Review 20 Jurnal Film Dan Jurnal
Pesan-Pesan Dakwah
Dalam Film “3 Idiots”
Abstrak
3 Idiots adalah film India.
Film ini diluncurkan tahun 2009 dan sebagai film favorit di Bollywood. 3 Idiots mendapatkan penghargaan film
internasional. Film ini mengadopsi novel
best seller karya Chetan Bhagat, "Five Point Someone". 3 Idiots
berisi kritik sosial tentang
sosial dan budaya, seperti tentang nilai sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi tanda dan pesan dari nilai
Islam dalam film. Pendekatan kualitatif dengan analisis semiotik Ferdinand De Saussure
digunakan dalam penelitian ini. Kedua poin
dari semiotik Ferdinand De Saussure adalah; penanda dan petanda, Langue dan Parole,
sintagmatik dan asosiatif. Analisis pesan dakwah digunakan untuk mengeksplorasi pesan dakwah dalam film. Film ini
terbagi ke dalam lima pesan dakwah; pertama,
teologi seperti diwakili bagaimana memotivasi tentang kesadaran kepada Allah. Kedua, tentang pendidikan,
sebagai kritik tersebut untuk sistem pendidikan. Thirt, solidaritas. Dalam solidaritas
tidak mengeksplorasi bagaimana membantu saudara atau teman-teman. Fourd, harmoni
religiusitas. Lima, amar ma'ruf nahi munkar atau termotivasi untuk melakukan nilai possitive dan
kemudian menjadi kontra untuk nilai negatif.
Pesan itu dibangun sebagai indah. Signifier dan signified atau simbol yang digunakan untuk mewakili makna. The langue
dan parole telah dibangun dengan sintagmatik dan asosiasi untuk menyajikan pesan
besar, sebagai 'sikap idiot' tersebut.
Semua tanda-tanda dibangun secara sistematis dan indah. Jadi, penonton
bisa untuk mendapatkan makna.
PENDAHULUAN
Seiring perkembangan teknologi media dan informasi, film ibarat sebagai pisau yang bermata tajam. Di satu sisi, film dapat difungsikan sebagai media negatif seperti media
proganda kaum kapitalis, media meraih simpatik dan mempengaruhi publik, dan lain
sebagainya. Di satu sisi yang lain,
film dapat di fungsikan sebagai media positif, salah satunya adalah dakwah. (Arifin, 2011: 112).
Film sebagai
media dakwah, di dalam menyampaian pesannya dapat menyisipkan nilai-nilai keagamaan dengan
pendekatan seni budaya, seperti
contoh: menampilkan adab berbicara yang sopan kepada setiap orang.
Selanjutnya pesan dakwah yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi
dapat diekspresikan dalam bentuk cerita dan disajikan dalam film. Kemudian film yang berisi pesan dakwah dapat disebut dengan film dakwah. (Arifin,
2011: 106).
Salah satu film yang meraih kesuksesan ialah 3 Idiots yang dirilis pada tahun 2009. Dinobatkan sebagai salah satu film terlaris sepanjang sejarah
Bollywood. Film 3 Idiots juga memborong banyak penghargaan film Internasional. Film dengan alur flashback ini menyajikan cerita yang menarik tentang realita dunia
pendidikan. Sang sutradara, Rajkumar Hirani berhasil mengemas kritik dan pesan secara
apik, cerdas serta tanpa membuat penonton
bosan dan merasa
digurui.
Dakwah adalah wajib hukumnya bagi setiap muslim, dengan berbagai cara yang telah di syariatkan dan bertujuan untuk mencari keridhaan Allah SWT agar selamat di dunia dan bahagia di akhiratnya. Melalui sarana film, pesan dakwah disisipkan di dalam visualisasi adegan film. Ini bertujuan agar pesan dakwah dapat dengan mudah diterima penontonnya. Oleh karenanya, peneliti ingin mengaji lebih mendalam film 3 Idiots untuk mengetahui pesan dakwah yang terkandung di dalam tanda yang muncul selama film diputar. Kajian atas film ini menggunakan analisis semiotika. Analisis ini digunakan untuk membedah makna pesan di balik tanda yang muncul dalam film 3 Idiots. Focus penelitian ini adalah tanda-tanda apa yang digunakan dalam film 3 Idiots dan apa saja pesan dakwah Islam yang terkandung dibalik tanda yang ada dalam film 3 Idiots?
