk menafsirkan tanda-tanda tersebut lebih tepat peneliti menggunakan penafsiran dakwah Islamiyah.

Selanjutnya, 3 Idiots merupakan film fiksi beralur flash-backdengan kategori drama-komedi. Dalam penokohannya film ini dikemas dengan menggunakan tiga ikon orang yang memiliki kepribadian dan pola pikir yang berbeda dengan orang pada umumnya. Representasi orang-orang yang cerdas digambarkan dengan tiga ikon orang idiot yang menunjukkan bahwa sutradara ingin menunjukkan kecacatan yang sesungguhnya bukan pada orang-orang yang dianggap “idiot”, melainkan pada diri masyarakat sekarang ini yang autis terhadap zaman.

Film 3 Idiots menceritakan tentang kehidupan tiga anak remaja yang merantau untuk mencari ilmu diperguruan tinggi agar bisa menjadi seorang insinyur teknik mesin.Mereka kuliah disalah satu perguruan tinggi terbaik di India, yakni Imperial College of Engineering (ICE). Karena perguruan tinggi tersebut sangat sulit untuk dimasuki oleh kalangan orang biasa yang tidak mampu berfikir cerdas, menyebabkan banyak orang tua dari anak yang masuk ICE rela berkorban dan melakukan apapun demi melihat anaknya lulus menjadi insinyur di perguruan tersebut.

Dikisahkan 3 orang ini bernama Rancho, Farhan, dan Raju. Mereka adalah teman satu kamar di asramanya semenjak hari pertama menjejakkan kaki di universitas tersebut. Dalam film ini tokoh Rancho digambarkan sebagai seorang mahasiswa yang cerdas dan selalu mengaplikasikan ilmu yang telah ia dapat sebelum maupun saat ia pelajari sewaktu kuliah. Sedangkan Farhan dan Raju adalah mahasiswa dengan nilai paling rendah dalam peringkat nilai.Rancho, memiliki pandangan berbeda mengenai ilmu pengetahuan dan pemesinan. Pandangannya begitu maju dan menentang pandangan kuno tentang mesin, bahwa semuanya tidak hanya berdasarkan "teksbook", seperti yang diajarkan para dosen di ICE. Ia juga menentang salah satu pengajarnya yaitu Profesor Viru Sahasrabuddhe atau biasa di panggil “Virus” (Boman Irani), oleh mahasiswa yang lain. Hal ini di awali setelah ada salah seorang mahasiswa bernama Joy Lobo, gantung diri di kamar asramanya.Menurut Rancho, kematian Joy disebabkan oleh salahnya sistem pengajaran, yang hanya menitik beratkan pada nilai ujian bukan atas dasar kreatifitas diri mahasiswa yang terkait.

Dari sinilah perseteruan antara Rancho dan Virus dimulai. Virus memberi label kapada Rancho dan kedua sahabatnya itu sebagai “idiot”. Iajuga mempengaruhi Farhan dan Raju untuk menjauhi Rancho. Sebaliknya mahasiswa kesayangan Virus adalah Chatur Ramalingam atau "Silencer", (Omi Vaidya). Chatur adalah mahasiswa sesuai harapan sistem kampus, yang melihat peringkat tertinggi berdasarkan nilai, sangat bergengsi dan merupakan tiket untuk menaikkan strata status yang lebih tinggi, ia memandang kekuasaan korporasi adalah kekayaan.

Dalam suatu adegan kritik keras dilontarkan oleh Rancho, yaitu bahwa Universitas ICE (Imperial College Engineering) tempat mereka menimba ilmu pemesinan, hanya menghasilkan insinyur-insinyur yang hanya pintar bicara, tidak ada topik mengenai penemuan baru setiap harinya, tidak ada penemuan baru yang dihasilkannya setiap tahun, dan metode pengajaran yang mengarahkan mahasiswanya untuk mendapatkan nilai sangat bagus, namun belum tentu dapat mengaplikasikankeilmunya tersebut. Bahkan hanya menghasilkan lulusan yang nantinya bekerja pada perusahaan asing, dengan gaji besar, namun tidak memajukan bangsanya sendiri.Dalam film ini, universitas digambarkan bukan mengajarkan ilmu yang aplikatif namun mengajarkan bagaimana mendapatkan nilai yang bagus.

Rancho selalu berkata pada 2 sahabatnya, Farhan dan Raju untuk selalu menjadi diri sendiri, tidak atas dasar paksaan dari orang lain. Menurutnya, kebahagian datang saat seseorang menikmati setiap langkah yang diambilnya, kemudian kesuksesan akan menjadi akses dari langkah tersebut.

Dalam mengkritik sistem kampus yang kaku, Rancho, Farhan, dan Raju mengalami berbagai asam manisnya kehidupan menjadi mahasiswa. Tawa dan tangis selalu mereka lewati bersama, hingga akhirnya diceritakan mereka punluluskuliah dengan Rancho sebagai mahasiswa terbaik di kampus tersebut. Farhan akhirnya menjadi seorang fotografer alam liar profesional, meninggalkan dunia teknik, Raju menjadi salah satu direktur perusahaan asing di Indiadan Chatur (ia adalah saingan Rancho untuk mencapai peringkat mahasiswa terbaik di ICE) menjadi seorang pengusaha sukses yang punya mobil Lamborghini.Sedangkan Rancho menjadi ilmuwan sekaligus guru sebuah sekolah.

Jika diamati dengan teliti, dari tingkah polah dan dialog para tokoh di dalam film ini, banyak sekali pesan-pesan yang diajarkan kemudian dapat dipetik untuk diaplikasikan dalam kehidupan nyata serta dijadikan pemikiran sebagai bahan untuk mawas diri. Alangkah baiknya film ini jika dijadikan rujukan dalam pembuatan film sehingga di masa mendatang film-film yang beredar dimasyarakat akan lebih mendidik pemirsanya. Dan pada akhirnya membuat pemirsanya menjadi lebih peka dan tanggap dengan apa yang terjadi di sekitarnya.

Film 3 ideot mengemas pesan-pesan dakwah dengan menggunakan beberapa tanda. Tanda-tanda audio visual tersebut mengandung pesan- pesan bernilai dakwah, yakni pesan yang mengajak pemirsa untuk mengenal, mengingat, dan memahami nilai-nilai luhur tertentu sebagaimana diajarkan dalam agama Islam. Tanda-tanda tersebut dapat dimaknai dan diklasifikasikan ke dalam beberapa pesan dakwah sebagai berikut. Pertama, pesan tentang aqidah (theology). Pesan tersebut terkonstruk dalam sebuah visualisasi dalam bentuk adegan Rancho dan beberapa mahasiswa lain beserta Virus tengah membantu proses persalinan Mona. Visualisasi adegan Millimeter yang berkata kepada Raju dan Farhan bahwa kepercayaan mereka akan segera sirna selama mereka hidup di Universitas ICE (Imperial College Engineering).

Gambar                                 Gambar                        Gambar

Pesan dalam adegan tersebut adalah orang dalam kondisi sulit pasti akan mengingat dan menyandarkan hidupnya kepada Yang Maha Kuasa Kata Allah menjadi kata yang diucapkan secara reflek. Ucapan yang muncul secara reflek menggambarkan suatu kondisi batin seseorang. Ditambah lagi dengan diskusi tentang masalah Tuhan yang divisualisasi dalam film ini menambah kuat makna tentang spiritualitas (aqidah) yang menjadi thema yang diusung dalam film ini.

Kedua, pesan tentang substansi pendidikan. Pesan ini tampak sangat menonjol pada adegan Rancho mengungkapkan keprihatinannya terhadap sistem pembelajaran yang ada di kampusnya.

Gambar                                    Gambar

Subtitle yang divisualisasi dalam film tersebut merupakan terjemahan dari dialog aslinya. Meski melalui subtitle, kedua gambar di atas menyuguhkan makna bahwa pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang mendorong siswa atau mahasiswa untuk berani dan aktif berkreasi dan berinovasi, bukan menghafal teori. Sementara system pendidikan yang dijalankan lebih menekankan pada tekstualisasi atau menghafal teks-teks yang ada.

Ketiga, pesan tentang solidaritas social. pesan ini direpresentasikan dalam sebuah adegan Rancho bersama Pia membonceng ayah Raju yang tengah kritis ke rumah sakit dengan mengendarai sepeda motor. Serta visualisasi adegan bagaimana sikap dan tingkah laku Rancho yang menolak sistem ranking dalam dunia pendidikan. Adegan membonceng orang sakit hingga masuk ruang gawat darurat merepresentasikan kegentingan. Yakni sebagai sebuah kegelisahan dan kekhawatiran atas seseorang yang sedang sakit. Lebih jauh adegan ini merepresentasikan rasa ikut khawatir atas kondisi orang tua dari teman yang sedang sakitnya parah. Dalam konteks lain, Rancho yang menolak system rangking dalam kampus merepresentasikan sebuah pandangan bahwa rangking dinila  menjadi salah satu sisi yang mendorong mahasiswa menjadi terkotak- kotak. Mahasiswa terklasifikasi berdasarkan pada perolehan nilai yang sebenarnya tidak selalu menggambarkan kompetensi yang dimilikinya.

Gambar                                            Gambar

    Gambar                                        Gambar

Sub title pada gambar pertama “Hay. Taju, kita memang harus belajar dengan sangat serius. Tapi bukan Cuma untuk lulus belaka.” sementara sub title pada gambar kedua “Jangan mengejar kesuksesan! Kesempurnaan! Kejarlah kesempurnaan! Maka kesuksesan akan mendatangimu.” Sebuah visualisasi yang mengusung pesan betapa orang harus belajar sungguh-sungguh tetapi bukan untuk sebuah formalism pendidikan. Belajar bukan untuk kesuksesan, tetapi untuk sebuah tugas mulia. Dengan tujuan yang mulia, maka kesuksesan akan dapat diperoleh.

Pada adegan lain ditampilkan tentang adegan Farhan mencoba menghilangkan masalah yang dihadapai dengan meminum-minuman keras hingga mabuk, namun masalah yang dihadapainya tidak juga kunjung usai.

Gambar

Sub title “sebotol miras kutenggak, namun tak juga mengusir masalahku” di atas menegaskan sebuah pesan bahwa minuman keras tidak memberikan jalan keluar atas problem yang dihadapi. Secara tersirat memberikan pesan bahwa janganlah menggunakan minum minuman yang memabukkan, karena akan sia-sia.

Menurut Barmawie Umary (1969: 56-58).pesan-pesan dakwah meliputi: Aqidah, syariah, akhlaq, ukhuwah dan pendidikan, Sosial, kemasyarakatan, amar ma’ruf dan nahi munkar.

Berdasar pada pendapat tersebut, pesan-pesan yang terkandung dalam film 3 Idiots dapat dikategorikan pada pesan-pesan dakwah, karena memberikan pandangan dan dorongan untuk melakukan sesuai yang positif dan diajarkan oleh agama. Pesan-pesan tersebut antara lain tentang masalah aqidah, pendidikan, solidaritas sosial, kerukunan antar umat beragama, serta amar ma’ruf nahi munkar.

Sub title “sebotol miras kutenggak, namun tak juga mengusir masalahku” di atas menegaskan sebuah pesan bahwa minuman keras tidak memberikan jalan keluar atas problem yang dihadapi. Secara tersirat memberikan pesan bahwa janganlah menggunakan minum minuman yang memabukkan, karena akan sia-sia.

Menurut Barmawie Umary (1969: 56-58).pesan-pesan dakwah meliputi: Aqidah, syariah, akhlaq, ukhuwah dan pendidikan, Sosial, kemasyarakatan, amar ma’ruf dan nahi munkar.

Berdasar pada pendapat tersebut, pesan-pesan yang terkandung dalam film 3 Idiots dapat dikategorikan pada pesan-pesan dakwah, karena memberikan pandangan dan dorongan untuk melakukan sesuai yang positif dan diajarkan oleh agama. Pesan-pesan tersebut antara lain tentang masalah aqidah, pendidikan, solidaritas sosial, kerukunan antar umat beragama, serta amar ma’ruf nahi munkar.

PENUTUP

Dari analisis yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa di dalam film 3 Idiots terdapat lima pesan dakwah yaitu; pertama, pesan theologies yang ditampilkan dengan citra menggugah kesadaran seseorang tentang eksistensi Tuhan. Kedua, pesan tentang pendidikan. Dalam pesan ini dilontarkan kritik atas system pendidikan yang ada. Ketiga, pesan tentang solidaritas. Pesan ini menekankan pada sikap yang harus diambil ketiga saudara atau teman menghadapi kesulitan, maka harus mengambil tindakan untuk dapat membantunya. Keempat, pesan tentang kerukunan umat beragama.

Kelima, pesan tentang amar ma’ruf nahi munkar atau mengajak kepada kebaikan dan mencegah hal-hal yang munkar. Pesan-pesan tersebut dikonstruksi dengan baik. Penanda (signifier) dan petanda (signified) atau symbol digunakan untuk merepresentasikan makna. Bahasa (langue dan parole) digunakan dan susunan tanda (syntagmatic) dan asosiasi (association) dirangkai untuk mengusung pesan tertentu yaitu tindakan ‘gila’. Semuanya disusun secara menarik, sehingga pemirsa dengan mudah dapat menangkap makna yang dimaksudkan.









1.     Jurnal 1

Judul: Representasi Emosional Joker Sebagai Korban kekerasan Dalam Film Joker 2019 (Analisis Semiotika Ferdinand De Saussure)

Objek: emosional Joker sebagai korban kekerasan.


Pendekatan: kualitatif deskriptif, artinya data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data secara kualitatif (data yang tidak terdiri atas angka-angka) merupakan berupa kata-kata dan gambar yang kemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang diteliti.

 

Analisis: film Joker 2019 terdapat sejumlah sequence film yang merepresentasikan emosional Joker sebagai korban kekerasan.

 

Hasil Analisis:

1.     Signifier: Ekspresi wajah Arthur dengan wajah penuh riasan. Senyum yang dibentuk dari kedua jarinya yang menarik sudut bibir sehingga membentuk senyuman. Riasan mata yang luntur berwarna hitam karena ada air mata yang menetes. Signified: Kesedihan yang terpendam inilah makna yang ingin ditunjukkan melalui adegan ini. pada adegan tersebut Arthur berusaha menyembunyikan kesedihannya melalui riasan wajahnya. Arthur juga berusaha menutupi perasaannya dengan senyuman yang dipaksakan 8 lewat kedua jari tangan yang menarik sudut bibirnya. Namun kemudian air matanya menetes dan membuat riasan wajahnya meluntur pada bagian matanya.

2.     Signifier: Arthur dikeroyok oleh sekelompok remaja. Ia berusaha melindungi anggota tubuhnya saat dipukuli. Usai dipukul Arthur hanya tersungkur dan tidak terbangun hingga akhirnya sekelompok remaja tersebut meninggalkannya sendirian di ujung gang. Signified: Arthur mendapatkan kekerasan fisik dari orang orang yang ada disekelilingnya. Dari gesture-nya saat dipukuli yang hanya berusaha melindungi diri dengan kedua tangannya tanpa membalas orang orang tersebut maka bermakna bahwa Arthur lemah. Arthur tidak memiliki kekuatan untuk melawan orang orang yang menyakitinya.

 

3.     Signifier: Tulisan di dalam catatan harian Arthur yang berisi “I just hope my death makes more cents than my life” (kuharap kematianku menghasilkan lebih banyak uang daripada hidupku). Signified: Di dalam catatan harian tersebut kalimat “I just hope my death makes more cents than my life” (kuharap kematianku menghasilkan lebih banyak uang daripada hidupku) mengarah pada makna perasaan emosional dan rasa putus asa yang dirasakan oleh Arthur.

 

4.     Signifier: Kalimat dalam dialog Arthur yang menyatakan bahwa ia tidak pernah bahagia satu menit pun dalam hidupnya meskipun namanya adalah Happy. Ia menyampaikan kalimat tersebut kepada ibunya saat berada di rumah sakit. Tatapan mata Arthur yang kosong, alisnya yang meninggi namun sudut bibirnya menurun. Signified: Perasaan hampa tampak dari ekspresi wajah Arthur saat berbicara dengan ibunya. Alisnya yang meninggi namun sudut bibirnya menurun. Ditambah lagi dengan tatapan kosong saat ia menyampaikan potongan kalimat dalam dialognya yaitu aku tidak pernah bahagia semenitpun dalam hidupku. Menunjukkan perasaan yang hampa dan kesepian karena tidak dianggap.

5.     Signifier: Riasan wajah Joker menyerupai badut. Dialog Joker pada adegan ini “Asal kamu tahu ini adalah minggu yang begitu berat, Murray. Setelah aku membunuh 3 pria Wall-street itu. Tidak ada lelucon. Ini bukan gurauan. Aku tidak akan kehilangan apapun. Tidak ada yang bisa melukaiku lagi”. Serta gesture Joker yang menunduk saat mengatakan hal tersebut. Signified: dengan bersembunyi dibalik riasan wajahnya dan nama barunya yakni Joker, Arthur mengakui perbuatan membunuhnya. Dengan intonasi dan gesture wajah yang menunduk Joker mengakui kejahatannya. Ekspresi tersebut merepresentasikan kesedihan karena ia telah disakiti oleh orang disekelilingnya dan ia berusaha membalasnya dengan membunuh ketiganya. kesedihan juga tampak saat ia menyampaikan dialognya dengan 10 intonasi yang menurun mengenai alasan mengapa ia membunuh ke 3 pria tersebut. Hal itu tampak dari ekspresi wajahnya yang menunduk yang berarti kesedihan.

 

6.     Signifier: Dialog Joker pada adegan ini “Oh. Mengapa semua orang bersedih untuk mereka? Jika aku yang mati disana, kalian akan melangkahiku. Aku melewatimu setiap hari tapi kau tidak mengenaliku. Tapi mereka? Cuma karena Thomas Wayne menangisi mereka.“ Serta gesture Joker dengan wajah terangkat saat berbicara dan nadanya meninggi. Signified: Perasaan cemburu arthur kepada orang lain yang dianggapnya lebih penting dibanding dirinya. Joker merasa marah dan kecewa karena dirinya tidak dianggap oleh sekelilingnya. Kemarahan itu nampak dari nadanya yang meninggi, ekspresi wajahnya yang nampak meremehkan diri sendiri, dengan wajah yang terangkat saat berbicara.

 

7.     Signifier: Dialog Joker pada adegan ini “Tapi kau jahat Murray, memutar videoku, mengundangku dalam acara ini. Kau Cuma ingin mengejekku. Kau sama seperti yang lainnya”. Gesture Joker melalui tatapan matanya yang melirik sinis. Signified: Dalam adegan ini Joker ingin menunjukkan perasaan kebenciannya pada Murray. Hal itu ia sampaikan melalui kata kata dengan nada sinis serta tatapan melirik dengan penuh kebencian.

 

8.     Signifier: Intonasi Joker yang semakin meninggi setelah ditolak oleh Murray untuk menyampaikan lelucon lainnya dalam adegan ini. Selain itu dialog dalam sequence ini yakni “Bagaimana dengan lelucon lain Murray? (kemudian ditolak) apa yang kau dapat saat kau melewati sakit mental menyendiri dari masyarakat yang membuangnya dan memperlakukannya seperti sampah? Ku beritau apa yang kau dapat. Kau dapat yang sudah sepantasnya”. Kemudian Joker menembak Murray. Signified: Intonasi Joker yang meninggi menandakan kemarahan Joker setelah ditolak oleh Murray. Meningginya intonasi tersebut juga berarti kekesalan Joker karena ia merasa diabaikan dan tidak didengarkan. Intonasi tersebut semakin meninggi dan memuncak pada adegan Joker menembak Murray tepat di kepala yang artinya Joker tidak mampu lagi menguasai emosi kemarahan dalam dirinya. Hingga akhirnya ia melampiaskan dengan melakukan tindakan yang kejam yakni membunuh Murray.