Teori semiotika yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori semiotika Ferdinand De Saussure, yakni pandangan tentang: (1) Signifier (petanda) dan Signified (penanda); (2) Langue (struktur abstraksi bahasa), Parole (tuturan, ujaran); (3) Syntagmatic (sintagmatik) dan Associative (paradigmatik). (Sobur, 2006: 15) Akhirnya dengan pisau analisis ini akan diketahui pesan dakwah apa yang tersirat dan tersurat dari film tersebut.
Ditinjau
dari segi bahasa, dakwah berasal dari bahasa Arab dakwah dan kata da’a, yad’u yang berarti panggilan,
ajakan, seruan. Terlepas dari hal itu pemakaian kata “dakwah”
dalam masyarakat Islam, terutama di Indonesia, adalah sesuatu yang tidak asing. Arti dari kata “dakwah” yang
dimaksudkan adalah “seruan” dan “ajakan”. Kalau kata dakwah diberi arti “seruan”, maka yang dimaksudkan adalah seruan kepada Islam atau seruan Islam. Demikian juga halnya
kalau diberi arti “ajakan”, maka yang dimaksud adalah ajakan kepada
Islam atau ajakan Islam. (Aziz. 2004: 2-4).
Ada beberapa unsur yang mesti ada dalam dakwah diantaranya pertama,
Da’i setiap orang yang hendak menyampaikan, mengajak orang ke jalan Allah.
(Saputra, 2011: 23) kedua, Materi
(maddah) yaitu, isi pesan atau materi yang disampaikan oleh da’i kepada
mad’u. Pada dasarnya materi dakwah bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits
sebagai sumber utama yang meliputi aqidah (kepercayaan), syariah (hukum), dan akhlak (perbuatan). Aqidah dalam Islam
bersifat batiniyah yang mencakup masalah-masalah
yang erat hubungannya dengan rukun iman, serta
masalah-masalah yang dilarang
sebagai lawannya meliputi
syirik (menyekutukan adanya Tuhan), ingkar dengan adanya Tuhan, dan sebagainya. Syari’ah dalam Islam berhubungan erat
dengan amal lahir (nyata) dalam
rangka mentaati semua peraturan atau hukum Allah SWT guna mengatur hubungan
antara manusia dengan Tuhannya dan mengatur pergaulan
hidup antara sesama manusia. Sebagai
materi dakwah, masalah akhlak diperlukan untuk menyempurnakan keimanan dan
keislaman. (Saputra dan Hefni, 2006: 106). Sedangkan Barmawie Umary
membagi materi dakwah lebih rinci lagi, yaitu menjadi sepuluh materi,
meliputi: aqidah, akhlaq,
ahkam, ukhuwah, pendidikan, sosial, kebudayaan,
kemasyarakatan, amar ma’ruf, dan nahi mungkar. (Umary, 1969: 56-58)
Ketiga, Uslub atau metode
dakwah, sudah dijelaskan dalam al- Qur’an, setidaknya ada tiga metode, yaitu hikmah (bijaksana), mau’idzah al hasanah (pelajaran yang baik), dan mujadalah (diskusi atau musyawarah). Keempat, yaitu media dan sarana dakwah. Jika metode dakwah merupakan
mesin dan pengemudi
dari sebuah kendaraan
dalam perjalanan dakwah menuju
suatu tujuan yang ditetapkan, maka media merupakan kendaraan itu sendiri. Tanpa
instrument yang dimiliki oleh da’i, perjalanan dakwah
tidak akan berjalan. Kelima Mad’u yaitu, objek
masyarakat umum.
Film juga
memiliki fungsi sebagai media dakwah. Film adalah gambar- hidup yang juga sering disebut movie. Film juga secara kolektif sering disebut sebagai sinema. Sinema itu sendiri
bersumber dari kata kinematik atau gerak. (Mabruki
2013: 3), Berdasarkan tema yang diangkat, film dapat
dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu; Pertama, drama, yakni film yang pesannya
lebih menekankan pada sisi human interest
yang bertujuan mengajak
penonton ikut merasakan kejadian yang dialami tokohnya, sehingga penonton merasa seakan-akan berada di dalam film tersebut.(Rolnicki, 2008: 413).
Kedua, aksi (action); film yang mengutamakan adegan-adegan perkelahian,
pertempuran dengan senjata, atau kebut-kebutan kendaraan antara tokoh yang baik (protagonis) dengan tokoh yang
jahat (antagonis), sehingga penonton ikut merasakan
ketegangan, was-was, takut, bahkan bisa ikut bangga terhadap kemenangan si
tokoh utama. Ketiga, komedi (Commedy);
film mengutamakan tontonan yang dapat membuat penonton tersenyum, atau bahkan tertawa terbahak-bahak karena
sifatnya yang lucu. Keempat, tragedy
(tragedy); film yang bertemakan tragedi, umumnya mengetengahkan kondisi atau nasib yang
dialami oleh tokoh utama pada film
tersebut. Kelima, horor; yakni film yang menampilkan adegan- adegan
yang menyeramkan sehingga membuat penontonnya merinding dan takut.