 

 

Kesimpulan: Berdasarkan hasil analisis representasi emosional Joker sebagai korban kekerasan dalam film Joker 2019 analisis teori semiotika Ferdinand de Saussure yang telah dilakukan terhadap film Joker 2019 ditarik kesimpulan sebagai berikut: Film Joker 2019 merupakan gambaran mengenai kerasnya kehidupan seorang pria bernama Arthur yang kerap menjadi korban kekerasan baik secara fisik maupun psikis. Di dalam film tersebut terdapat representasi emosional Joker sebagai korban kekerasan yang ditunjukkan melalui perubahan secara menyeluruh karakter utama. Dari yang awalnya bernama Arthur saat kondisi emosionalnya berubah dari korban menjadi pelaku kejahatan ia merubah namanya menjadi Joker. Tidak hanya nama representasi emosional juga ditunjukkan melalui pesan yang dimaknai secara semiotika berdasarkan teori Ferdinand de Saussure melalui perubahan kostum (penanda), dari yang awalnya berwarna monokrom (dominan gelap) menjadi lebih berwarna. Berdasarkan analisis semiotika ini mengartikan perubahan karakter seseorang dari yang awalnya tertutup menjadi lebih ekspresif dalam mengungkapkan perasaanya (petanda). Dari film ini ada pesan yang disampaikan oleh pembuat film. Yakni agar tidak menyakiti orang lain meski mereka terlihat lemah. Karena orang yang lemah bukan berarti tidak memiliki kekuatan untuk membalas, hanya saja mereka menunda pembalasan hingga waktunya tepat. Selain itu menghargai kesehatan mental juga menjadi pesan dari film ini. Karena orang yang memiliki kondisi gangguan mental juga perlu didengar dan dihargai agar mereka juga memerasa bahwa dirinya aman. Karena orang yang memiliki kondisi gangguan mental cenderung nekat. Artinya jika mereka dalam kondisi tidak aman maka tidak menutup kemungkinan hal yang terburuk bisa terjadi seperti dalam film Joker 2019. Pada bagian ini ingin kami sampaikan bahwa secara keseluruhan film Joker 2019 telah berhasil membawa para penontonnya untuk larut dalam emosinya. Namun yang masih perlu diperhatikan dalam film ini yaitu: Film ini mengambil sudut pandang pemeran utama yang kemudian menjadi jahat setelah tersakiti. Seakan akan mengajak penonton untuk menjadi jahat bila disakiti, jika penonton tidak mengetahui makna yang sesungguhnya dalam film ini. Karena jika dilihat secara polosan saja film ini seakan membenarkan tindak kejahatan jika seseorang disakiti. Sehingga pesan moral dari film ini seharusnya bisa lebih diperjelas lagi agar tidak menimbulkan makna yang negatif. Saat menonton film sebaiknya penonton bisa lebih memaknai dari sisi positif dari cerita yang disuguhkan, meskipun film ini lebih banyak mengambil sudut pandang negatif dari pikiran dan reaksi pemeran utama saat menghadapi tindak kejahatan. Batman menjadi film yang digemari oleh anak anak hingga dewasa. Sehingga kemunculan film Joker 2019 yang sebelumnya sangat dikenal sebagai musuh Batman, sangat ditunggu oleh semua kalangan. Oleh sebab itu, bagi anak anak dan remaja yang menonton film ini hendaknya didampingi oleh orang tua. Karena dikhawatirkan salah mengartikan makna dari film ini.

2.     Jurnal 2

Judul: REPRESENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM FILM SURAU DAN SILEK (ANALISIS SEMIOTIK FERDINAND DE SAUSSURE)

 

Objek: Film Surau dan Silek

 

Pendekatan: deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode analisis semiotika Ferdinan de Saussure.

 

Analisis: makna yang terkandung dan yang ingin disampaikan di dalam Film Surau dan Silek

 

Hasil Analisis:

 

A.    Nasehat Seseorang Mamak Pada Kemenakan

Penanda : Rustam adalah mamak (paman) dari Adil. Rustam duduk di bandul, di halaman Rumah Gadang. Ia berbicara dihadapan tiga orang kemenakan (keponakan). Rustam sedang memberikan nasehat pada kemenakannya (Adil, Kurip, dan Dayat), dan mereka mendengarkan nasehat Rustam sambil merunduk.

Petanda : Scene ini merepresentasikan menerima nasehat yang disampaikan. Memberikan nasehat melalui perkataan adalah salah satu cara dalam Pendidikan Karakter. Dari ini memiliki makna pendidikan karakter dalam bentuk kecerdasan hati atau heart question.

 

B.    Mendirikan Sholat Berjamaah Di Surau

Penanda : Tiga orang anak sedang mendirikan Sholat secara Berjama’ah, di sebuah masjid.

Petanda : Melaksanakan sholat adalah representasi dari muslim yang taat. Dengan semangat melaksanakan ibadah menandakan keseimbangan dalam diri seseorang. Mendirikan sholat termasuk pendidikan karakter.

 

C.    Bekerja membantu Orang tua

Penanda : Dua orang yang sedang bekerja memegang mencakar padi, dan pakai topi tudung, untuk menjemur padi.

Petanda : Anak yang bekerja menandakan sikap berbakti dan mau bekerja keras membantu orang tua. Ini juga menandakan bahwa mau bekerja keras mengandung makna seseorang memiliki kecerdasan emosional atau emotional question.

 

D.    Belajar mengaji

Penanda : Seorang Laki-laki tua mengajar tiga orang anak membaca Al Qur’an.

Petanda : anak-anak remaja yang belajar mengaji menandakan bahwa belajar mengaji merupakan aktifitas yang dilakukan oleh remaja Minangkabau pada malam hari. Mengaji ilmu agama menjadi keharusan dalam pembentukan karakter pemuda di Minangkabau. Kepawaian seseorang dalam mengaji dan menuntu ilmu agama, memiliki makna seseorang yang harus memperdalam kecerdasan intelejen atau intelegent question dengan cara menuntut ilmu agama.

 

E.     Berdoa Sebelum memulai Latihan

Penanda : Seorang lelaki tua memimpin berdoa tiga orang anak untuk berdoa sebelum memulai.

Petanda : Berdoa sebelum melakukan kegiatan memiliki makna kecerdasan spiritual seseorang.

 

F.     Berlatih Silat

Penanda : Tiga orang remaja memakai baju putih dengan gerakan silat dimalam hari. Petanda : Berlatih silat, salah satu pendidikan karakter di Minangkabau, lahirnya mencari kawan, bathinnya mencari tuhan. Memiliki makna kecerdasan hati, akal dan fikiran.

 

G.    Guru Silat yang berbuat Curang

Penanda : “Kecurangan akan tumbang”

Petanda : Lahir silat mencari kawan, bathinnya silat mencari tuhan, seiring silat, sholat dan sholawat.

 

Kesimpulan: Berdasarkan hasil analsisis semiotika Ferdinad de Saussure terdapat tanda-tanda yang ditampilkan pada film yang syarat dengan pendidikan karakter. Film ini tidak terlepas dari kemampuan sutradara dalam membaca situasi dan menyesuaikan dengan kondisi zaman. Film surau dan silek menampilkan beberapa adegan visual, dan teks yang memeliki makna pembelajaran dan pembentukan karakter terhadap pemuda. pembelajaran ini haruslah dilakukan secara terus menerus (kontinuitas) dan percontohan (uswah) yang baik, yaitu silek mengajarkan kesimbangan antara emosional question (kecerdasan emosional), spiritual question (kecerdasan spritual), intelegens question (kecerdasan intelejen) dan heart question (kecerdasan hati). Film surau dan silek memeiliki tujuan wujud dakwah Islam Konservatif dalam menanamkan nilai-nilai religiusitas dan budaya Minangkabau dengan media massa melalui tanda-tanda yang ditampilkan oleh sutradara dalam serial film. Film surau dan silek dirasa menjawab tantangan alaf baru, yang dewasa ini dengan ditandai oleh (a). Mobilitas serba cepat dan modern, (b). Persaingan keras dan kompetitif, (c) komunikasi serba efektif. Adanya Film ini sebagaiF bagian dari dakwah yang mampu memanfaatkan teknologi media menjadi sarana menyampaikan pesan dan pendidikan pada generasi muda.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

3.     Jurnal 3

Judul: REPRESENTASI ISU PERBEDAAN AGAMA DALAM FILM CINTA TAPI BEDA (2012): KAJIAN SEMIOTIKA FERDINAND DE SAUSSURE

Objek: film Cinta Tapi Beda (2012).

Pendekatan: deskriptif kualitatif

Analisis:

A.    tanda berupa Signifier dan Signified dalam representasi isu perbedaan agama (diskriminasi dan pluralisme) di film Cinta Tapi Beda

B.    (makna dari tanda-tanda berupa Signifier dan Signified tersebut dalam merepresentasikan isu perbedaan agama di film Cinta Tapi Beda

Hasil Analisis:

A.    . Tante Stella dan Om Roland Khawatir

Penanda: Dalam scene ini, digambarkan Tante Stella dan Om Roland yang masuk ke kamar Diana dan menemukan sebuah buku dengan judul “Pernikahan/Cinta Beda Agama.” Tante Stella dan Om Roland menanggapi hal tersebut dengan mimik dan perasaan yang khawatir.

 

Petanda: Selain itu, ekspresi atau mimik muka yang ditunjukkan oleh Tante Stella dan Om Roland pun ditujukan untuk mengkhawatirkan hubungan Diana dan Cahyo sebagai pasangan yang beda agama. Salah satu bentuk komunikasi bisa menggunakan bahasa tubuh, gerakan tangan, dan ekspresi wajah, hal-hal tersebut dilakukan untuk menyampaikan emosi dan perasaan manusia (Hamed, 2018: 4). Om Roland dan tante Diana mengekspresikan perasaan khawatir mereka terhadap Diana. Dapat disimpulkan bahwa Cahyo dan Diana memang merupakan pasangan beda agama, dan hal ini menjadi kekhawatiran tersendiri bagi keluarganya Diana, karena seperti yang diketahui bahwa hubungan beda agama merupakan hal yang riskan untuk dijalankan.

 

B.    Cahyo Sedang Berdoa

Penanda: Dalam scene ini, terlihat Diana dan Cahyo yang tengah berdoa sesuai keyakinannya masing-masing. Diana memegang kalung salibnya sembari berdoa menghadap lukisan bunda Maria. Sedangkan Cahyo tengah berdoa selepas salat di sajadahnya, lengkap dengan sarung dan tasbihnya. Diana dan Cahyo sama-sama berdoa untuk hal yang sama yaitu keberlangsungan hubungan mereka, namun kepada Tuhan yang berbeda

Petanda: Scene ini menggambarkan atau merepresentasikan bahwa peran utama yang juga berperan sebagai pasangan kekasih memang memiliki agama yang berbeda. Simbol salib yang digenggam oleh Diana seperti memberitahukan bahwa ia beragama Kristen. Seperti yang sudah diketahui oleh khalayak, salib merupakan salah satu simbol yang sering kali diidentikan dengan umat Kristen. Lalu, penggunaan tasbih setelah beribadah salat pun acap kali dilakukan oleh umat muslim. Tasbih digunakan pula oleh umat muslim untuk dzikir selepas salat dan dilanjutkan dengan berdoa (Tonuk & Figen, 2011: 4). Dapat disimpulkan bahwa scene ini merepresentasikan perbedaan agama antara Cahyo dan Diana sebagai peran utama di film ini. Mereka juga digambarkan sebagai sepasang kekasih yang memiliki keyakinan berbeda.

 

Kesimpulan: Dalam film Cinta Tapi Beda (2012), isu perbedaan agama yang terjadi berkaitan dengan perbedaan agama, diskriminasi agama, dan pluralisme agama yang dapat dianalisis melalui sistem tanda Signifier dan Signified oleh Saussure. Terdapat beberapa tanda dalam film Cinta Tapi Beda (2012) dan direpresentasikan melalui simbol-simbol agama yang berkaitan dengan ciri khas agama itu sendiri, seperti salib, hijab, dan sebagainya. Selain itu, representasi perbedaan agama pun digambarkan melalui unsur verbal dan nonverbal, seperti tindakan, ucapan, penampilan, dan sebagainya. Setiap tanda dan simbol dalam film Cinta Tapi Beda (2012) memiliki makna dan maksud tersendiri. Terdapat 2 scene yang menyimbolkan perbedaan agama, 3 scene yang menyimbolkan diskriminasi agama, serta 4 scene yang menyimbolkan pluralisme agama. Keseluruhan analisis tersebut membuktikan bahwa setiap simbol, bahasa, ucapan, dan tindakan dalam karya sastra memang sering kali memiliki maksud atau makna tertentu. Simbol-simbol tersebut dapat diidentifikasi dan diketahui maknanya melalui analisis semiotika.

4.     Jurnal 4

 

Judul: ANALISIS MISE EN SCENE PADA FILM PARASITE

Objek: segala sesuatu yang muncul sebelum kamera dan yang arrangement komposisi ,alat, set, actor, peraga, pencahayaan dan kostum.

Analisis: unsur sinematik dan naratif. Aspek sinematik meliputi mise-en-scene atau berbagai hal di depan kamera, aspek editing, aspek sinematografis dan sound, sedangkan aspek naratif meliputi plot dan cerita.

Pendekatan: penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan teori Mise En Scene beserta teori pendukung Semiotika dari Ferdinand de saussure.

Hasil Analisis:

A.    Scene I

Pada durasi 03:17 terlihat aktivitas keluarga Kim yang sedang melipat kotak pizza, dengan jenis shot MCU (Medium Close Up) dengan penggunaan cahaya available light yang didominasikan lebih ke kiri. Teknik pengambilan gambar MCU disini bertujuan untuk memperlihatkan emosi baik dari mimik wajah serta gesture pada setiap karakter. Sementara penggunaan tata cahaya yang didominasikan ke kiri bertujuan fokus ke Ki-Won yang sedang memperlihatkan tutorial pelipatan kotak Pizza serta di kombinasikan dengan pemilihan pakaian yang menggambarkan suasana bahwa mereka sedang bekerja santai dirumah.

MCU pada scene I ini juga memberikan penekanan mengenai ruang dikarenakan terjadi kombinasi latar tempat sehingga menciptakan sebuah ruangan yang terlihat kecil dan sempit.

Jika dikaitkan dengan semiotik, semua susunan arrangement serta komposisi set, terciptalah sebuah penanda sebagai interpretasi sebuah keluarga dengan tingkat ekonomi rendah yang bertempat tinggal di basement sempit. Interpretasi tersebut didukung dengan perkataan Ki-Won berikut.

Ki-Won : “Jika kita bisa secepat dia, kita bisa menyelesaikannya hari ini.”

Dialog tersebut menjadi sebuah petanda interpretasi waktu, bahwa mereka memiliki target kerja harian yang harus dipenuhi sebagai satu keluarga utuh untuk menghasilkan uang.

 

B.    Scene II

Pada durasi 13:17, Ki-woo mulai masuk kerumah keluarga Park. Pada scene ini teknik pengambilan gambar menggunakan dengan cara following objek dan jenis shot Low Angle.

Tata cahaya yang digunakan jelas menggunakan available light pagi hari, pakaian yang digunakan Ki-Won rapi menggunakan jas. Pakaian Ki-Won menginterpretasikan seseorang yang terpelajar dan menekankan pada scene ini bahwa dia seorang guru pengajar yang professional.

Shot Low Angle biasa digunakan untuk menciptakan kesan objek menjadi superior, tinggi, atau perkasa. Tapi pada scene ini, kombinasi teknik pengambilan gambar dengan cara following object dan jenis low angel shot dengan setting latar yang berupa rumah keluarga Park berada lebih tinggi diatas objek, maka menciptakan kesan objek menjadi kecil, atau lemah.

Interpretasi yang dihasilkan pada scene ini menggambarkan perasaan dan status sosial dari Ki-Won dari kalangan bawah saat berkunjung ke sebuah rumah mewah kalangan atas. Intrepretasi tersebut didukung oleh perpaduan komposisi pada scene ini dimana adanya penanda dari pergerakan kamera following object dengan perspektif Low angle shot saat Ki-Won masuk kerumah keluarga Park menelusuri anak tangga ke pintu utama rumah.

Petanda yang diberikan pada scene ini ada pada pergerakan (akting) dari Ki-Won yang memberikan gesture / mimik wajah yang memberikan kesan kagum saat setelah naik dari anak tangga dan tiba halaman rumah keluarga Park. Kesan kagum yang dihasilkan dari scene disini sangat kuat dengan adanya dukungan dari teknik pengambilan gambar dengan cara Arc yaitu dengan memutari objek. Teknik Arc disni bertujuan menampilkan situasi rumah dari keluarga Park yang mewah dimana berbanding terbalik dengan rumah Ki-Won,

 

 

 

 

 

C.    Scene III

Pada durasi 20:560 jenis shot yang diterapkan adalah OSS (Over the Shoulder Shot) dengan pencahayaan masih available light menggunakan Teknik key light yang dipantulkan kearah Kim Ki-Jeong. Pergerakan pemain melakukan interaksi berupa pembicaraan satu sama lain dengan beberapa gesture tangan yang diperagakan oleh Ki-Jeong.

Pergerakan pemain atau gesture dari Ki-Jeong pada scene ini menginterpretasikan bahwa dia merupakan seseorang yang ahli dalam berbohong. Mimik wajah yang datar memberi kesan seakan Ki-Joeng sudah terbiasa melakukan hal seperti itu. Berikut sebuah penanda dari scene ini berupa dialog Kim-Jeong : “Jessica anak tunggal” “Illonois Chicago” Sementara kombinasi latar sebuah dinding yang memiliki tekstor garis (line) dan pencahayaan Key light yang mengarah dari atas menuju Ki-Jeong memberikan sebuah sorotan atau point of interest agar penonton terfokus kepada Ki-Jeong.

 

D.    Scene IV

Pada durasi 40:22, teknik pengambilan gambar yang digunakan adalah zoom in dengan jenis shot LS. Penataan cahaya menggunakan back light berlatar di jalan kecil yang menuju pintu rumahnya. Pakaian yang digunakan sederhana yang menyatu dengan setting latar.

Pada scene ini penonton dibuat mengikuti apa yang Ki-Won pikirkan. Penataan cahaya menggunakan back light menjadikan objek terlihat siluet dan dramatis sehingga memberikan kesan misterius. Komposisi pengambilan gambar secara zoom in dan digandeng dengan pencahayaan back light memisahkan secara kontras antara latar dan objek seakan membawa penonton untuk masuk lebih dalam ke permasalahan pada film.

Dikarenakan pencahayaan yang soft dan terkesan natural kondisi pada siang hari, serta pergerakan pemain yang sendiri tanpa ada lawan bicara, penonton dibuat ikut terbawa oleh khayalan Ki-Won dan menimbulkan harapan semuanya akan baik-baik saja tanpa ada konflik yang terjadi.

 

E.     Scene V

Pada durasi 1:14:18 jenis shot yang digunakan LS dan pencahayaan available light dengan teknik backlight. Perpaduan available light dan backlight menciptakan suasana dramatis dan terkesan mewah. Teknik Long Shot dan Available light menginterpretasikan ruang dan waktu dengan sangat jelas, yaitu memberikan informasi sebuah ruangan yang luas saat pagi hari.

 

Back light disini memberikan potongan pada latar yang membagi sebuah ruangan menjadi dua dimana cahaya mengarah ke pemain seakan memberikan informasi untuk fokus terhadap objek yaitu Ki-Won. Sementara bagian ruangan kedua atau siluet menggambarkan betapa luasnya ruangan tersebut serta memberikan kesan penasaran kepada penonton seluas apa dan ada apa saja dirumah keluarga Park

 

Kesimpulan: Film Parasite yang rilis pada tahun 2019 menjadi salah satu film yang fenomenal dimana film ini tercatat dalam sejarah sebagai film berbahasa asing (diluar bahasa inggris) pertama yang memenangkan kategori Best Picture pada Oscar 2020. Parasite hadir menjadi sebuah komedi satir tentang kesenjangan sosial yang emosional. Dibintangi oleh pemain-pemain asli Korea, film ini sukses mewakili sebuah stigma masyarakat miskin di tengah perkotaan padat di Korea Selatan. Parasite menyuguhkan sebuah drama yang berada diantara tawa dan teror. Secara garis besar setelah mendeskripsikan dan menganalisis data analisa visual menggunakan Teori Mise En Scene melalui teori Semiotika, maka dapat disimpulkan :

Ø  Aspek setting latar yang dominan didalam ruangan (indoor) seakan sengaja mengambarkan betapa kontrasnya kesenjangan sosial yang terjadi antara keluarga Ki-Won dan keluarga Park pada film tersebut. Keluarga Ki-Won yang tinggal di rumah semi-basement sedangkan keluarga Park tinggal di rumah mewah (estate).

Ø  Aspek kostum dan tata rias pemain dominan sederhana disebabkan film terfokus pada kegiatan keluarga Ki-Won dan casual (formal) di beberapa scene saat berhubungan dengan keluarga Park. Pemilihan kostum tersebut berhasil menggambarkan realitas kehidupan pada umumnya.

Ø  Film Parasite menerapkan teknik pencahayaan yang soft dan dominan menggunakan availabel light yang menimbulkan kesan realis. Beberapa scene menggunakan teknik back light yang bertujuan untuk menimbulkan rasa misterius dan ketegangan, serta keraguan yang mampu mengacak emosi penonton.

Ø  Perubahan pergerakan pemain pada film ini berubah drastis saat mendekati penghujung film. Canda tawa berubah menjadi ketegangan dengan seketika menciptakan sensasi dramatis yang signifikan.

 

5.     Jurnal 5

Judul: Perilaku Menyimpang Dalam Film “Yuni” (Analisis Semiotika Ferdinand de Saussure Tentang Perilaku Menyimpang dalam Film “Yuni”)

Objek: Film“Yuni”

Pendekatan: kualitatif deskriptif       

Analisis: Perilaku MenyimpangDalamFilm“Yuni”

Hasil Analisis:

 

1.     Seks di Luar Nikah

Fenomena seks di luar nikah terjadi pada unit analisis ke-3. Seks di luar nikah memang bukanlah suatu hal yang baru, karena fenomena itu sudah sering menjadi headline dalam suatu berita yang ada di media massa. Fenomena tersebut merupakan perilaku menyimpang karena sistem nilai dan norma sosial yang berlaku pada umumnya jika duaorang ingin melakukan hubungan seks harus melalui proses yang telah dibenarkan baik dari segi nilai agama, norma susila, dan norma hukum. Selain daripada itu dalam aturan agama manapun baik itu agama Islam, Nasrani, Buddha, Hindu dan agama lainnya, tindakan seperti itu merupakan perbuatan zina dan dianggap perbuatan hina dan dosa besar(Setiadi 2020). Dalam film Yuni tindakan seks di luar nikah terjadi pada unit analissi ke-3 hal tersebut diperlihatkan bahwa Yuni dan Yoga melakukan hubungan badan di sebuah gedung kosong dimana hal tersebut merupakan perilaku menyimpang yang sudah jelas dilarang dalam norma masyarakat. Menurut (Sulaiman 2020), berhubungan seksual di luar nikah jelas dianggap menyimpang dalam ruang lingkup masyarakat. Terlebih jika hal tersebut dilakukan oleh orang anak yang masih dibawah umur. Hal tersebut dapat merusak masa depan dan rentan menimbulkan penyakit seksual. Tindakan yang dilakukan oleh Yuni dan Yoga termasuk kedalam jenis penyimpangan primer yang tidak dilakukan berulang kali akan tetapi dampak dari perilaku tersebut dapat memberikan dampak buruk terhadap diri sendiri, dan juga masyarakat yang berada di lingkungan sekitar, karena tindakan mereka berdua kontrasosial yang biasa disebut juga sebagai perilaku menyimpang negatif (Nurbayani 2021)

 

2.     Alkoholisme

Tindakan mengonsumsi minuman alkohol diperlihatkan pada unit analisis ke-2, dimana Yuni dan suci mengonsumsi minuman beralkohol hingga tak sadarkan diri (mabuk). Alkoholisme adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seorang atau sekelompok yang memiliki kebiasaan mengonsumsi minuman beralkohol. Dalam kandugnannya, minuman alkohol.     sepintas memiliki efek untuk menyegarkan tubuh bagi yang mengonsumsinya, akantetapi jika seseorang minum minuman beralkohol secara berlebihan dapat menyebabkan orang tersebut menjadi mabuk (Setiadi 2020). Jika seseorang sudah ketagihan/ candu dalam mengonsumsi minuman beralkohol dapat dikategorikan sebagai perilaku menyimapng karena efek dari mabuk akan sangant mengganggu masyarakat, selain itu jika dikonsumsi berlebihan akan merusak fungsi hati manusia (Sulaiman 2020). Mengonsumsi alkohol secara berlebihan dapat mengakibatkan ketidaksadaran dan berpotensi melakukan perilaku yang negatif, seperti mengganggu ketertibandalam lingkungan masyarakat (Miradj 2020).

 

Perilaku yang telah dilakukan Yuni termasuk kedalam jenis primer karena Yuni baru kali itu saja mengunjungi bardan minum minuman beralkohol, berbeda dengan Suci yang sudah sering minuman beralkohol dan mengunjungi tempat seperti itu, perilaku Suci termasuk kedalam jenis perilaku sekunder karena sudah dilakukan berulang kali. Dampak yang terjadi jika mengonsumsi minuman beralkohol terlalu banyak adalah mabuk, dimana hal tersebut yang merugikan warga dan faktor pemicu keresahan di lingkungan sekitar (Nurbayani 2021).

 

3.     Malas Belajar

Diperlihatkan pada unit analisis ke-3 Yuni yang tengah berkumpul dengan teman-temannya di sebuah taman dan membicarakan tentang pacaran, salah satu temannya yang bernama Uung menyarankan agar Yuni untuk mencari pacardan agar fokusnya bukan hanya belajar. Pada unit analisis ini terdapat perilaku menyimpang dimana Uung menyarankan Yuni agar tidak belajar secara terus-menerus, hal ini termasuk kedalam perilaku menyimpang seorang siswa yang malas belajar. Kondisi sosial, psikologis dan pendidikan remaja di Indonesia bisa dikatakan sangat memprihatinkan. Para remaja tidak hanya malas belajar, tetapi tidak mempunyi jadwal yang tertata tentang kebiasaan belajar, tidak memiliki catatan pelajaran, tidak mengerjakan tugas, sering membolos dan kerap kali mencontek ketikasaat ada ujian di sekolah (Maulidia 2014). Ketika Uung menyarankan untuk Yuni mencari pacar dan agar tidak terus- terusan belajar, termasuk kedalam jenis perilaku menyimpang primer, perintah yang lontarkan oleh Uung hanya dilakukan sekali dan tidak mengandung unsur paksaan terhadap Yuni (Nurbayani 2021).

Perilaku menyimpang yang dilakukan oleh para pemeran yang terdapat pada film Yuni tidak semata-mata dilakukan tanpa adanya faktor yang mendorong terjadinya perilaku menyimpang tersebut, terdapat juga faktor yang melatarbelakangi terjadinya perilaku menyimpang.

 

4.     Faktor internal dan eksternal

Pengendalian perilaku memang pasti berawal dari diri sendiri karena manusia memiliki akal untuk menentukan ingin bertindak sebagaimana yang diinginkannya, hal tersebut bisa berupa perilaku yang baik atau bahkan menyimpang. Seperti halnya yang ada pada film Yuni yang telah dibagi dalam unit analisis.

Teman memang dapat memberikan dampak positif dalam pergaulan, namun tidak bisa dipungkiri terkadang temanjuga dapat menjadi pengaruh negatif jika tidak benar dalam menyikapinya. Seperti yang terjadi pada unit analisis ke- 1, salah satu teman Yuni yaitu Uung, menyuruh Yuni untuk mencari pacar dan menyarankan jangan terlalu fokus terhadap hal akademik hal tersebut menjadi pengaruh eksternal bagi Yuni, karena teman dalam lingkungan pergaulannya menyarankan hal yang menyimpang dari sebagaimana mestinya.

Pada unit analisis ke-2 Yuni mencoba minuman beralkohol hingga dirinya mabuk, faktor yang melatarbelakangi perilaku menyimpang Yuni juga terdapat pada internal dan eksternal, Yuni yang beranjak remaja selalu ingin mencobahal yang belum pernah dicoba sebelumnya, Yuni minum minuman beralkohol karena diajak oleh teman yang bisa dibilang baru kenal yaitu Suci hal ini yang menjadi faktor eksternal dimana Yuni bergaul dengan teman yang lebih dewasa sehingga pergaulannya menyimpang. Akan tetapi bukan hanya itu, faktor internal yang kembali membuktikanbahwa Yuni lemah dalam mengendalikan nafsunya (Nurbayani 2021).

Menahan hawa nafsu dan dorogan hasrat memang sulit, terlebih lagi jika usia beranjak remaja, seperti yang terdapat pada unit analisis ke-3. Adegan seks antara Yuni dan Yoga menunjukan bahwa keduanya tidak dapat mengendalikan hasrat atau dorongan, sehingga keduanya melakukan seks di tempat yang sepi, hal tersebut menjadi faktor internal bagi keduanya karena mudah terpancing hawa nafsu, adapun faktor eksternal dimana Yuni dan Yoga melakukan hal tersebut karena pengaruh dari lingkungannya (Nurbayani 2021). Unit analisis ke-5 memperlihatkan Yuni yang berkelahi dengan teman sekelasnya karena dirinya dituduh/ difitnah mengambil casing handphone yang berada di depan kelas, tidak hanya dituduh Yuni juga diejek oleh teman sekelasnya itu.

Yuni yang tidak terima langsung menengok kearah belakang dan perkelahian terjdi. Pada kejadian ini faktor internal dan eksternal menjadi faktor yang mendorong Yuni melakukan hal tersebut, dalam faktor internal Yuni tidak dapat mengontrol emosi dirinya yang terus-terusan diejek, di sisi lain lingkungan di sekolah pun menjadi faktor utama dirinya menjadi marah, teman sekelas yang seharusnya dapat diajak bekerjasama, malah meledek dan menuduh Yuni mengambil casing handphone miliknya tanpa bukti yang jelas (Nurbayani 2021).

Kesimpulan:  Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dianalisis, makan penleliti menyimpulkan terhadap pentingnya mempelajari perilaku menyimpang dan faktor yang menjadi latar belakang perilaku menyimpang dalam Fillm Yuni. Adegan yang telah dibagi tersebut dianalisis menggunakan analisis semiotika Ferdinand de Saussre melalui penanda dan petanda, tanda-tanda yang menjadi bahan analisis peneliti adalah audio visual yang terindikasi suatu perilaku yang menyimpang. Perilaku menyimpang ini terlihat dari para pemeran yang ada dalam film Yuni dimana hal tersebut terjadi dengan keadaan sadar maupun tidak sadar dan juga terdapat faktor pendorong sehingga terjadinya perilaku menyimpang.

Ø  Penanda dan Petanda Perilaku Menyimpang

Pada unit analisis terdapat aspek yang dapat dikategorikan sebagai perilakumenyimpang, aspek tersebut adalah; Seks di Luar Nikah, Alkoholisme, Malas belajar. Seluruh aspek tersebut merupakan perilaku menyimpang yang dikategorikan kedalam kenakalan remaja yang dilakukan oleh para pemeran dalam film Yuni.

 

Ø  Faktor Latar Belakang Terjadinya Perilaku Menyimpang

Ketika berbicara tentang akibat tentu terdapat sebab-musabab yang menjadi latar belakang terjadinya perilaku menyimpang, faktor internal dan eksternal menjadi latar belakang bagi para pelaku yang melakukan perilaku menyimpang. Pengendalian diri sendiri tentu menentukan baik dan buruknya perilaku yang dilakukan hal tersebut yang menjadi faktor internal ketika terjadinya perilaku menyimpang. Pengaruh lingkungan juga menentukan seseorang atau suatu kelompok berperilaku menyimpang atau tidaknya, hal tersebut dikarenakan ketika seseorang masuk atau berada di dalam suatu tempat yang sedang disinggahin, orang tersebut akan mengikuti kebiasaan di tempat itu, hal tersebut yang enyebabkan terjadinya perilaku menyimpang oleh faktor eksternal

 

6.     Jurnal 6

Judul: REPRESENTASI PERILAKU MENYIMPANG DALAM PENDIDIKAN SEKOLAH PADA FILM ‘BAD GENIUS THE SERIES’(ANALISIS SEMIOTIKA FERDINAND DE SAUSSURE)

Objek: perilaku  menyimpang  dalam  pendidikan  sekolah  direpresentasikan  dalam  film  Bad  Genus  The Series.

Pendekatan: perilaku  menyimpang  dalam  pendidikan  sekolah  direpresentasikan  dalam  film  Bad  Genus  The Series.

Analisis:   Film  Bad  Genius  The  Series  dalam  penelitian  ini  adalah  karena film  ini dinilai  sangat  menarik  dalam  menampilkan  isu  tentang  pendidikan  yang  terjadi  di  Thailand  serta dapat   dirasakan   juga   di   Indonesia,   seperti   flim   5   cm   yang   mengambarkan   eratnya   suatu persahabatan (Handayani,  Lukmantoro,  &  Naryoso,  2013).  Film  series  ini  memberikan  gambaran detail  mengenai  perilaku-perilaku  menyimpang  yang  masih  sering  terjadi  disekitar  kita  dalam pendidikan  melalui  cara-cara dan  juga  komunikasi  yang  unik.  Serta  pendramatisiran  film  yang bagus  sehingga  berhasil  mengajak  penonton  untuk  melihat  kembali  perilaku  yang  tidak  terpuji pada saat sekolah. Film sebagai salah satu bentuk dari media massa menarik minat penonton dalam mengkonsumsi  informasi  dengan  cara  yang  berbeda  dengan  media  lainnya.  Selain  itu,  pesan  yang disampaikan oleh para penggarap film yang dituangkan kedalam sebuah cerita yang alurnya dekat dengan   kehidupan   dan   lingkungan   masyarakat.   Pembentukan   karakter   yang   menjadi   sebuah elemen-elemen  penting  yang  mengemas  semua  konklusi  dari  ide  sang  sutradara  tersampaikan dengan  baik,  dari  segi  sosio-edukasi  hingga  sosio-ekonomi,  lewat  permainan  ekspresi  dari  awal kemunculan hingga adegan-adegan pamungkas Bad Genius The Seriesyang membawa sebuah nilai lebih besar lagi soal orangtua sebagai rumah pertama yang menentukan arah didikan kita. Film seringkali memperngaruhi dan memberikan dampak kepada masyarakat sehingga film dapat  membentuk  masyarakat  sesuai  dengan  muatan  pesan  yang  ada  di  dalamnya(Alex  Sobur, 2013).  Film  tidak  akan  mendapat  pengaruh  apa-apa bilamata  tidak  ada  pesan  dan  kesan  di dalamnya,   seolah-olah masyarakatmenjadi   bagian   dari   flim   itu   sendiri.   Film   merupakan serangkaian  gambar  diam  serta  representasi  sosial  yang  memiliki  tanda  yang  dapat  digunakan untuk  berkomunikasi.  Sebagai  mana  film  yang  merupakanbagian  dari  media  komunikasi  yang digunakan   sebagai   saran   menyampaikan   isi   pesan   tertentu   melalui   cerita,   latar   belakang, penokohan,  maupun  gambaran  tentang  suatu  keadaan  yang  spesifik.  Film  seringkali  melibatkan konsep tanda-tanda, symbol secara visual untuk menyampaikan sebuah pesan yang terkandung.

Hasil Analisis: Berdasarkan  dari  data-data  yang  telah  dikumpulkan  oleh  peneliti  melalui  scene  dan  juga dialog dalam film “Bad Genius The Series” yang telah dianalisis menggunakan teori semiotika Ferdinand De Saussure melalui tanda, penanda, dan petanda. Peneliti menemukanbeberapa bentuk yang merepresentasikan perilaku menyimpang yang dilakukan oleh para siswa dalam “Bad Genius The Series” beberapa diantaranya adalah sebagai berikut : Melihat  atau  menyontek  jawaban  milik  orang  lain.  Perilaku  tersebut  terlihat  pada  siswa-siswa yang menyontek jawban dengan teman sekelas mereka. Memberikan jawaban ujian kepada teman yang lain. Tindakan ini dilakukan oleh siswa yang kerap  memberikan  jawaban  ujian  kepada  teman-temannya  dengan  memanfaatkan  benda  sekitar seperti  penghapus,  jam dinding,  pensil,  handphone,  speaker  sekolah,    dan  menggunakan  strategi yang telah ia buat. Menghindari  dan tidak  mematuhi  peraturan  yang  sudah  ditetapkan  untuk  pelaksanaan ujian.  Peraturan yang  sudah  dibuat  dan  ditetapkan  seharusnya  tidak  dilanggar  berbeda  halnya dengan siswa yang berada dalam series ini selalu melanggar peraturan seperti dilarang menyontek, dilarang membawa alat komunikasi, dilarang bekerjasama saat melaksanakan ujian. Melakukan tindakan tidak terpuji. Tindakan tersebut tercermin dalam adegan dimana salah satu siswa melakukan  tindakan suap berupa uang dan mereka selalu berbobong.

Kesimpulan: Pada   hasil   penelitian   menunjukkan   bahwa   peneliti   menemukan   empat   bentuk   yang merepresentasikan  perilaku  menyimpang  yang  dilakukan  oleh  siswa  dalam  film “Bad Genius The Series”. Dapat disimpulkan dari empat bentuk yang telah ditemukan oleh peneliti yaitu Melihat atau menyontek  jawaban  milik  orang  lain,  Memberikan  jawaban  kepada  teman  lain,  Menghindari  dan tidak  mematuhi  peraturan  yang  sudah  ditetapkan  untuk  pelaksanaan  ujian,  Melakukan  tindakan tidak  terpuji  bahwa  melalui  bentuk-bentuk  tersebut  perilaku  yang  telah  mereka  lakukan  dapat menyebabkan  kerugian  bagi  diri  mereka  sendiri  serta  kerugian  bagi  orang  lain.  Kerugian  yang mereka  dapatkan  adalah  seperti  dikeluarkan  dari  sekolah,  di  blacklist  dari  daftar  ujian,  memiliki catatan  criminal  serta  merugikan  pihak  lain  yang  akan  mendapatkan  imbas  atau  masalah  dari perbuatan yang mereka lakukan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

7.     Jurnal ke 7

Judul: Pesan Komunikasi Politik dalm Film Suara April (Analisis Semiotika Model Ferdinand de Saussure)

Objek: pesan komunikasi politik dalam film Suara April berdasarkan analisis semiotika model Ferdinand de Saussure.

Pendekatan: kualitatif dan metode deskriptif.

Analisis: film Suara April terdapat tanda-tanda pesan komunikasi politik secara linguistik baik dalam bentuk verbal dan nonverbal, terutama pada jenis pesan yang mengandung retorika dan iklan politik.

Hasil Analisis:

Membaca judulnya memang menarik, Suara April secara garis besar menggambarkan hak pilih rakyat pada pemilu April 2019. Film ini menceritakan tentang suasana pemilu yang berakhir kericuhan, namun berbeda dengan dunia nyata, film ini mempunyai penyelesaian maslah dengan bergabungnya kedua calon legislatif dengan sloga “Pemilu Sehat”. Penulis meneliti mengenai simbol atau tanda yang mengandung pesan komunikasi politik. Ada tiga jenis pesan

dalam berkomunikasi khususnya politik yaitu retorika, iklan politik, dan propoganda. Dalam film ini hanya terdapat jenis retorika dan iklan politik. Pesan dalam bentuk retorika terdapat dalam setiap scene yang berkaitan dengan seni berkata-kata dan berbicara.

Scene 1, terdapat retorika dalam bentuk nonverbal yaitu berupa teks pada slogan. Spanduk 1:“Dari warga untuk warga. Mari majukan pendidikankita.”Spanduk 2: “Saya memiliki integritas dan jiwa kepemimpinan.”. Sebenarnya fokus utama semiotik adalah teks.71 Meskipun kemudian berkembang pada citra-bunyi seperti pendapat dari Saussure. Di balik setiap teks memiliki makna, seperti teks pada kedua spanduk tersebut memberi gambaran kasar tentang kepribadian kedua caleg. Rosalina, dengan slogan “Dari warga untuk warga. Mari majukan pendidikankita”, didukung dengan warna merah muda yang mencerminkan kelemahlembutan, serta bentuk font yang miring juga senyum anggun, mempresentasikannya sebagai sosok yang lemah-lembut dan peduli dengan warga.

Slogan milik Jimmy, dengan slogan “Saya memiliki integritas dan jiwa kepemimpinan”mempresentasikan wataknya yang sombong dan angkuh, didukung dengan spanduk berwarna hitam dicampur dengan oren dan merah. Dalam bahasa psikologi hitam berarti percaya diri, oren berarti semangat, dan merah berarti kuat, berenergi, dan penuh gairah. Watak Jimmy dalam film Suara April terlihat seperti makna-makna warna yang dipaparkan di atas.

Adapun scene 2, scene 3, scene 4 dan scene 5 menggambarkan bagaimana suasan kampanye menjelang pemilu. Para caleg melakukan berbagai cara agar mendapatkan banyak suara masyarakat. Pada scene 2 tampak Jimmy turun ke pasar untuk berinteraksi dengan masyarakat secara langsung. Dalam komunikasi, khususnya politik, ini disebut komunikasi secara persuasif. Komunikasi persuasif bisa dalam iklan politik dan juga retorika. Dalam tindakan Jimmy ini sebelumnya ia perlu untuk: menganalisa khalayak, menetapkan sasaran, menetapkan strategi, dan melancarkan metode persuasif terlebih dahulu agar tujuannya tercapai.Jimmy turun ke pasar dan masyarakat melihatnya secara langsung membangun citra Jimmy sebagai pribadi yang interaktif dengan masyarakat. Adapun scene 3, Rosalina berkampanye secara terbuka di depan khalayak dengan cara menyampaikan informasi secara langsung. Interaksi di sini tidak seintim interaksi Jimmy di scene 2, namun ia bisa lebih menjangkau khalayak secara luas. Rosalina kompak bersama tim suksesinya menggunakan warna merah muda (pink) sebagi simbol mereka. Merah muda mempresentasikan kelemahlembutan dan feminimisme. Sebagai, seseorang harus memiliki pendirian yang tegas dan percaya diri. Calon pemimpin seharusnya memerhatikan lebih detail hingga ke baju yang aka dikenakan. Scene 4 menggambarkan bagaimana agresifitas Jimmy dengan trik-trik politik yang ia pakai, di sini yaitu dengan cara membagikan sembako. Dari ini bisa dilihat bahwa Jimmy menyukai cara yang instan dan curang.

 

 

 

Kesimpulan: Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan, film Suara April kaya Emil Heradi dan Wicaksono Wisnu Legowo yang memegang hak cipta dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) ini mengandung beberapa unsur pesan komunikasi politik yang berupa tanda-tanda atau simbol-simbol yang telah dijelaskan dalam studi Semiotika. Penulis melakukan analisis semiotika Saussure pada 10 scene yang mengandung pesan komunikasi politik berdasarkan signifier (penanda) dan signified (petanda) dan membuat kesimpulan bahwa meskipun film ini bercerita mengenai politik, tetapi tidak semua scene mengandung unsur politik dan tentunya terdapat tanda-tanda atau simbol-simbol yang dapat dipelajari dan memiliki makna tertentu yang tentunya berhubungan dengan pesan komunikasi politik.

8.     Jurnal 8

Judul: Representasi iman dalam film kafir (Analisis Semiotika Ferdinand De Saussure)

Objek: Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diungkapkan, maka penulis tertarik untuk melakukan  kajian  mengenai  Representasi  Iman  dalam  Film  Kafir  dengan  rumusan  masalah sebagai berikut:

1.Bagaimana konsep iman dalam analisis film kafir?

2.Bagaimana  mengetahui  tanda  dan  petanda  iman  dalam  film  kafir  dengan  model Ferdinand De Saussure?

3.Bagaimana realitas sosial yang terjadi dalam analisis film kafir ?

Pendekatan:  teori tanda Ferdinand de Saussure digunakan  guna  mengetahui  makna  tanda  dalam  film  kafir  dengan  analisis Signifier dan Signified.

Analisis: Representasi  Iman  dalam  Film  Kafir

Hasil Analisis: Film Kafir yang merupakan objek pada penelitian ini adalah scene-scene yang mana sudah ditentukan oleh peneliti untuk digali. Berikut tanda-tanda keimanan yang ada dalam film kafir di antaranya yaitu: Iman Kepada Qadha dan Qadar Allah. Ini termasuk dalam rukun iman yang  ke  6  dalam ajaran  agama  Islam.  Dalam  point  qodha  dan  qadhar  yang  dimaksud  dalam film  ini adalah  kematian.  Kematian  merupakan  sebuah  takdir  yang  tidak  bisa  dihindari  bagi mahluk yang hidup. Kematian merupakan misteri takdir dari Tuhan Allah, tidak ada yang tahu kapan, dimana dan dengan cara apa manusia akan mati.Musibah kematian memangsering memberikan kepedihan yang sangat bagi keluarga yang ditinggalkan.   Terkadang   kepedihan   yang   dirasakan   merupakan   sebuahungkapan ketidakhalalandari  keluarga  yang  ditinggalkan,  terlebih  lagi  jika  salah  satu  keluarganya meninggal  dengan  tidak  wajar  seperti  dalam  kisaf  film  kafir  ini.  Ditinggalkan  orang  yang disayangi  merupakan  salah  satu  ujian  yang  telah  Allah  berikan.  Terlebih  lagi  adalah  urusan kematian.  Sebagai  umat  Islam  kita  tahu  bahwa  Allahlah  yang  maha  menghidupkan  dan mematikan   segala   sesuatu   yang   hidup.   Artinya   bahwa   hidup   matinya   manusia   yang menentukan adalah Allah bukan dukun ataupun manusia lainya. Dalam synopsis ini, sang ibu dan  temanya  yang  bernama  Laila  percaya  bahwa  dengan  bantuan  dukun,  mereka  bisa membantu mengabulkan keinginannya termasuk dalam urusan kematian dan jodoh.Santet  dan  guna-guna  merupakan  cara  yang  paling  ampuh  untuk  menentukan  nasib seseorang. Misalnya orang yang menyewa jasa dukun untuk membunuh tanpa terlibat langsung dengan target sasarannya, maka si penyewa dukun tersebut akan memakaijasa ilmu santet yang dimiliki oleh dikui tersebut untuk membunuhnya. Sedangkan untuk memikat seseorang, supaya orang tersebut jatuh ke pelukan tangan kita, maka jasa ilmu guna-gunapun menjadi andal nya. Inilah yang dilakukan oleh Sri dan laili, mereka menggunakan jasa dukun untuk mewujudkan aksinya.Selain scene masalah keimanan, di film ini juga menceritakan tetang fenomena  yang terjadi  di  masyarakat  yang  lebih  banyak  percaya  pada  orang  yang  memiliki  kekuatansupranatural  atau  lebih  tepatnya  supranatural  negative  (dukun).  Percaya  selain  kepada  Allah dalam  ajaran  Islam  merupakan  sebuah  perbuatan  dosa syirikbesar  dan  dosanya  sulit  untuk diampuni.  Dosa  syirik  sendiri  hanya  bisa  dihapus  dengan  cara  taubat  nasuha,yakni  tobat sebenar-benarnya dan berjanji tidak akan pernah mengulangi perbuatannyakembali. Tidak ada kekuatan   lain   yang   bisa   membatu   manusia   untuk   menyelesaikan   masalahnya,   kecuali pertolongan dan kekuatan dari hyang maha dahsyatyang menguasai dan merajai alam semesta ini, yakni kekuatan Allah. Seperti yang tercantum dalam Q.S al fatihah, yang artinya Ya Allah hanya kepadamulah kami menyembah dan meminta pertolongan.Kehebatan Tuhan Allah sebagai sumber kekuatan yang maha dahsyat, taka da satupun yang menyerupai nyaterdapat dalam dialog ketika Sri terbangun dari tidurnya akibat gangguan gaibkemudian secara tidak sengaja sempat akan membaca ayat kursi sebagai perlindungan dari mahluk-mahluk gaibyang mengganggunya. Perlu diketahui, Al-Qur’anmerupakan penolong bagi manusia yang mau membacanya. Ini adalah salah satu karomah dari kitab suci Al Qur’an. Sebetulnya karomah dari Al Qur’an masih banyak, selain menjadi penolong, dia juga bisa menjadi pelita manusia ketika manusia sudah meninggal.Berkaitan  dengan  signified  saurse  dalam  film  ini  adalah  gambaran  mental  yang diperankan  oleh  masing  masing  tokoh  dan  daya  fikirnya  yang  memiliki  atau  mempunyai komunikasi  tersendiri  untuk  menyampaikan  pesan  yang  tersirat.  Misalnya  pada  peran  Jarwo setidaknya signified yang melekat padanya ada dua, yang pertama adalah dia seorang dukun, maka konotasi nyaadalah dia merupakan manusia yang memuja syaitandan berteman dengan syaitan. Namun disisi lain, ada beberapa kalimat Jarwo yang bermakna positifyaitu ketika dia memberitahukan kepada Sri bahwa Al Qur’an adalah penolong manusia dan kekuatan tertinggi hanya dimiliki oleh Allah.Signified adalah gambaran mental, yakni pikiran atau konsep aspek mental dari bahasaSignified  atau  petanda  adalah  penjelasan  dari  konsep  itu  sendiri.  Dengan  demikian  agar komunikasi   terjadi   dan   dipahami,   antara   pemberi   dan   penerima   komunikasi   harus menggunakan  tanda  dan  simbol  yang  sama.  Baik  Sri  maupun  Laili  dan  Jarwo  merupakan orang-orang yang terlibat satu sama lain yang dimana ketiga orang tersebut sama-sama terlibat dalam praktek “ilmu hitam” entah sebagai pelaku ataupun pengguna jasa Dukun. Yang menjadi signified disini adalah “dukun dan ilmu hitam”.Sedangkan untuk Realitas Sosial adalah makna sebenarnya dari penanda dan petanda. Keberadaan  tanda  dan  petanda  jika  disatukan  akan  memunculkan  realitas  sosial.  Yaitu munculnya pengertian sebuah makna yang ada setelah petanda dan penanda menjadi satu, atau bisa  dipahami  maksud  dari  penyampaian  pesan  yang  diterima.  Maka  realitas  dalam  film  ini adalah ketika Sri dan Laili melakukan apa yang diperintahkan oleh dukun tersebut, misalnya menyantet dan mengguna-guna. Artinya bukan hanya sekedar wejangan kembali, akan tetapi sudah  pada  tahapan  sebuah  aksi  sehingga  memunculkan  sebuah  realita  yang  nyata  dalam kehidupan.

Kesimpulan:

Penulis   telah  memaparkan   dan   menganalisis   data   yang   telah   dijelaskan   pada   bab sebelumnya, maka penulis memperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1.     Film  kafir adalah  film  yang  disutradarai oleh  Azhar  Kinoi  Lubis  mengisahkan  tentang keimanan yang dimiliki oleh masing-masing tokoh dalam film kafir.Namun, dalam film ini tidak hanya menyuguhkan tanda keimanan yang enam, melainkan keimanan terhadap hal yang ghaib seperti perbuatan yang menyekutukan Allah yang diperankan oleh tokoh Jarwo, Leila, dan Hanum.

2.     Tanda dan petanda dalam film kafir mengenai salah satu keimanan yang enam adalah:

1.     Iman  Kepada  Qada  dan  Qadar  Allah,  makna  signifier  dan  signified  digambarkan  oleh tokoh Sri, Andi dan Dina yang menerapkan sikap tawakal kepada Allah, dan meyakini bahwa  ayahnya  sudah  dipanggil  Allah.

2.     Iman  Kepada  Kitab-kitab  Allah,  makna signifier  dan  signified  digambarkan  oleh  tokoh  Sri  denganbacaan  ayat  qursi  untuk melindungi dirinya.

3.     Realitas sosial tanda iman yang dimiliki oleh para tokoh dalam film kafir.

Ø  Iman kepada qadha  dan  qadar  Alah  dalam  film  realitas  sosialnya  adalah  saat  kepala  keluarganya meninggal  secara  tiba-tiba,  keluarga  Sri  memilih  untuk  tawakal  meski  merasakan keanehan saat kepala keluarganya itu meninggal.

Ø  Sri mempercayai bahwa pertolongan hanya    datang    dari    Allah    melalui   ayat-ayat    Al-qur’an  sehingga  dia  lansung membacakanya di saat ada sesuatu yang membuat jiwanya tidak tenang.

 

9.     Jurnal 9

Judul: Analisis Semiotik Ferdinand de Saussure Terhadap Nilai-Nilai Da’wah Pada FilmNussa dan Rara

Objek: penanda  dan  petanda  nilai-nilai  dakwah yang  terkandung  dalam  film Nusa Dan Rara.

Pendekatan: kualitatif dengan  metodeanalisis semiotika  terhadap  dialog,  potongan-potongan  gambar,  suara,  atau  bunyi-bunyian  yang terdapat pada film animasi Nussa dan Rara.

Analisis: untuk  mengetahui gambaran  umum  film  animasi  Nussa  dan  Rara,  penanda  dan  petanda  nilai-nilai  dakwah yang  terkandung  dalam  film  tersebut,  dan  sinopsis  pesan  dakwah dan  komunikasi di dalamnya.

Hasil Analisis: Pertama, Film Nussa  dan Rara  dinaungi  oleh  Rumah Produksi  The Little  Giantz  pada  channel  Youtube Nussa  Official.  Konsep  dasar  ide  dari  pembuatan  film  tersebut  adalah  membuat  suatu konsep Islamic thing. Kedua, pada episode #BaikItuMudah, penulis menemukan tigascene yang menggambarkan adab dan akhlak, yaitu menjelaskan tentang berkata baik dan sopan, mendoakan  yang  baik-baik,  dan  berjuang  serta  berusaha. Ketiga,  tokoh  dalam  episode Pertama, Film Nussa  dan Rara  dinaungi  oleh  Rumah Produksi  The Little  Giantz  pada  channel  Youtube Nussa  Official.  Konsep  dasar  ide  dari  pembuatan  film  tersebut  adalah  membuat  suatu konsep Islamic thing. Kedua, pada episode #BaikItuMudah, penulis menemukan tigascene yang menggambarkan adab dan akhlak, yaitu menjelaskan tentang berkata baik dan sopan, mendoakan  yang  baik-baik,  dan  berjuang  serta  berusaha. Ketiga,  tokoh  dalam  episode

Kesimpulan: Film ini dinaungi oleh Rumah Produksi The Little Giantz, akun Youtube dengan nama  channel  Nussa  Official,  pada  salah  satu  video  yang  di  upload  pada tanggal 04 Januari 2019 yang berjudul ‘’Nussa : Behind The Scene. Konsep dasar ide  dari  pembuatan  film  animasi  Nussa  dan  Rara,  yaitu  membuat  suatu  konsep Islamic  thing. Pada  film animasi  Nussa  dan  Rara,  penulis  menemukan tigascene yang  menggambarkan  adab  dan  akhlak, yaitu scene yang  menjelaskan  tentang berkata baik dan sopan, scene mendoakan yang baik-baik, dan scene berjuang serta berusaha.Tokoh yang ada dalam film tersebut ’yaitu Umma, Nussa, Rara, dan Anta. Durasi  episode  ini ialah  06:52  menit.  Episode  ini  menampilkan  pesan  adab  dan akhlak  yang  baik.Pada  film  Nussa  dan  Rara menunjukkan penanda  dan  petanda nilai-nilai dakwah yang terkandung dalam film, serta mengandungsinopsis pesan dakwah dan komunikasi.

10.  Jurnal 10

Judul: INTERPRETASI ESTETIKA BUDAYA JEPANG DALAM FILM THE WOLVERINE MELALUI SEMIOTIKA FERDINAND DE SAUSSURE

Objek: FILM THE WOLVERINE

Pendekatan: penelitian kualitatif

Analisis: Bagaimana interpretasi estetika budaya Jepang yang ditunjukkan di dalam film The Wolverine ?

Hasil Analisis : Film The Wolverine ini merupakan sebuah film Hollywood yang memiliki latar tempat di Jepang. Di dalam film ini terdapat beberapa estetika budaya Jepang yang ditampilkan. Setiap estetika budaya yang disajikan dalam film memiliki makna tersirat. Pada bagian ini akan dijelaskan hasil analisis mengenai unsurunsur estetika budaya Jepang yang terdapat dalam film The Wolverine yang akan diidentifikasi menggunakan semiotika Ferdinand De Saussure, sebagai berikut:

Data 1

bentuk tanda, penanda, dan petanda yang ada pada gambar 4.1. Tanda pada gambar 4.1 adalah (1) sikap duduk Wolverine, (2) bonsai, (3) pintu terbuka, (4) pohon, (5) pakaian gaya barat, dan (6) rumah khas Jepang. Penanda pada gambar 4.1 adalah (1) Wolverine yang sedang duduk dan melihat ke arah benda yang berada di depannya, (2) bonsai yang berada didalam ruangan, (3) pintu yang terbuka yang memperlihatkan ruangan-ruangan yang berada di luar dan teras rumah, (4) pepohonan yang berada di teras terlihat dari dalam ruangan, (5) Wolverine yang tidak memakai pakaian khas Jepang dan sandal Jepang, dan (6) desain rumah bergaya Jepang yang ditandai dengan adanya dinding dan lantai kayu khas Jepang, hiasan vas bunga, dan hiasan pohon bonsai. Sedangkan, petanda pada gambar 4.1 adalah (1) ada suatu hal yang menarik perhatian Wolverine yang berada di depannya yang tidak pernah dilihat sebelumnya, (2) pohon bonsai atau pohon kerdil khas Jepang yang berfungsi sebagai hiasan di dalam ruangan yang memiliki makna sebagai lambang keharmonisan dari alam semesta. Hal ini juga menunjukkan bahwa pemilik rumah tersebut menyukai keseimbangan alam yang di representasikan dalam bentuk bonsai, (3) tidak terlihat adanya pintu ruangan menandakan bahwa pemilik rumah yang menyukai tempat terbuka agar dapat memberikan kesejukan di dalam ruangan dan bisa menyatu dengan dengan keadaan alam, (4) pepohonan yang berada di teras terlihat dari dalam ruangan rumah yang menunjukkan bahwa pemilik rumah menyukai alam dan keindahan dengan menanam pepohonan disekitar rumah, (5) Wolverine tidak memakai pakaian dan sandal khas Jepang tetapi memakai pakaian dan sepatu gaya barat yang menunjukkan bahwa Wolverine tidak berasal dari Jepang, dan (6) desain rumah khas Jepang yang ditandai dengan pemakaian dinding dan lantai yang terbuat dari kayu serta beberapa hiasan ruangan yang mencerminkan khas Jepang menunjukkan bahwa pemilik rumah sangat menjunjung tinggi dan menghargai budaya maupun hal-hal yang khas dengan Jepang sehingga diterapkan di dalam rumahnya. Dari beberapa tanda tersebut yang menjadi fokus perhatian utamanya yang merupakan bagian dari estetika budaya Jepang adalah pohon bonsai dan didukung dengan beberapa tanda lainnya. Pohon bonsai sendiri memiliki nilai estetika pada budaya Jepang terbukti bahwa pohon bonsai merupakan pohon yang mencerminkan keharmonisan alam semesta. Dalam keharmonisan alam semesta tersebut memiliki unsur utama yaitu langit, bumi, dan manusia. Titik tertinggi dari bonsai yang melambangkan langit, bagian tengah dari bonsai yang melambangkan manusia, dan titik terendah dari bonsai yang melambangkan bumi. Selain itu, bonsai juga termasuk bagian dalam konsep wabi sabi Jepang. Konsep wabi sabi sendiri memiliki makna kesepian, kesendirian, dan kesederhanaan. Dari estetika budaya yang berupa pohon bonsai serta penanda dan petanda yang mendukung gambar 4.1 dapat membentuk suatu makna yaitu pemilik rumah tersebut menyukai keharmonisan dari alam semesta yang ditunjukkan dalam tanda gambar 4.1.

Kesimpulan: Dari penelitian yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dalam film The Wolverine terdapat berbagai tanda yang berkaitan dengan estetika budaya Jepang, yang dikaji melalui teori Ferdinand De Saussure, yaitu bonsai yang melambangkan keharmonisan dari alam semesta, kendo yang merupakan seni bela diri memiliki semangat dan ambisi yang kuat serta menerapkan nilai-nilai bushido layaknya seorang samurai, ofuro yang menjadi tradisi khas Jepang yang tetap dipertahankan, ojigi yang berfungsi sebagai komunikasi non verbal yang biasa digunakan orang Jepang ketika salam, penghormatan, ucapan terimakasih, ungkapan permintaan maaf, dan ungkapan penyesalan, dan tatacara menggunakan sumpit di Jepang dan larangan penggunaan sumpit yang merupakan bagian dari table manners khas Jepang. Dari estetika budaya Jepang yang telah ditemukan dalam penelitian ini dapat menginterpretasikan bahwa dalam film The Wolverine ini masyarakat Jepang sangat menjunjung tinggi nilainilai budaya dan tradisinya. Selain itu juga, Jepang diperlihatkan sebagai negara maju yang memiliki kemampuan setara dengan negara lain. Namun, masyarakatnya masih memegang teguh tradisi dan melestarikan budaya yang menjadi ciri khas dari negara Jepang. Hal ini yang seharusnya dapat ditiru oleh negara lain agar tradisi dan budayanya tidak akan hilang seiring berkembangnya jaman.

11.  Jurnal 11

Judul: MAKNA PUISI WIJI THUKUL DALAM FILM “ISTIRAHATLAH KATA-KATA” DENGAN PENDEKATAN SEMIOTIKA FERDINAND DE SAUSSURE

Objek: Makna Puisi Wiji Thukul

Pendekatan: pendekatan kualitatif.

Analisis:

Ø  Mengetahui struktur puisi Wiji Thukul dalam film “ Istirahatlah KataKata”.

Ø  Mengetahui makna puisi Wiji Thukuldalam film “Istirahatlah KataKata”.

                        Hasil Analisis:

Perlawanan Atas Tindakan Orde Baru Puisi Istirahatlah Kata-Kata yang terinspirasi dari

kondisi sosial mempunyai makna implisit, seperti yang terdapat dalam bait di bawah ini:

Jangan menyembur-nyembur Orang-orang bisu Kembalilah kedalam Rahim Segala

tangis dan kebusukan Pertama, refleksi gerakan yang telah dijalankan berangkat dari

salah satu tesis dasar dialektika bahwa diam pun adalah gerak. Demikian pula makna

istirahat bukan berarti tidak melakukan apa-apa.

Sebaliknya, yang diistirahatkan sebagai teriakan kata-kata kritik terhadap rezim yang mewujudkan dalam aksi-aksi demonstrasi. Istirahat bermakna refleksi, evalusi atas langkah-langkah yang sejauh ini telah di lakukan. Untuk mengukur seberapa kekuatan kelompok Wiji Thukul dan sebesar apa kekuatan musuh, serta menganalisa situasi aktual yang terjadi. Dalam sunyi yang meringis Tempat orang-orang mengikari Menahan ucapanya sendiri Tidurlah, kata-kata Kita bangkit nanti Kedua, strategi menghimpun kekuatan dan mempersatuakan gerakan. Selain evaluasi, di dalam kata istirahat tersebut mengandung makna: merumuskan kembali srategi yang akan dilakukan ke depan. Selain itu, secara objektif perlu adanya konsolidasi antara kelompok-kelompok gerakan yang berlawanan, terlebih di antara berbagai daerah yang kala itu belum menjalin konsolidasi. Persatuan antara seluruh elemen rakyat tertindas mutlak diperlukan untuk menghantam lawan yang masa itu begitu kokoh dalam kekuasaan dan ditopang secara penuh oleh struktur yang sangat kuat. Hal ini dapat dilihat dari penggalan bait keempat puisi tersebut, “menghimpun tuntutan-tuntutan, yang miskin papa dan dihancurkan.” Menghimpun tuntutan-tuntutan Yang miskin papa dan dihancurkan Nanti kita akan mengucapkan  Bersama tindakan Bikin perhitungan Tak bisa lagi ditahan-tahan. Ketiga, perjuangan yang tidak pernah berhenti dan akan terus dilanjutkan. Istirahat bukan berarti berhenti, namun justru akan dilanjutkan dengan kekuatan yang lebih dahsyat. Makna ini tersirat dari bait ke-4, “nanti kita akan mengucapkan, bersama tindakan, bikin perhitungan. ”Bahwa tak hanya lontaran kata-kata yang akan kembali menyerang namun berwujud dalam satu tindakan nyata. Secara faktual memang begitu adanya, setelah tahun 80-an perjuangan gerakan rakyat semakin terkonsolidasi satu dengan yang lain. Wiji Thukul sendiri pada tahun 1996 juga ikut menggagas berdirinya Partai Rakyat Demokratik sebagai wadah persatuan bersama, berbagai sektor rakyat yang menentang kediktatoran orde baru. Hingga jatuhnya Soeharto pada bulan Mei 1998. Istirahat bukan berarti menyudahi, istirahat bermakna menghela nafas sejenak, menghimpun kekuatan kemudian memukul lebih keras. 2. Ketidakadilan Sosial Jika dilihat dari tanggal pembuatan puisi pada 11 Agustus 1996. Maka, menunjukan waktu itu Thukul dalam masa pelarianya yang pertama. Awal Agustus, masa dimana Thukul memutuskan untuk meninggalkan tempat tinggalnya. Hal ini dikarenakan kondisi konfrontasi Thukul dengan pemerintah sedang memanas. Alasan Thukul dijadikan buronan oleh pemerintahan karena pergerasakan Wiji Thukul dianggap sangat mengganggu keamanan Negara. Puisi-puisi karya Wiji Thukul yang mengandung banyak makna konfrontasi itulah yang menyebabkan Wiji Thukul melarikan diri. Kuterima kabar dari kampong Rumahku kalian geledah Buku-buku kalian jarah Dari baris pertama tentu Thukul sangat tersiksa meninggalkan istrinya (Sipon) dan kedua orang anaknya Wani dan Fajar Merah, untuk bertemu keluarganya ia harus melakukanya dengan sembunyi-sembunyi. Jika kita teliti pemaknaan puisi bait pertama adanya penggeledahan buku-buku dijarah, interogasi keras terhadap keluarga. Tindakan pemerintahan tersebut dikatakan tidak memanusiakan manusia hal ini cukup ironis jika dilihat dari peristiwa penggeledahan di rumah Wiji Thukul. Tapi aku ucapkan banyak terima kasih Karena kalian telah memperkenalkan sendiri Pada anak-anakku Kalian telah mengajari anak-anakku Membentuk makna kata penindasan sejak dini Bait kedua diawali dengan tapi aku ucapkan terima kasih. Hal tersebut justru ditanggapi dengan ucapan terima kasih. Ucapan terima kasih tersebut merupakan sindiran perlakuan yang dilakukan pemerintah terhadap para aktivis. Aparat bersikap tidak adil terhadap warga Indonesia yang menajaga keamanan negara namun malah bertindak sebagai bentuk penindasan. Dari bait itu Wiji Thukul mengatakan bahwa perlakuan pemerintah terhadap dirinya yang disaksikan keluarga dan tetangga-tetangganya justru membenarkan kesewenangwenangan pemerintah terhadap rakyat (sesuai puisi Wiji Thukul). Ini tak diajarkan disekolahan Tapi rezim sekarang ini memperkenalkan Kepada semua kita Bait selanjutnya, yaitu ini tidak diajarkan di sekolahan. Lirik ini bermakna bahwa bentuk kegiatan yang menyudutkan nama baik pemerintahan tidak diajarkan disekolahan, yang diajarkan adalah kebaikan-kebaikannya saja. Hal ini dapat dikatakan sebagai hegemoni pemerintah orde baru terhadap rakyat. Banyak yang memutar balikan atau bahkan menutup-nutupi sejarah. Salah satunya dengan membatasi buku-buku bacaan atau bahkan menjauhkan generasi muda dari referensi sejarah. Tapi rezim sekarang ini memperkenalkan Kepada semua kita Setiap hari dimana-mana Sambil menenteng nenteng senapan Baris selanjutnya adalah tetapi rezim sekarang ini memperkenalkan kepada kita semua. Kata ini bermakna kekejaman militer dan pemerintahan orde baru memang tidak diajarkan disekolah-sekolah. Justru langsung ditunjukan kepada masyarakat. Teror demi teror yang dirasakan para aktivis pada umumnya dan teror yang dirasakan oleh keluarga Wiji Thukul pada khususnya. Teror tersebut berbau militerisme seperti yang tertuang dari bait selanjutnya, setiap hari dimana-mana menenteng senapan makna tersebut mengandung peran militer dalam menangani prahara aktivis yang berkonfrontasi sangatlah besar. Bahkan tak segan segan mereka mengancam dengan menggunakan senapan. Makna kalimat dimana-mana bahwa aparat terus mengawasi para aktivis yang menjadi target operasi dimanapun aktivis itu berada. Kekejaman kalian adalah bukti pelajaran Yang pernah ditulis Wiji Thukul menggambarkan dalam puisi-puisinya di atas adalah bukti kekejaman yang tidak pernah ditulis. Penculikan juga penyiksaan memang terjadi dan ditulis dalam buku-buku sejarah Indonesia. Peristiwa kejam tersebut justru menjadi inspirasi lewat puisi-puisi Wiji Thukul dari puisi-puisi tersebut mempunyai pesan, makna perasaan bahwa Wiji Thukul merasa di terror, melihat kejadian-kejadian masa orde baru

Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian Puisi pada film Istirahatlah Kata-Kata karya Wiji Thukul dengan pendekatan Semiotika Ferdinand de Saussure dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Hasil pembacaan struktur puisi Wiji Thukul dalam Film Istirahatlah katakata yang memliki dua arti perlawanan dan ketidakadilan sosial Tema puisi Istirahatlah kata-kata dan Tanpa judul dalam bercerita tentang Refleksi yang kemudian melakukan aksi. Perenungan yang dijalani oleh Wiji Thukul dalam puisi ini mempunyai arti kontemplasi yang mendalam untuk melakukan gerakan untuk melawan rezim orde Soeharto. 2. Makna Puisi Istirahatlah Kata-Kata mempunyai arti perlawanan dan Puisi “Tanpa Judul” mempunyai arti ketidakadilan sosial karya Wiji Thukul. Puisi yang pertama mempunyai makna perlawanan perenungan yang mencerminkan proses berfikir dan mengatur strategi untuk membuat demonstrasi kembali. Puisi yang kedua adalah Tanpa Judul yang mempunyai makna ketidakadilan sosial member pesan akan kekerasan yang diberikan oleh aparat militer orde baru untuk mengintimidasi dan melakukan tindakan yang melanggar hak asasi manusia.

 

 

 

 

12.  Jurnal 12

Judul: PESAN DAKWAH DALAM FILM ADIT DAN SOPO JARWO EPISODE 1-5

Objek: film Adit dan Sopo Jarwo episode 1-5.

Pendekatan: kualitatif

Analisis: semiotik Ferdninand De Saussure

Hasil Analisis:

1.     Berbakti Terhadap Orang Tua

Signifier:

Bunda : “Adit! Tunggu Nak!” Adit : *memberhentikan sepedanya* “Iya, Bun?” Bunda : “Nih, sekalian kamu bawa Adel ya soalnya Bunda mau masak. Tau sendiri kan adek kamu kalau enggak ada yang ngurusin *memberikan Adel ke Adit* ntar kalau udah ngasih dompet Ayah langsung pulang ya Dit. Jangan kemana-kemana dulu Adel belum mandi soalnya” Adit : “Iya… iya” Bunda : “Terus hati-hati. Jangan ngebut, jangan meleng, jangan lupa liat kanan kiri. Bahaya” Adit : “Iya… Adit jalan ya, Bun. Assalamualaikum” Bunda : “Waalaikumsalam”

Petanda:

Petanda disini sesuai dengan ungkapan atau kata-kata yang diucapkan oleh Adit yang patuh terhadap Bunda.

2.     Saling Tolong Menolong

Signifer:

Dennis : “Adit! Mau kemana?”. Adit : “Mau nyusul Ayah. Dompetnya ketinggalan”. Dennis: “Hah, ketinggalan lagi? Aku ikut dong sampai depan. Mau beli gula nih”. Adit : “Oke, naik”.

Signified:

Petanda disini diungkapkan saat Dennis meminta tolong kepada Adit dan di “iya” kan oleh Adit

Kesimpulan:

Setelah menganalisis dan mendeskripsikan penelitian mengenai tayangan Adit dan Sopo Jarwo episode 1-5, peneliti bisa menyimpulkan beberapa hal:

3.     Dari analisis semiotika Ferdinand De Saussure, yaitu berupa signifier dan signified dalam menghasilkan makna, maka tayangan Adit dan Sopo Jarwo Episode 1-5 ini mengajarkan beberapa pesan dakwah, seperti berbakti atau mematuhi orangtua yang merupakan nilai kesusilaan, saling tolong menolong, menjaga kepercayaan (amanah), tidak mencuri, saling mengingatkan dalam kebaikan, bersyukur, mengucapkan terima kasih, mengucapkan salam, berbagi, tidak berburuk sangka, kesabaran, tanggung jawab, dan kejujuran. Dari makna yang bisa diambil dari tayangan film Adit dan Sopo Jarwo ini, bisa disimpulkan bahwa tayangan ini lebih dominan kepada nilai-nilai sosial yang terdiri dari nilai moral, dan nilai agama. Adapun nilai sosial dan nilai moral ialah akhlak kepada diri sendiri dan akhlak kepada orang lain. Sedangkan nilai agama ialah akhlak kepada Allah.

4.     Metode yang peneliti gunakan dalam penelitian ialah metode semiotika Ferdinand De Saussure berupa analisis signifier (penanda) dan signified(petanda). Analisis dari makna signifier (penanda) ini lebih banyak dijelaskan mengenai ungkapan atau kata-kata dan gerakan fisik dari tokohtokoh dalam tayangan Adit dan Sopo Jarwo seperti ungkapan “Alhamdulillah” yang dimaknai sebagai rasa bersyukur kepada Allah, tindakan Adit yang dengan cepat melaksanakan apa yang Bundanya minta yang dimaknai sebagai kepatuhan, tindakan bang jarwo yang mengambil uang dari dompet Ayah Adit yang dimaknai sebagai mencuri, dan lainlain. Sedangkan analisis signified (petanda) merupakan konsep dari signifier itu sendiri. Signified dari tayangan Adit dan Sopo Jarwo ini ialah konsep dari apa yang diungkapkan atau dilakukan oleh beberapa pemain di film Adit dan Sopo jarwo sehingga menghasilkan makna atau pesan dakwah yang bisa diambil.

13.  Jurnal 13

Judul : REPRESENTASI NILAI MORAL DALAM FILM HABIBIE DAN AINUN

Objek: Representasi nilai moral yang terdapat film Habibie dan Ainun Tersebut”.

Pendekatan: kritis

Analisis: nilai moral terdiri Peduli sosial, tanggung jawab, semangat kebangsaan, Religius, menghargai Prestasi.

Hasil Analisis:

A.    Scene 1 ( Peduli Sosial)

Penanda: Di Suasana Ruang seminar Habibie menerankan tentang proposal akhir.

Pertanda: Habibie memberikan arahan kepada Gresner untuk tugas akhir seminar proposal.

B.    Scene 2 ( Mendukung Suami)

Penanda: Di dalam kamar Ainun mikir setelah anak kita lahir ranjangnya mau tarok dimana ya

Pertanda: Tokoh Habibie kamu gendutan sih. Bagaimana aku mau lewat pintunya sempit.

C.    Scene 3( Tanggung Jawab) Di dalam Rumah

Penanda: Di ruangan dapur melihat Ainun merasa sedih ketika ingin mengurangi beban Habibie selama di jerman.

Pertanda: Ainun meminta maaf kepada Habibie bahwa Habibie ialah seorang suami yang bertanggung jawab atas kerja kerasnya.

D.    Scene 4 ( Menghargai Prestasi) Ruang Mesin

Penanda: Di sebuah ruangan Gerbong material Habibie tahu persis bahwa ketingkatkan materi bisa menyatu lebih besar jika tekanan gerbongnya berjalan dengan baiknya tersebut.

Pertanda: Pada scene ini rekan-rekan Habibie berfikir bahwa Habibie begitu tidak menyakinkan bahwa semua akan baik- baik saja .

E.     Scene 5 ( Semangat Kebangsaan ) Di dalam Ruang Rapat

Penanda: Di Ruangan Rapat Habibie merupakan seorang ahli pembuatan pesawat generasi muda dan untuk rakyat indonesia.

Pertanda: Pada scene Habibie ini semua merupakan pembuatan Karya anak-anak indonesia umumnya.

F.     Scene 6 ( Jujur) Di dalam Ruang Habibie

Penanda: Di        dalam  scene   ini        Habibie menolak tawaran dari Sumardi

Pertanda: Tokoh Habibie menyakinkan semua yang ditawarkan itu adalah keunsulan Sumardi bahwa Habibie gagal dan Habibie menyakinkan kejujuran itu benar adanya.

G.    Scene 7 ( Religius) Di Ruangan ICU

Penanda: Di ruangan ICU Habibie dan keluarga melaksanakan sholat berjemaah

Pertanda: Pada scene ini Habibie melaksanakan permintaan Ainun untuk ikut Sholat Berjamaah bersama.

Kesimpulan: “Berdasarkan hasil penelitian diatas dengan menggunakan metode analisis semiotika model Ferdinand De Saussure, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat nilai- nilai moral yang menjadi dasar penelitian in. Adapun nilai-nilai moral yang terkandung di dalam Film Habibie dan Ainun yang berhasil peneliti ambil diantaranya sebagai berikut:

A.  Peduli Sosial yang dilakukan Habibie manusia kita saling tolong-menolong untuk berbuat kebaikan yang akan nantinya bisa jadi ditolong pada suatu saat.

B.  Mendukung Suami Habibie dan Ainun tinggal disebuah Apatement yang kecil dan Ainun berfikir gimana setelah anak kita lahir ranjang mau diletakkan dimana sesuai Habibie mencari nafkah agar dapat tempat yang nyaman.

C.  Menghargai Prestasi Habibie adalah seorang yang memilih otak jenius dalam setiap aktifitasnya dan membuat banyak orang terkagum dengan gaya presentasinya.

D.  Semangat Kebangsaan memiliki jiwa yang kuat untuk bangsa indonesia dan mengabdi negara agar tetap terus maju.

E.   Jujur Habibie yang telah memiliki S3 nya dan berhasil membangun potensi indonesia yaitu membuat pesawat terbang dan ainun merasa bangga yang telah diraihkan oleh suami dengan pantang menyerah.

F.   Tanggung Jawab Ainun tidak mau mengecewakan Habibie bahwa ainun sudah tidak nahan. Saya mau balik ke indonesia. Habibie pun merasa bersalah ketika melihat istrinya ingin hidup di indonesia membuat Habibie berpikir karena dia yang hidup dijerman bukannya Ainun.

G.  Religius Ainun Meminta Habibie untuk melaksanakan sholat berjamaah bersama dan itu Ainun lakukan agar menjadi ikatan keluarga harmonis

 

 

 

 

 

 

14.  Jurnal 14

Judul: ANALISIS SEMIOTIKA REPRESENTASI KETIDAKADILAN GENDER DALAM FILM “MOXIE”

Objek: Film Moxie mereprentasikan bentuk ketidakadilan gender yang berbentuk marginalisasi, stereotip, subordinasi, serta kekerasan dengan potongan adegan atau scene yang berbeda-beda.

Pendekatan: semiotika oleh Ferdinand De Saussure

Analisis: KETIDAKADILAN GENDER DALAM FILM “MOXIE”

Hasil Analisis:

A.     Marginalisasi dalam Film Moxie”

Marginalisasi adalah sebuah sistem yang menyebabkan kemiskinan atau peminggiran terhadap kaum perempuan maupun laki-laki yang ditimbulkan oleh berbagai macam kasus seperti terjadinya bencana alam, eksploitasi, maupun penggusuran. Marginalisasi juga berperan sebagai patokan tingkatan sebuah tindakan ketidakadailan gender. Untuk mendalami situasi dalam suatu masyarakat, film menayangkan berbagai isu yang dibuat melalui teks auditif dan visual. Sebagai salah satu bentuk dari ketidakadilan gender, marginalisasi

yang ditampilkan dalam film menampilkan situasi suatu masyarakat terkait isu-isu tersebut. Penelitian ini memanfaatkan analisis semiotika Ferdinand        de       Saussure yang  menyimpan dua    konsep utama, yang merupakan signifier (penanda) dan signified (petanda).           Menurut analisis yang telah  dilaksanakan dengan mencermati    signifier (penanda) dan signified (petanda) dari film Moxie, terdapat 3 (tiga) adegan representasi bentuk ketidakadilan gender yang berupa marginalisasi yang ditunjukkan lewat dialog dan adegan. Bentuk      marginalisasi yang ditampilkan adalah yang pertama, ketika Kaitlynn diminta untuk menutup dada nya karena dianggap mengganggu proses belajar, dimana Kaitlynn yang memakai tank top ditegur oleh Principal Marlene Shelly karena dianggap terlalu menonjolkan bentuk tubuhnya dan perlu ditutupi oleh sweter atau jaket. Tindakan         yang dilakukan oleh Principal Marlene Shelly menunjukkan minimnya  kebebasan berekspresi melalui pakaian bagi para siswa SMA Rockport. Ketidak adilan  dimana hanya Kaitlynn saja yang ditegur dan diminta untuk keluar kelas merupakan bentuk peminggiran dan diskriminasi terhadap kaum perempuan. Kedua, potongan scene saat Lucy tidak diberikan kesempatan untuk berbicara karena tidak sependapat dengan Mitchell, dimana Mitchell merasa tersinggung dengan pendapat Lucy dan mulai memojokkan serta tidak memberikan Lucy kesempatan untuk mengklarifikasi pendapat yang telah ia lontarkan. Tindakan Mitchell menunjukkan ketidakadilan gender dimana Lucy tidak dipandang sebagai sosok yang memiliki  kepentingan untuk memberikan pendapatnya didalam kelas. Ketiga, potongan scene tentang ketidakadilan sekolah terhadap tim sepak bola Perempuan yang menunjukkan peminggiran dan terbatasnya akses bagi tim perempuan walaupun memiliki lebih banyak prestasi daripada tim laki-laki, dimana tim sepak bola perempuan tidak memiliki seragam yang bagus seperti tim futbol. Hal tersebut membuktikan bahwa sebagus apapun prestasi yang diraih oleh siswa SMA tersebut, selama bukan dari siswa laki-laki, akan dipandang biasa saja dan tidak mendapatkan akses yang memadai. Terbatasnya akses untuk mendapatkan seragam yang bagus bagi tim sepak bola putri menunjukkan bahwa kaum perempuan menjadi kaum minoritas dan dipinggirkan oleh pihak sekolah. Tiga bentuk marginalisasi yang ada dalam film Moxie tersebut memiliki scene yang berbeda-beda. Namun dapat dikatakan bahwa semua bentuk marginalisasi yang ada dalam scene tersebut mengarah kepada kaum perempuan. Jika bentuk marginalisasi yang ditampilkan dalam film ini mengarah pada diskriminasi yang dilakukan pada kaum perempuan, dapat disimpulkan bahwa tindakan ketidakadilan gender yang berbentuk marginalisasi ini juga menimpa kaum perempuan dalam kehidupan nyata.

1.   Stereotip dalam film “Moxie”

Stereotip adalah pelabelan yang dilakukan oleh suatu kelompok kepada kelompok lain yang mengakibatkan kerugikan serta ketidakadilan terhadap kelompok yang dilabel tersebut (Fakih, 2007:16). Salah satu contoh asal terbentuknya stereotip terkait kaum tertentu adalah pandangan gender. Ketidakadilan terkait jenis kelamin tertentu banyak bentuknya, yang secara umum menimpa kaum perempuan, hal ini berakar dari pelabelan yang dikaitkan pada kaum tersebut. Untuk menganalisis berbagai potongan scene yang ada, peneliti memanfaatkan analisis semiotika Ferdinand de Saussure yang menyimpan dua konsep utama, yang merupakan signifier (penanda) dan signified (petanda). Menurut analisis yang telah dilaksanakan dengan mencermati signifier (penanda) dan signified (petanda) dari film Moxie, terdapat 7 (tujuh) representasi bentuk ketidakadilan gender yang berupa stereotip yang ditunjukkan lewat dialog dan adegan. Bentuk stereotip yang ditampilkan adalah yang pertama, ketika Lucy dipandang sebagai seseorang yang sinis oleh Mitchell karena menolak untuk disentuh, dimana Lucy yang sedang ingin membeli soda dihampiri dan digoda oleh Mitchell, dan ketika Lucy mundur untuk mejaga jarak, Mitchell berkata bahwa Lucy selalu bersikap sinis terhadapnya. Perlakuan yang dilakukan oleh Mitchell kepada Lucy merupakan salah satu bentuk ketidakadilan gender yang berupa stereotip pelabelan negatif, dimana Mitchell memandang Lucy sebagai seorang perempuan yang memiliki sifat emosional yang berupa sinis.. Kedua, potongan scene saat Vivian marah- marah tanpa alasan yang jelas dan dipandang sebagai orang yang bersikap irasional dimana Vivian melontarkan kata-kata yang tidak ada hubungannya dengan situasi di meja makan yang secara tidak langsung menyerang pribadi Seth. Representasi sosok Vivian dalam scene ini merupakan salah satu bentuk ketidakadilan gender yang berupa stereotip bahwa perempuan memiliki sifat irasional. Ketiga, potongan scene saat Lucy dipandang sebagai tukang merengek oleh Mitchell karena tidak mengakui tuduhan Mitchell, dimana Mitchell mengambil zine Moxie yang dimiliki oleh Lucy dan meminta pengakuan bahwa Lucy yang membuat zine tersebut, namun Lucy enggan memberikan tanggapan kepadanya. Hasilnya, Mitchell mengatakan bahwa Lucy merupakan orang yang suka merengek didepan teman-temannya. Perlakuan yang dilakukan oleh Mitchell kepada Lucy merupakan salah satu bentuk ketidakadilan gender yang berupa stereotip, dimana Mitchell memandang Lucy sebagai seorang perempuan yang memiliki sifat emosional yang berupa suka merengek. Keempat, potongan scene saat laporan Lucy terkait pelecehan yang dilakukan oleh Mitchell terhadapnya tidak dianggap penting oleh kepala sekolah dan dianggap emosional, dimana Lucy yang melaporkan tindakan yang dilakukan oleh Mitchell padanya kepada kepala sekolah namun malah dipandang berlebihan dan emosional. Tindakan kepala sekolah tersebut mendukung pernyataan bahwa perempuan merupakan kaum inferior yang tidak dianggap serius, bahkan oleh sesama perempuan yang memiliki peran lebih tinggi. Kelima, potongan scene saat Vivian dianggap tidak bisa melawan ketika dikagetkan oleh dua siswa laki-laki yang tahu bahwa Vivian dijuluki sebagai siswa paling patuh di sekolahnya. Tindakan kedua siswa laki-laki ini mendukung pernyataan bahwa perempuan merupakan kaum yang kerap mendapatkan pelabelan negatif, dalam kasus ini perempuan dipandang sebagai kaum inferior yang tidak dapat atau tidak akan melawan kaum laki-laki. Keenam, potongan scene saat terjadi pelabelan massal terhadap para siswa perempuan, dimana para siswa yang berada di auditorium mendapat notifikasi terkait daftar nama julukan yang dibuat oleh Mitchell dan teman-temannya untuk para siswi perempuan. Berbagai macam julukan seperti ‘dada terbaik’, ‘paling layak ditiduri’, dan lainnya membuat para siswi perempuan resah karena mereka dijuluki panggilan tersebut tanpa persetujuan mereka dan hanyalah label yang dibuat oleh para siswa laki-laki. Pembuatan daftar nama julukan tersebut masuk dalam bentuk ketidakadilan gender stereotip yang berupa pelabelan negatif terhadap kaum perempuan. Pelabelan tersebut tentunya tidak dibersamai oleh fakta dan persetujuan dari orang-orang terkena pelabelan tersebut. Ketujuh, potongan scene terkait stereotip wanita kulit hitam yang dipandang hanya lewat rambut dan bokongnya saja, dimana Kiera yang mendapat julukan sebagai Bokong Terbaik di sekolahnya mengungkapkan kekecewaannya didepan teman-teman perempuan nya. Ia mengatakan bawa sebenarnya ia tidak suka dijuluki Bokong Terbaik, hal tersebut dikarenakan oleh stereotip masyarakat yang sejak dahulu wanita yang berkulit hitam selalu dinilai dari bokong dan rambut mereka.

Tujuh bentuk stereotip yang ada dalam film Moxie tersebut memiliki scene yang berbeda-beda. Namun dapat dikatakan bahwa semua bentuk stereotip yang ada dalam scene tersebut mengarah kepada kaum perempuan dan berisi indikator bentuk stereotip yang ada didalam instrumen penelitian yaitu pelabelan negatif terhadap perempuan.

3.   Subordinasi dalam film “Moxie”

Subordinasi adalah cara pandang atau berpikir seseorang bahwa peran yang dijalankan oleh satu kaum memiliki derajat lebih tinggi daripada kaum lainnya (Sugihastuti, 2002:14). Untuk menganalisis berbagai potongan scene yang ada, peneliti memanfaatkan analisis semiotika Ferdinand de Saussure yang menyimpan dua konsep utama, yang merupakan signifier (penanda) dan signified (petanda). Menurut analisis yang telah dilaksanakan dengan mencermati signifier (penanda) dan signified (petanda) dari film Moxie, terdapat 5 (lima) representasi bentuk ketidakadilan gender yang berupa subordinasi yang ditunjukkan lewat dialog dan adegan. Bentuk subordinasi yang ditampilkan adalah yang pertama, ketika Kiera tidak menang beasiswa olahraga. Scene ini menunjukkan ketidakadilan gender dimana perempuan dianggap tidak dapat memiliki peran penting dalam kehidupan bersosial, sebagus apapun prestasi serta kapabilitas yang dimiliki oleh perempuan. Kedua, potongan scene saat siswi difabel diposisikan di belakang tim. Scene ini menunjukkan bahwa seorang perempuan yang memiliki disabilitas tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk berada di barisan paling depan karena dianggap tidak memiliki peran penting. Ketiga, potongan scene dimana mayoritas foto siswa yang dipajang adalah laki- laki. Dalam scene ini, sedikitnya siswi perempuan yang terdapat di foto tersebut menunjukkan bahwa para siswi perempuan tidak memiliki peran penting dan tidak memiliki kontribusi yang terhitung besar bagi sekolahnya. Tindakan ini telah dinormalisasi oleh sekolah tersebut sehingga siswi perempuan di sekolah tersebut menjadi kaum inferior. Keempat, potongan scene pengumuan bahwa hanya ada satu nominasi beasiswa. Dalam scene ini, kepala sekolah mengumumkan bahwa akan ada beasiswa olahraga yang akan diterima oleh satu siswa SMA Rockport yang masuk kedalam nominasi, yang nyatanya hanya terdapat satu nama yaitu Mitchell Wilson yang merupakan kapten tim futbol SMA Rockport. Padahal Kiera memiliki prestasi yang sama dengan Mitchell, hanya berbeda cabang olahraga saja. Proses pemilihan nominasi penerima beasiswa ini juga tidak dijelaskan sehingga membuat proses tersebut tidak adil. Kelima, potongan scene ketika Kiera tidak mendapat kesempatan untuk memberikan pidato seperti Mitchell di pengumuman sekolah. Dalam scene tersebut, Kiera sebagai saingan dari Mitchell dalam memperebutkan beasiswa tersebut, tidak diberitahu bahwa akan ada segmen pidato bagi para kandidat nominasi penerima beasiswa tersebut. Tindakan tersebut menunjukkan ketidakadilan terhadap Kiera karena tidak diberikan kesempatan yang sama dengan Mitchell untuk memberikan pidato kampanye di pengumuman sekolah. Hal tersebut menunjukkan bahwa siswi perempuan di SMA Rockport tidak dipandang memiliki kepentingan untuk memberikan suaranya dalam kehidupan sosial, dalam kasus ini merupakan dalam kegiatan kampanye. Ketidakadilan tersebut merugikan Kiera sebagai perempuan calon penerima beasiswa tersebut karena pada akhirnya ia kalah dari Mitchell dan tidak mendapatkan simpati sebesar Mitchell. Lima bentuk subordinasi yang ada dalam film Moxie tersebut memiliki scene yang berbeda-beda. Namun dapat dikatakan bahwa semua bentuk subordinasi yang ada dalam scene tersebut mengarah kepada kaum perempuan dan berisi indikator bentuk stereotip yang ada didalam instrumen penelitian yaitu perempuan tidak sanggup untuk memimpin dan perempuan tidak memiliki peran yang penting dalam berkehidupan sosial.

4.Kekerasan terhadap perempuan dalam film “Moxie”

Kekerasan merupakan sebuah perbuatan yang memakai kemampuan fisik, kekuasaan, ancaman ataupun perbuatan yang dilakukan pada diri sendiri, perorangan, perkelompok ataupun masyarakat yang menyebabkan kerugian secara fisik maupun psikologis, hingga perampasan hak Untuk menganalisis berbagai potongan scene yang ada, peneliti memanfaatkan analisis semiotika Ferdinand de Saussure yang menyimpan dua konsep utama, yang merupakan signifier (penanda) dan signified (petanda). Menurut analisis yang telah dilaksanakan dengan mencermati signifier (penanda) dan signified (petanda) dari film Moxie, terdapat 7 (tujuh) representasi bentuk ketidakadilan gender yang berupa kekerasan secara verbal dan non verbal yang ditunjukkan lewat dialog dan adegan. Bentuk kekerasan yang ditampilkan adalah yang pertama, ketika bokong Kiera ditepuk oleh siswa laki-laki karena ia telah masuk kedalam daftar nama julukan siswa perempuan disekolahnya dan dijuluki sebagai ‘Bokong Terbaik’. Tindakan siswa laki-laki tersebut merupakan salah satu bentuk kekerasan non verbal yang dilakukan oleh kaum laki-laki kepada kaum perempuan. Kedua, potongan scene saat minuman Lucy diludahi oleh Mitchell. Tindakan Mitchell termasuk ke dalam kekerasan terhadap perempuan yang berbentuk non verbal karena telah menimbulkan rasa takut dan tidak aman secara psikis. Ketiga, potongan scene saat Kaitlynn digoda oleh Jason di auditorium, dimana Jason menghampiri Kaitlynn yang duduk di tribun bersama teman-temannya sambil melepas baju dan melemparkan baju tersebut ke wajah Kaitlynn serta melakukan gerakan tidak senonoh diatas pangkuan Kaitlynn. Tindakan Jason terhadap Kaitlynn merupakan salah satu bentuk ketidakadilan gender yang merupakan kekerasan secara non verbal, dimana tindakan tersebut telah membuat Kaitlynn resah dan tidak nyaman karena Jason telah melemparkan baju dan duduk di pangkuannya tanpa persetujuan dari Kaitlynn. Keempat, potongan scene saat Kaitlynn digoda oleh Jason di kelas, dimana Kaitlynn yang masuk ke dalam kelas dan ingin duduk di bangku barisan kedua dan tiba-tiba datang Jason yang langsung menduduki bangku tersebut sehingga Kaitlynn secara tidak sengaja duduk di pangkuan Jason dan berkata kepada Kaitlynn bahwa ia bisa duduk dipangkuan Jason saja. Ungkapan tersebut mengarah ke hal seksual karena Jason secara sengaja ingin Kaitlynn menduduki pangkuannya, hal ini juga termasuk kekerasan secara verbal dan non verbal. Kelima, potongan scene saat Emma digoda oleh Mitchell di auditorium, dimana Mitchell menghampiri Emma yang sedang berada di barisan cheerleader dan mulai menggoda dan memegang tubuh Emma. Tindakan Mitchell kepada Emma termasuk salah satu bentuk ketidakadilan gender yang merupakan kekerasan non verbal, dimana terdapat unsur seksual pemegangan tubuh Emma yang dilakukan oleh Mitchell tanpa persetujuan dari Emma. Keenam, potongan scene saat Lucy digoda oleh Mitchell di kantin, dimana Lucy yang sedang ingin membeli soda dihampiri Mitchell yang mulai menggodanya dengan menyentuh tubuh Lucy. Tindakan Mitchell kepada Lucy merupakan salah satu bentuk kekerasan non verbal dimana Mitchell telah menyentuh tubuh Lucy tanpa persetujuan Lucy. Ketujuh, potongan scene pengakuan Emma telah diperkosa oleh Mitchell, dimana Emma mengaku bahwa ia yang menulis surat kepada Moxie untuk bisa mendapatkan pertolongan terkait kejadian yang menimpanya dan maju untuk menceritakan kejadian tersebut. Tindakan Mitchell menunjukkan ketidakadilan gender berupa kekerasan secara non verbal yang berhubungan dengan pelecehan seksual. Hal tersebut dikarenakan oleh paksaan Mitchell untuk berhubungan intim dengan Emma yang tidak dibersamai dengan persetujuan Emma.

Tujuh bentuk kekerasan terhadap perempuan yang ada dalam film Moxie tersebut memiliki scene yang berbeda-beda. Namun dapat dikatakan bahwa semua bentuk kekerasan yang ada dalam scene tersebut mengarah kepada kaum perempuan dan berisi indikator bentuk kekerasan yang ada didalam instrumen penelitian yaitu kekerasan terhadap perempuan secara verbal dan non verbal.

Dalam film “Moxie” terdapat total 22 (dua puluh dua) potongan scene dimana terdapat 3 (tiga) scene yang menampilkan marginalisai, 7(tujuh) scene yang menampilkan stereotip, 5 (lima) scene yang menampilkan subordinasi, dan 7 (tujuh) scene yang menampilkan kekerasan terhadap perempuan. Representasi bentuk ketidakadilan gender yang terkandung dalam film “Moxie” menempatkan kaum perempuan sebagai pihak yang dirugikan oleh sistem yang menjunjung ketidakadilan gender. Hanya kaum perempuan yang digambarkan menerima berbagai macam bentuk tindakan marginalisai, stereotip, subordinasi, serta kekerasan, dimana sesuai dengan pernyataan Sylvia Walby dalam buku Teorisasi Patriarki tahun 2014 dimana patriarki membuat laki-laki memegang kontrol terhadap kaum perempuan lewat beragam aspek kehidupan. Patriarki yang dimengerti sebagai sebuah bentuk sistem sosial yang memposisikan kaum laki-laki sebagai sosok utama dalam keluarga maupun organisasi, memicu timbulnya tindakan ketidakadilan gender yang menimpa kaum perempuan. Banyaknya tindakan ketidakadilan gender yang terjadi pada kaum perempuan tersebut membuat para sineas terpicu untuk menciptakan film yang dapat menyampaikan kenyataan atau realitas dan dapat menjadi sebuah media refleksi terhadap situasi yang berjalan dalam masyarakat. Adegan ketidakadilan gender yang terdapat dalam film “Moxie” sesuai dengan data penelitian AAUW (American Association of University Women) tahun 2010-11 terkait pelecehan seksual yang terjadi di sekolah, dimana para siswa pernah mendapatkan komentar, candaan, gestur seksual yang tidak diinginkan, disentuh secara seksual, terintimidasi fisik secara seksual, dan dipaksa untuk melakukan sesuatu yang berbau seksual. Adegan ketidakadilan gender yang berupa stereotip terhadap wanita berkulit hitam di Amerika Serikat juga relevan dengan pandangan Hammonds (1995) dimana wanita berkulit hitam kerap dipandang secara seksual saja. Pandangan tersebut menjadi dasar dari pemikiran serta perlakuan kaum barat terhadap tubuh wanita berkulit hitam. Pandangan William (2006:15-16) juga relevan dengan adegan ketidakadilan gender film ini dimana representasi buruk seperti menyandang sifat lemah, emosional, pendendam, irasional, penggoda, banyak bicara, dan lainnya telah menilai dan memposisikan kaum perempuan pada status yang tidak berdaya di dalam kehidupan masyarakat. Bentuk subordinasi yang ditampilkan dalam adegan film “Moxie” relevan dengan pendapat William (2006:14) dimana kaum perempuan yang tidak memiliki peluang untuk memberikan kontribusi dalam kehidupan bersosialnya akan tertinggal dan kesempatan untuk tumbuh akan semakin menipis.

KESIMPULAN:

Setelah peneliti melaksanakan analisis data dengan memanfaatkan analisis semiotika Ferdinand de Saussure agar dapat melihat bagaimana bentuk wacana ketidakadilan gender yang ditayangkan dalam film “Moxie”, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat total

22 (dua puluh dua) potongan scene yang berkaitan dengan representasi ketidak adilan gender berbentuk marginalisasi, stereorip, subordinasi, dan kekerasan terhadap perempuan. Secara rinci bentuk representasi ketidakadilan gender berbentuk marginalisasi sebanyak 3 (tiga), stereotip sebanyak 7 (tujuh), subordinasi sebanyak 5 (lima), dan kekerasan terhadap perempuan sebanyak 7 (tujuh). Bentuk-bentuk marginalisasi yang terdapat dalam film “Moxie” mencakup tindakan peminggiran dimana tidak adanya kesempatan untuk berpendapat, mendapatkan akses atau fasilitas yang setara, serta pengontrolan terhadap tubuh perempuan. Selanjutnya bentuk stereotip yang ditampilkan merupakan pandangan bahwa perempuan menyandang sifat emosional irasional, dan merupakan kaum inferior yang pantas untuk dilabeli apapun, khususnya label yang melekat pada tubuh perempuan berkulit hitam. Bentuk subordinasi yang ditampilkan dalam film “Moxie” merupakan tidak adanya kesempatan yang sama antar gender untuk berperan penting dalam kehidupan bersosial, peminggiran terhadap penyandang difabel, serta supremasi kaum laki- laki. Sedangkan untuk bentuk kekerasan yang ditampilkan merupakan ditepuknya bokong, minuman yang diludahi, penggodaan serta pemegangan tubuh secara seksual, serta tindakan pemerkosaan. Seluruh bentuk ketidakadilan gender yang digambarkan dalam film “Moxie” hanya terjadi pada kaum perempuan.

15.  Jurnal 15

Judul: MAKNA PERSAHABATAN DALAM FILM“IT CHAPTER TWO”

Objek: FILM “IT CHAPTER TWO”

Pendekatan: kualitatif.

Analisis: MAKNA PERSAHABATAN

Hasil Analisis:

A.    Kedekatan Scene 28:10-28:24

Penanda: Richie terlihat berpelukan dengan Ben

Pertanda: Pada  scene  ini,  Richiedan  Ben  saling berpelukan menunjukkan bahwa  mereka   saling   merindukan   satu   sama lain,   setelah   selama   27   tahun   tidak bertemu.

B.    Keakraban Scene 28:10-28:24

Penanda: “Oke,  bagaimana  denganmu trash  mouth/  mulut  sampah  apa  kau  sudah menikah?”

Pertanda: Bill  memanggil  Richie  dengan  julukan Trash  Mouth/  Mulut  sampah  karena  ia terlalu banyak berbicara kasar.

 

C.    Perasaan senang saat bersama

Penanda: Anggota the    losers    club tampak tersenyum saat sedang bersulang

Pertanda: Pada  scene  ini  anggota  the  losers  club tampak  bahagia  saat  merayakan  reuni mereka.  Kebahagiaan  itu  terlihat  dari senyum     anggota     the     losers     club. Sementara  itu,  perayaan  sendiri  identik dengan  sesuatu  yang  berkaitan  dengankesenangan.

D.    Komitmen Scene 29:57-30:14

Penanda: “kita  akan  selalu  jadi  teman,  aku  rasa  itu    menghilang    hanya    karena    kita semakin tua”

Pertanda: Bill  meyakinkan  Stanley  bahwa  mereka akan tetap menjadi teman.

E.     Saling terbuka dan menerima Scene 01:58:42 -01:59:18

Penanda: Dialog Eddie “aku tidak, tolong jangan marah  Bill,  aku  hanya  ketakutan”  dan  Bill  “ya...  itu  sebabnya  kan?  jangan berikan padanya.”

Pertanda: Pada   scene   ini     Eddie   meminta   Bill untuk   tidak   marah   karena   ia   hanya ketakutan  dan  Bill  mencoba  menerima hal   itu   dengan   mengatkan   ya   pada Eddie.

F.     Sikap setia kawan Scene 1:52:431:53:52

Penanda: “Kita tetap bersama saja”

Pertanda: Ben   meminta   Bill   agar   mereka   tetap bersama dan tidak melakukan semuanya sendirian.

G.    Memberi semagat dan dorongan Scene 02:03:11-02:03:38

Penanda: “Ya,  kau  lebih  berani  dari  yang  kau kira”

Pertanda: Richie   meyakinkan   Eddie   bahwa   ia sebenarnya    lebih    berani    dari    yang dipikirkan.

H.    Saling membantu/ tolong menolong Scene 02.23.13-02.23.28

Penanda: Pennywise  tampak  memandang  penuh

Pertanda: Richie mencoba menyelamatkan sahabatnya mike dari pennywise dengan mengalihkan   perhatian   pennywise   ke arahnya.

I.      Rela berkorban Scene 02.24.14-02.24.58

Penanda: Eddie    tampak    memegang    perutnya tertusuk sesuatu yang tajam

Pertanda: Eddie   ditusuk   dengan   tangan   tajam pennywise saat sedang mencoba menyelamatkan Richie

J.      Berkerja sama sebagai team Scene 1:52:43-1:53:52

Penanda: Anggota the     losers     clubtampak memegang jantung pennywise bersama-sama.

Pertanda: Demi memusnahkan pennywise anggota the losers club bersama-sama menghancurkan jantung pennywise.

 

 

K.    Saling menyayangi

Penanda: Richie   terlihat  memeluk   tubuh   Eddie yang terbaring tak bernyawa.

Pertanda: Richie   tak   bisa   menerima   kenyataan bahwa Eddie telah tiada dan ia mencoba memeluk jasad sahabatnya.

L.     Saling menguatkan jika tejadi hal buruk

Penanda: Anggota  the  losers  club  bersama-sama memeluk Richie

Pertanda: Anggota  the  losers  club  masih  bersedih atas   kematian   Eddie   sehingga   saling memeluk satu sama lain.

Kesimpulan: Berdasarkan  hasil  penelitian  yang    telah di uraikan pada bab sebelumnya dari penelitian ini,    maka    peneliti    mengambil    kesimpulan bahwa  terdapat  dua  belas  makna  persahabatan yang     ada     pada     film     It     chapter     two, yaitu:

Ø  kedekatan,  

Ø  keakraban,  

Ø  perasaan   senang saat   bersama,

Ø  komitmen,  

Ø  saling   terbuka   dan menerima,

Ø  sikap setia kawan, m

Ø  emberi semagat dan    dorongan,   

Ø  saling    membantu/    tolong menolong, 

Ø  rela   berkorban,berkerja   sebagai team,

Ø  saling menyayangi,

Ø  saling menguatkan

 

16.  Jurnal 16

Judul: MAKNA BLANGKON YOGYAKARTA SEBAGAI SIMBOL STATUS PADA FILM DOKUMENTER “IKET SIRAH”

Objek: s makna Blangkon Yogyakarta

Pendekatan: pendekatan kualitatif,

Analisis: makna Blangkon Yogyakarta sebagai simbol status pada film dokumenter Iket Sirah

Hasil Analisis:

Sekilas tentang film dokumenter Iket Sirah film dokumenter Iket Sirah yang disutradarai oleh Putra Raditiya Oradana dengan durasi 13:02 menit, yang menayangkan film tentang Blangkon Yogyakarta. pada film ini menjelaskan asal mula, perkembangan serta makna Blangkon Yogyakarta yang disampaikan oleh salah satu Abdi Dalem Kraton Yogyakarta bernama KRT. H. Jatiningrat. S.H. Beliau menjelaskan tentang asal mula Blangkon Yogyakarta berdasarkan makna yang ada di dalamnya sebagai simbol pengendalian diri. Adapun penjelasan tentang pembuatan Blangkon Yogyakarta yang disampaikan oleh salah satu pengerajin Blangkon Yogyakarta bernama Khoirudin, beliau menjelaskan tentang pembuatan Blangkon serta menjelaskan makna pada saat pembuatan Blangkon Yogyakarta. serta penjelasan lainnya yang terkait dengan Blangkon Yogyakarta dengan suasana pada daerah Yogyakarta. Tokoh ini adalah salah satu pengerajin Blangkon Yogyakarta. tokoh tersebut dalam film dokumenter Iket Sirah sebagai narasumber yang menjelaskan tentang pembuatan Blangkon serta menjelaskan tentang makna pembuatan Blangkon Yogyakarta yang berisi bahwa membuat Blangkon menghadap ke bawah (menunduk) yang mengartikan jika melihat kebawa hidup akan menjadi bahagia begitupun sebaliknya jika melihat ke atas hidupnya akan merasa ingin yang berlebih. Seperti contoh orang yang memiliki sepedah akan beringinan memiliki motor. Akan tetapi ketika melihat kebawah seperti contoh orang yang memiliki sepedah melihat orang yang hanya bisa berjalan kaki maka rasa yang akan didapat adalah bahagia. 3. Tidak ada penjelasan tentang tokoh pendukung dalam film dokumenter ini sehingga penonton belum mengerti siapa tokoh tersebut dan apa perannya. 4. Ada tokoh Abdi Dalem kraton Yogyakarta yang sedang memakai pakaian adat Yogyakarta, di mana pada scene tersebut tidak ada penjelasan tentang tokoh tersebut dan maksud dari keadaan orang tersebut. 5. Ada seorang pria yang sedang membuat Blangkon, di mana pada scene orang itu tidak diulas secara mendalam. Waktu Waktu yang diambil sekitar pada tahun 2016. Pengambilan gambar dilakukan pada siang hari. Karena waktu sangat berhubungan erat dengan pencahayaan pada saat pembuatan film dokumenter. Tempat Ada banyak tempat yang bisa ditampilkan pada film dokumenter ini, namun tempat utama pada film dokumenter ini adalah kraton Yogyakarta sebagai tempat informasi tentang budaya Yogyakarta dan tempat pembuatan Blangkon Yogyakarta di rumah pak Odeng, Daerah Istimewa Yogyakarta. set ini mendominasi sekitar 70% film dokumenter. Kegiatan penjelasan ini menjadi set utama pada film dokumenter Iket Sirah. Pengambilan gambar dilaksanakan di Daerah Istimewa Yogyakarta seperti kraton Yogyakarta, malioboro, dan rumah salah satu pengerajin Blangkon. Alur cerita Alur cerita dalam film dokumenter ini adalah alur maju. Pada film dokumenter ini dimulai dengan perkenalan narasumber pengerajin Blangkon bernama khoirudin dengan menjelaskan pekerjaannya serta berapa lama beliau menjadi pengerajin Blangkon, kemudian memperkenalkan Abdi Dalem kraton Yogyakarta serta pekerjaannya. Kemudian menceritakan tentang asal mula Blangkon Yogyakarta. setelah itu menjelaskan pembuatan Blangkon Yogyakarta serta menjelaskan makna pembuatan Blangkon Yogyakarta setalah itu menjelaskan tentang makna simbol Blangkon sebagai pengendalian diri. Dan pada akhir menjelaskan tentang harapan kepada Blangkon Yogyakarta kedepannya, namun tidak menjelaskan secara lengkap makna Blangkon Yogyakarta seperti makna simbol status bagi pemakainya. Serta jenis motif Blangkon yang membedakan status bagi pemakainya.

Adegan Abdi Dalem yang sedang memainkan alat musik gamelan menggunakan Blangkon dengan motif Modang seperti pada gambar 3.14, akan tetapi ada Abdi Dalem yang menggunakan Blangkon dengan motif lainnya seperti gambar 3.13 sehingga menimbulkan ketidakselarasan dengan Abdi Dalem lainnya yang menggunakan Blangkon motif Modang. Penggunan Blangkon dengan motif Modang juga dipakai oleh seorang kusir delman, yang seharusnya Blangkon dengan motif Modang dipakai oleh golongan priyayi Blangkon Yogyakarta sebagai simbol status bagi pemakainya. Pada zaman dahulu yang menjadikan suatu tanda pada setiap golongan status pada masyarakat Yogyakarta, dapat dibedakan menurut antar golongan bangsawan, golongan priyayi dan golongan rakyat. Blangkon dibedakan menurut golongannya terlihat pada motif dan bentuk Blangkon itu, sehingga setiap golongan mempunyai motif dan bentuk tersendiri dikarenakan motif dan bentuk Blangkon itu mempunyai maknanya tersendiri dari setiap motif dan bentuk Blangkon dari setiap golongannya. Pada film dokumenter Iket Sirah tidak menjelaskan Blangkon Yogyakarta secara mendalam seperti motif dan bentuk, serta makna dari setiap bentuk Blangkon dan pembeda dari golongan status masyarakat. Secara simbol status Blangkon Yogyakarta dianalisis dengan pendekatan Semiotika Ferdinand De Saussure dapat disimpulkan bahwa Blangkon Yogyakarta mempunyai makna simbol status bagi si pemakainya yang dibedakan menurut golongan statusnya golongan tersebut antara lain: golongan bangsawan, golongan priyayi, dan golongan rakyat. Setiap golongan mempunyai makna bentuk dan motif yang berbeda yang dapat membedakan setiap golongan. Dalam teori mise and scene dari Film dokumenter Iket Sirah, analisis dari tiap scene dalam film tersebut, Blangkon Yogyakarta dikenakan tidak pada makna bagi simbol status, ada beberapa scene pada film tersebut tidak menunjukan penggunaan Blangkon Yogyakarta yang tepat seperti Abdi Dalem menggunakan motif yang berbeda dengan motif modang, sedangkan kusir delman menggunakan Blangkon dengan motif modang. Ketidak selarasan dalam penggunaan Blangkon Yogyakarta menjadi suatu pengertian yang berbeda pada saat penyampaian terhadap masyarakat tentang Blangkon Yogyakarta. SIMPULAN Blangkon Yogyakarta memiliki kegunaan dan fungsi yang menunjukan kewibawaan seorang pria Jawa. Blangkon Yogyakarta juga digunakan sebagai pembeda status sosial bagi pemakainya. Tanda dan penanda sangat berhubungan dengan Blangkon Yogyakarta sebagaimana Blangkon mempunyai ragam hias dan bentuknya yang berbeda-beda menurut golongan masyarakatnya sehingga tanda yang dibuat pada Blangkon Yogyakarta akan mendapatkan petanda pada arti dari tanda tersebut. Sehingga Blangkon Yogyakarta mempunyai kegunaan dan fungsi sebagai pembeda golongan sosial pada pemakainya, akan tetapi dengan perkembangan zaman kegunaan dan fungsi Blangkon Yogyakarta sebagai pembeda antar golongan sudah memudar dan menjadi sama pengguna Blangkon Yogyakarta di setiap golongan akan tetapi, ada beberapa peraturan yang masih menjalani pakem pada penggunaan Blangkon Yogyakarta terutama pada lingkungan Kraton Yogyakarta. Film dokumenter Iket Sirah diharapkan bisa memberikan informasi terhadap masyarakat tentang Blangkon Yogyakarta sehingga masyarakat khususnya masyarakat Yogyakarta paham akan fungsi dan makna dalam Blangkon Yogyakarta. Akan tetapi, pada kenyataannya film dokumenter Iket Sirah belum bisa menjadi media informasi terhadap masyarakat tentang Blangkon Yogyakarta, dikarenakan penjelasan yang disampaikan pada film dokumenter ini seperti penjelasan makna dari bentuk Blangkon, makna dari simbol status Blangkon, makna motif Blangkon dan menjelaskan tentang pengertian Blangkon Yogyakarta belum dijelaskan secara lengkap dan mendalam.

17.  Jurnal 17

Judul: REPRESENTASI AKHLAK TERPUJI “TOKOH ARINI” DALAM FILM SURGA YANG TAK DIRINDUKAN 2

Objek: Film Surga Yang Tak Dirindukan 2

Pendekatan: penelitian kualitatif dengan metode analisis semiotika Ferdinand De Saussure

Analisis: mengetahui akhlak terpuji yang terkandung dalam film Surga Yang Tak Dirindukan 2

Hasil Analisis:

A.    Scene 1 Tentang Adil

Penanda: Arini sedang berbicara dengan Mei dan Pras

Pertanda: Arini sedang menyuruh Pras untuk membantu Meirose dan sekalian jalan-jalan bersamanya. Penandanya ditunjukkan dalam percakapan, “Mas kamu tolong temenin Mei ya, anterin, mas kamu liat, mei perempuan, bawa barang sendiri? Ya mas ya. Sekalian kamu jalan-jalan. Nadia, kamu temenin ayah ya, sekalian jagain Akbar”.

 

 

 

 

B.    Scene 2 Tentang Sabar

Penanda: Arini sedang berbaringa dan berdialog dengan Dokter

Pertanda: Arini sedang bersabar menghadapi penyakitnya dan usahanya melawan sakitnya. Petanda ini ditunjukkan dalam kalimat, “saya tidak mau melawan takdir Allah.”

 

C.    Scene 3 Tentang Syukur

Penanda: Arini duduk bersama setelah melakukan shalat dengan Sheila dan Nadia

Pertanda: Arini sedang mengingatkan, bahwa kematian bisa datang kapan saja. Penanda ini ditunjukkan dalam kalimat, “kejadian itu membuatku sadar, kalo kematian bisa datang saja, tanpa kita minta”

D.    Scene 4 Tentang Pemaaf

Penanda: Arini sedang duduk berdua di taman bersama Mei

Pertanda: Arini sedang menjelaskan keadaan Pras yang akan datang ke Budapest. Penanda ini ditunjukkan dalam kalimat, “baik, alhamdulillah Mas Pras baik, sehat. Nanti dua hari lagi Mas Pras sampai sini. Pasti dia engga nyangka ada kamu disini.”

Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian mengenai “Representasi Akhlak Terpuji “Tokoh Arini” Dalam Film Surga Yang Tak Dirindukan 2 (Analisis Semiotik Model Ferdinan De Saussure)”penulis dapat menyimpulkan dari film Surga Yang Tak Dirindukan 2 yaitu: Film Surga Yang Tak Dirindukan 2 adalah suatu film yang disutradarai Hanung Bramantyo Mengisahkan tentang akhlak terpuji yang dilakukan tokoh Arini memiliki tanda dan penanda akhlak terpuji yaitu 1.) Adil. Makna signifier dan signifiednya adalah tentang himbauan untuk saling membantu atau pun tolong-menolong. 2.) Sabar. Makna signifier dan signifiednya adalahcara menyerahkan diri dengan yakin kepada Allah dengan bersabar setelah berusaha semaksimal mungkin. 3). Bersyukur. Makna signifier dan signifiednya adalah dalam scene film ditunjukkan dengan mengingat kematian dan mensyukuriapa yang ada. 4.) Pemaaf. Makna signifier dan signifiednya adalah menjalin suatu tali ikatan tidak perlu mengungkit kesalahan yang lalu. Realitas sosial akhlak terpuji yang dimiliki tokoh “Arini” dalam film surga yang tak dirindukan 2 yaitu:

Ø  Adil dalam film realitas sosialnya yaitu Arini bersikap adil karena Arini mengetahui Meirose adalah istri kedua Pras dan memiliki hak yang sama untuk diberi bantuan ketika sedang memerlukan bantuan seperti Arini sebagai istri pertama. Itu yang membuat Arini bersikap adil, dengan menyuruh Pras membantu Meirose dalam kesusahan membawa barang-barang berat.

Ø  Sabar dalam film realitas sosialnya yaitu Arini bersikap sabar karena sakit kankernya sudah parah, tidak dapat disembuhkan dan itu membuat umurnya tidak panjang lagi. Itu yang membuat Arini lebih memilih untuk bersabar atas cobaan yang telah Allah berikan.

Ø  Bersyukur dalam film realitas sosialnya yaitu Arini bersikap syukur karena Arini teringat anak kecil di panti asuhan yang masih berusia dini pun sudah mengidap penyakit yang berat dan menyebabkan kematian sebelum menginjak usia dewasa. Itulah yang menyebabkan Arini bersyukur dan menikmati apa yang sedang diberikan Tuhan.

Ø  Pemaaf dalam film realitas sosialnya yaitu Arini Bersikap Pemaaf pada Meirose karena dengan Arini mengingat dan membahas masa lalu, Meirose yang telah memasuki keluarga Arini sebagai orang ketiga itu hanya akan memperburuk keadaan dan hanya menimbulkan dendam. Itulah yang membuat Arini memilih untuk bersikap pemaaf kepada Meirose

18.  Jurnal 18

Judul: Film Laskar Pelangi

Objek: Film Laskar Pelangi yang diangkat dari novel karya Andrea Hirata

Pendekatan: pendekatan kualitatif.

Analisis:

1. Semiotika bahasa pada film Laskar Pelangi

2. Semiotika gerak pada film Laskar Pelangi

3. Pemaknaan bahasa dari penonton pada film Laskar Pelangi

4. Pemaknaan gerak dari penonton pada film Laskar Pelangi

Hasil Analisis:

Ø  Semangat belajar

Anak-anak  SD  Muhamadiah  tidak  pernah  menyerah  dengan  keterbatasan yang mereka miliki. Walaupun mereka hidup di bawah garis kemiskinan mereka ingin belajar dan tidak pernah merasa malu dengan kondisi sekolah mereka.

Ø  Pemerataan pendidikan

Siswa-siswa  SD  Muhamadiah  mendapatkan  pendidikan  yang  sama.  walaupun ada  diantara  mereka  yang  kondisi  perekonomiannya  lebih  baik  seperti  Ikal,  cerdas seperti  Lintang  namun  mereka  semua  belajar  bersama.  Tidak  ada  perbedaan  antara yang kaya dan miskin serta pintar dan bodoh.

Ø  Integritas seorang pemimpin

Kucai   adalah   ketua   kelas   yang tidak   bertanggung   jawab   serta   gampang menyerah.  Dia  telah  diberikan  tanggung  jawab  untuk  memimpin  teman-temannya, tapi dia menyerah begitu saja ketika teman-temannya tidak mendengar apa yang dia katakan  dan  membiarkan  mereka  tidak  masuk  kelas.  Seharusnya  kettika  diberikan kepercayaan,  Kucai harus  bertanggung  jawab  dan  tidak  gampang  menyerah  agar  dia menjadi seorang pemimpin yang memiliki intergritas.

Ø  Pentingnya memiliki karakter yang baik

Siswa-siswa  SD  Muhamadiah  diajarkan  tentang  pendidikan  agama  dan  budi pekerti. Karena dengan belajar agama dan budi pekerti mereka pasti akan memiliki karakter  yang  baik.  Dan  dengan  karakter  yang  baik  mereka  bisa  membanggakan bangsa Indonesia.

Ø  Pengorbanan

Siswa-siswa SD Muhamadiah memiliki keluarga yang mau berkorban. Seperti ayah Lintang yang melaut sendirian dan menyuruh anaknya untuk pergi sekolah.

Ø  Berbakti

Lintang  adalah  anak  yang  berbakti  pada  orang  tuanya.  Dia  rela  tidak  sekolah untuk membantu ayahnya yang bekerjaseorang diri. -Pantang menyerah Keinginan  Lintang  untuk  sekolah  tidak  pernah  pudar.  Walaupun  dia  harus putus sekolah, dia tidak pernah menyerah dengan keadaan. Hal itu dibuktikan dengan kehadiran anaknya. Anaknya bisa sekolah dan menggapai impiannya.

Kesimpulan:

A.    Semiotika Bahasa Pada Film Laskar PelangiBahasa  yang  ada  pada  film Laskar  Pelangiadalah  bahasa  yang  memberikan  makna positif  kepada  para  penontonnya. Bahasa  yang  memiliki  pesan-pesan  moral  yang  tinggi tentang  semangat,  berbakti,  pantang  menyerah,  mengabdi,  berkorban,  berintegritas  serta pemerataan  pendidikan  memberikan  makna  positif  yang  mengajak  penontonnya  untuk memiliki  karakter  yang  baik.  Apalagi  untuk  generasi  muda  yang  akan  menjadi  penerus bangsa.  Harus  terus  semangat  untuk  sekolah  walaupun  memiliki  banyak  keterbatasan  baik dari fasilitas dan tenaga pengajar, memiliki integritas sebagai seorang pemimpin dimanapun kita berada, berbakti pada orang tua yang mendidik dan menyekolahkan kita. Dan untuk para pendidik  (guru),  harus  memiliki  pengabdian  dan  mendidik  tidak  berdasarkan  materi.  Selain memberikan  makna  yang  positif,  bahasa  dalam  film Laskar  Pelangimenggunakan  bahasa daerah Belitung. Itu menunjukkan bahwa kita harus mencintai dan melestarikan bahasa daerah. Walaupun kita harus menguasai bahasa asing, tapi jangan melupakan bahasa daerah kita.

B.    Semiotika Gerak Pada Film Laskar Pelangi Gerak   pada   film Laskar   Pelangimemberikan   pesan   moral   yang   tinggi   bagi penontonnya.  Gerak  yang  menunjukkan  harapan  dan  ketulusan,  semangat,  kekaguman  dan terus bertahan walau sulit memberikan makna bahwa kita harus memiliki harapan akan cita-cita  kita  dan  tulus  dalam  melakukan  apapun,  selalu  semangat  dan  terus  bertahan  untuk menggapai  cita-cita  kita.  Dan  sebagai  pengajar,  harus  selalu  bersemangat  dalam  mendidik serta  memiliki  harapan  dan  ketulusan  kepada  murid-murid.  Agar  generasi  muda  bangsa Indonesia bisa menjadi pelangi yang indah dan dilihat oleh semua orang.

C.    Pemaknaan Bahasa Pada Film Laskar PelangiDari  hasil  wawancara  dengan  informan  yang  menonton  film Laskar  Pelangi,  mereka memiliki    makna    yang    sama    tentang    bahasa    pada   film Laskar    Pelangi.    Walaupun menggunakan bahasa daerah, bahasa dalam film laskar Pelangi bisa dimengerti dan dimaknai oleh  penontonnya.  Menurut  mereka  bahasa  dalam  film  Laskar  Pelangi  memberikan  makna yang  positif.  Dari  semangat,  motivasi,  keinginan  dan  hasrat  yang  kuat  untuk  sekolah, pengorbanan,  kerja  keras,  tanggung  jawab,  serta  pemerataan  pendidikan  membuat  mereka memiliki  semangat  untuk  sekolah  serta  menyadarkan  mereka  tentang  kerja  keras  untuk menggapai  impian  dan  pentingnya  kehadiran  guru  dalam  mendidik  generasi  muda  bangsa Indonesia.

D.    Pemaknaan Gerak Pada Film Laskar PelangiDari hasil wawancara dengan informan yang menonton film Laskar Pelangi, ada yang pemaknaannya  sama  dan  ada  yang  berbeda.  Tapi,  dari  semua  pemaknaan  gerak  yang mereka   katakan,   menunjukkan   mereka   memiliki   makna   yang   positif.   Dari   gerak   yang menunjukkan   ketulusan,   semangat,   kekaguman,   harapan,   kebersamaan   dan   antusias memberikan    makna    bahwa    ditengah    keterbatasan    harus    tetap    semangat,    dalam kebersamaan  pasti  hal  yang  sulit  dapat  dilakukan,  memiliki  harapan  dan  ketulusan  dalam mendidik serta terus memiliki harapan suatu saat nanti bisa menjadi pelangi yang indah serta selalu kagum dan bersyukur dengan apa yang telah diberikan oleh Sang Pencipta.

19.  Jurnal 19

Judul: PEMAKNAAN GEGAR BUDAYA PADA FILM ENGLISH VINGLISH
Objek: Film English Vinglish

Pendekatan: pendekatan kualitatif

Analisis: tokoh utama di film English Vinglish dalam mengatasi geger budaya berdasarkan analisis semiotika Saussure

Hasil Analisis: Semiotika Saussure menekankan kepada pesan yang terkandung di dalam sebuah tanda. Seperti yang telah diuraikan dalam segitiga tanda, relasi antara signifier dan signified tidak bisa dipisahkan. Dalam studi kasus ini, penanda adalah gegar budaya dan petandanya adalah ketidakmampuan Sashi dalam berkomunikasi berbahasa Inggris. Scene yang menunjukkan ketidakmampuan Sashi dalam berbahasa Inggris adalah ketika ia sudah memasuki kantor imigrasi dan ia ditanyai tentang tujuan kedatangannya ke New York. Ia mengalami gegar budaya di dalam hal berbahasa dan ketidakmampuan itu ditunjukkan dari pengulangan pertanyaan oleh petugas imigrasi dan petugas imigrasi berusaha memperlambat tempo bicaranya. Gegar budaya yang dialami oleh tokoh utama berada dalam tahap pertama gegar budaya, yaitu mengalami frustasi dan kecemasan. Sashi cemas karena ia tidak bisa menjawab pertanyaan dari petugas imigrasi dan ia merasa tidak bisa melakukan apa-apa di New York. Beruntung ada temannya yang bisa membantu walaupun hanya sebentar. Tahap gegar budaya yang dialami oleh tokoh utama tidak hanya di saat petugas menanyakan tujuannya, namun berlanjut di tempat kopi. Masih dalam keterbatasan bahasa, ia tidak mampu mengkomunikasikan apa yang ia inginkan dan hal ini membuat penjaga toko kesal. Ketidakmampuan ia berkomunikasi membuat masyarakat pribumi kesal karena menganggap Sashi tidak sopan. Tahap ini merupakan tahap dimana imigran merasa direndahkan dan menganggap penduduk pribumi jahat kepadanya. Sashi merasa rendah diri dan ia pun mengeluarkan emosinya dengan menangis. Tahap gegar budaya yang selanjutnya adalah Sashi berusaha untuk membuka dirinya belajar Bahasa Inggris untuk menghilangkan gegar budaya yang ia alami. Hal ini ditunjukkan pada scene ia menelefon tempat kursus Bahasa Inggris. Ia berusaha untuk mengutarakan pendapatnya walaupun ia terbata-bata dalam berbicara. Ketidakmampuan ini bisa ia atasi walaupun ia harus menerima ejekan. Penerimaan atas perlakuan orang-orang di sekitarnya adalah tahapan akhir dari gegar budaya. Sashi perlahan bisa mengutarakan pendapatnya walaupun susunan kalimatnya berantakan. Hal ini membuat ia bisa membuka diri dengan masyarakat pribumi. Akhirnya ia bisa menjadikan dirinya dalam bagian komunitas masyarakat pribumi. Pembelajaran bahasa merupakan hal penting untuk mengatasi gegar budaya. Ketidakmampuan untuk membuka diri akan struktur sosial masyarakat pribumi membuat pendatang merasa rendah diri dan merasa masyarakat pribumi memperlakukan pendatang sebagai orang yang tidak beretika. Jembatan untuk meredam ketegangan antar pribumi dan pendatang dengan membangun komunikasi yang intens dimana hal ini membutuhkan kemampuan pribumi untuk mengenal bahasa lokal. Film English Vinglish menunjukkan kepada penonton bahwa dengan kemampuan untuk belajar bahasa membuat sang tokoh utama bisa menaklukkan gegar budaya yang dialaminya. Hal ini dibuktikan dengan kesuksesan Sashi memberikan pidato di hadapan banyak orang di pesta pernikahan Meera, keponakannya. Pada tahap geger budaya, sang imigan sudah memahami apa yang dikatakan oleh orang lokal, walaupun imigran tidak sepenuhnya bisa memahami apa yang dimaksud dalam perkataan orang lokal. Kejadian ini sering dialami oleh Sashi yang mengharuskan ia untuk bertanya berkali-kali kepada orang lokal ketika sedang berbicara. Penyesuaian yang dilakukan Sashi sudah memasuki tahap keempat, yaitu ia sudah bisa merasa nyaman dengan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh penduduk setempat. Tahap akhir ini merupakan tahap sukses seorang pendatang di sebuah negeri yang sudah bisa bergaul tanpa merasa cemas akan perlakuan buruk.

Kesimpulan: Gegar budaya adalah salah satu hambatan dalam berkomunikasi lintas budaya. Penyebab gegar budaya salah satunya adalah ketidakmampuan pendatang dalam memahami bahasa penduduk lokal. Film English Vinglish adalah salah satu film India yang membahasa fenomena gegar budaya tersebut. Tokoh utama memperlihatkan gegar budayanya dengan ketidakmampuan dalam berbahasa Inggris. Tahapan gegar budaya yang diperlihatkan di dalam film ini adalah keterbatasan tokoh utama dalam memahami pertanyaan yang diajukan oleh petugas imigrasi sehingga ia mengalami kesulitan untuk merespon pertanyaan tersebut. Tahapan kedua adalah ia sudah berada di lingkungan pribumi amun ia merasa sangat rendah diri karena penduduk pribumi menganggap dia tidak sopan. Hal ini menggambarkan tahap kedua gegar budaya dimana pendatang merasa penduduk lokal tidak ramah kepadanya. Tahapan selanjutnya adalah mulainya keterbukaan diri pribumi untuk memahami bahasa yang dipakai oleh penduduk lokal. Sashi berusaha mencari tempat kursus Bahasa Inggris dan ia mulai memahami perkataan orang-orang lokal walaupun ia tidak mengerti sepenuhnya. Tahap akhir gegagr budaya adalah ia sudah mulai nyaman dengan lingkungan sekitar dan mampu mengkomunikasikan apa yang ia inginkan. Pada tahap ini ia bisa menyampaikan pidatonya dengan baik di hadapan banyak undangan pada saat pesta pernikahan keponakannya. Pada tahap ini, pendatang sudah menerima gaya hidup penduduk lokal dan sudah tidak ada lagi rasa cemas dan rendah diri berada di tengah-tengah penduduk lokal.

20.  Jurnal 20

Judul: ANALISIS SEMIOTIKA NILAI-NILAI MORAL AGAMA PADA FILM TARUNG SARUNG.

Objek: nilai- nilai moral keagamaan

Pendekatan: kualitatif

Analisis: moral agama yang terdapat dalam film “Tarung Sarung”

Hasil Analisis:

A.    Menjauhi Kekerasan dan Bersikap Baik terhadap Sesama

-        Signifier (Penanda): Pada menit 3:10 dan 3:41 dimana adegan memukul terjadi di klub malam juga pada menit 22:50 mengenai makna Tarung Sarung yang dijelaskan oleh Tenri dan menit 32:40 yang terdapat adegan saling memukul. - Signified (Petanda): Sesuai dengan definisi Saussure yang menjelaskan bahwa petanda merupakan aspek mental dari bahasa: makna, pikiran, ide, konsep. Kekerasan merupakan perilaku yang tidak terpuji. Kondisi emosi yang belum stabil pada remaja dapat menimbulkan pertengkaran bahkan sampai kekerasan fisik yang dilakukannya, hal ini dikarenakan perubahan hormon dan perkembangan fisik yang menjadikannya labil secara emosi. Hal-hal yang dapat menimbulkan emosi pada remaja dapat meningkat menjadi kekerasan pada fisik, dapat menyakiti diri sendiri, atau bahkan bertengkar dengan orang lain, padahal Rasulullah saw mengajarkan umatnya untuk senantiasa sabar, berbuat baik terhadap sesama, apalagi sesama muslim.

B.    Tidak Boleh Berlebihan terhadap Sesuatu

-        Signifier (Penanda): Sebagaimana pandangan Saussure bahwa penanda merupakan aspek material dari Bahasa: apa yang dikatakan atau didengar, dan apa yang ditulis atau dibaca yang memiliki makna. Dapat berupa kata, gambar, dan suara. Pada menit 4:52 terlihat kekasih Deni yang bahagia diberikan jam tangan bermerek.

-        Signified (Petanda): Dalam hal ini berarti bentuk kemewahan yang diperankan oleh remaja, hal tersebut menjadi representasi kepribadiannya. Sebagaimana sebelumnya telah dibahas bahwa akhlak merupakan bentuk kesempurnaan iman dan ibadah, islam menajrkan untuk bersikap tawadhu’ yaitu bentuk sikap rendah hati atau merendahkan diri agar tidak sombong.

C.    Larangan Menyekutukan Allah SWT

-        Signifier (Penanda): Adegan pada menit 10:40, menit 44:53, menit 50:50, menit 58:56, menit 1:19:07, dan menit 1:43:42. Penanda pada adegan yang ada dimenit ini ditunjukan pada dialog mengenai ketauhidan.

-        Signified (Petanda): Adegan yang ditunjukan tersebut menggambarkan akhlak yang tercela, terlebih dalam hal ini tidak percaya kepada Allah SWT.

D.    . Menghormati Kepada yang Lebih Tua

-        Signifier (Penanda): Pada menit 25:39 dan 27:50 penandanya yaitu Deni yang memiliki posisi sebagai anak pemilik perusahaan. - Signified (Petanda): Dalam hal ini berarti hendaknya yang lebih muda menghormati yang lebih tua terlepas dari apapun jabatannya dan keadaanya.

E.     Menyikapi Diri terhadap Lawan Jenis

-        Signifier (Penanda): Pada menit 28:37 dan menit 1:11:33 bentuk penanda ditandai dengan dialog dan gambar mengenai batasan antara laki-laki dan perempuan seharusnya.

-        Signified (Petanda): Dalam Alquran Surat An-Nur (24): 31

F.     Larangan Berlaku Sombong atau Takabur

-        Signifier (Penanda): Sebagaimana pandangan Saussure bahwa penanda merupakan aspek material dari Bahasa: apa yang dikatakan atau didengar, dan apa yang ditulis atau dibaca yang memiliki makna. Dapat berupa kata, gambar, dan suara. Pada menit 36:48 dan 43:17 merupakan nilai dakwah mengenai sifat sombong pada remaja.

-        Signified (Petanda): Bentuk petanda pada menit ini yaitu tokoh Deni seolaholah merasa dapat melakukan segalanya ketika dia mengeluarkan uang hal ini menunjukan sifat materialistis. Hal ini terjadi pada remaja diakibatkan peran orang tua yang terlalu memberi dan mengasihi kepada kemauan anaknya

G.    Seorang Muslim Harus Kuat dan Bersungguh-Sungguh

-        Signifier (Penanda): Sebagaimana pandangan Saussure bahwa penanda merupakan aspek material dari Bahasa: apa yang dikatakan atau didengar, dan apa yang ditulis atau dibaca yang memiliki makna. Dapat berupa kata, gambar, dan suara Signified (Petanda): Sesuai dengan definisi Saussure yang menjelaskan bahwa petanda merupakan aspek mental dari Bahasa: makna, pikiran, ide, konsep.

Kesimpulan: Film Tarung Sarung ini merupakan film drama laga yang mengangkat isu budaya lokal yang sarat dengan nilai keislaman tentang pergaulan khususnya di kalangan remaja. Pesan pada film tersebut yaitu upaya ajakan kepada kalangan remaja untuk tidak melakukan tindakan-tindakan kekerasan seperti tawuran antar kelompok. Pada film tersbut juga adanya pesan tentang nilai-nilai ketauhidan dan syariah islamiyah yaitu pesan-pesan yang menguatkan karakter remaja dalam menentukan keyakinan dan kebenaran dalam bersikap dan berprilaku sesuai dengan tuntutan ajaran Islam yang berkembang pada budaya masyarakat tersebut.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANALISIS SEMIOTIKA STRUKTURALISME FERDINAND DE SAUSSURE

Menulis Abstrak, Meniatkan Penelitian

Hasil Analisis Inovasi bentuk figur Kayon wayang kulit purwa surakartans