Semiotika adalah ilmu yang membahas tentang
tanda dan bagaimana tanda-tanda itu bekerja. Ini
diartikan sebagai studi tentang tanda
dan segala yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungan
dengan tanda-tanda yang lain, pengirimannya dan penerimaannya oleh mereka yang menggunakannya.
(Kriyantono, 2008: 263) Sedangkan
tanda itu sendiri di definisikan sebagai sesuatu yang atas dasar
konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dan dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain.
(Sobur, 2006: 95).
Sedikitnya ada lima pandangan
Ferdinand de Saussure
yang terkenal, yaitu pandangan tentang: (1) Signifier
(petanda) dan Signified (penanda); (2) Form (bentuk) dan Content (isi); (3) Langue (struktur abstraksi bahasa),
Parole (tuturan, ujaran), dan Langage ; (4) Synchronic
(sinkronik) dan Diachronic (diakronik);
serta (5) Syntagmatic (sintagmatik) dan Associative (paradigmatik). (Sobur,
2006: 46).
Signifier (penanda) adalah kesan
bunyi yang didapatkan dari mulut penutur (individu). Sedangkan Signified (petanda) adalah konsep atau
Synchronic (sinkronik) adalah mempelajari suatu bahasa pada satu kurun waktu tertentu saja. Sedangkan Diachronic (diakronik) adalah telaah bahasa sepanjang masa selama bahasa itu digunakan oleh para penuturnya. Menurut Saussure di dalam studi linguisik harus memperhatikan sinkronik terlebih dahulu sebelum diakronik. Syntagmatic (sintagmatik) adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan, yang tersusun secara berurutan, dan bersifat linear. Hubungan sintagmatik pada tataran fonologi tampak pada urutan fonem- fonem dengan urutan /k, i, t, a, b/. Apabila urutannya diubah, maka maknanya akan berubah, atau tidak bermakna sama sekali. Associative (paradigmatik) adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan dengan unsur-unsur sejenis yang tidak terdapat dalam tuturan yang bersangkutan. Hubungan paradigmatik pada tataran fonologi tampak pada contoh: antara bunyi /r/, /k/, /b/, /m/, dan /d/ yang terdapat pada kata rata, kata, bata, mata, dan data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Film 3 Idiots (Hindi: थ्रीइडीयट्स) adalah film drama komedi India yang dirilis pada tanggal 25 Desember 2009. Film ini disutradarai oleh Rajkumar Hirani, dengan skenario oleh Abhijat Joshi, dan diproduksi oleh Vidhu Vinod Chopra. Film ini diadaptasi dari novel “Five Point Someone” karangan Chetan Bhagat. Setelah didistribusikan ke setiap bioskop yang ada di India, film ini memecahkan semua rekor pembukaan film box office di India dan menjadi film terlaris di penghujung tahun 2009. Film 3 Idiots sukses dipasarkan di Asia Timur seperti China, dan beberapa negara di Benua Amerika. Menurut situs Boxofficeindia.com film ini mendapatkan keuntungan lebih dari 25 juta dolar Amerika dari pemutarannya di seluruh bioskop di luar negeri, serta menjadi catatan film terlaris sepanjang masa di pasar internasional sebelum disusul oleh Dhoom 3. 3 Idiots adalah film Bollywood pertama yang secara resmi dirilis di situs Youtube.com serta berhasil meraih beberapa penghargaan diantaranya Filmfare Awards1 kategori film terbaik dan sutradara terbaik, Star Screen Awards, IIFA Award
Kesuksesan film 3 Idiots mencoba diulang oleh negara China dengan dibuatnya 3 Idiots versi China yang akan diproduseri oleh Stephen Chow, danjuga akan dibuat ulang film 3 Idiots versi Hollywood yang akan diproduksi di Amerika. Penelitian ini menggunakan objek penelitian film 3 Idiots yang sudah ditransliterasi ke dalam bahasa Indonesia. Transliterasi (subtitle) film ini diperoleh dari situs Subscene.com dengan judul 3 Idiots AKA Three Idiots.
Pesan-Pesan Dakwah Dalam Film 3 Idiot
Islam merupakan agama universal, ajarannya mencakup seluruh
aspek kehidupan umat manusia yang
berlaku di semua tempat dan semua masa.Atas
dasar sifat universalitas inilah yang menjadikan ajaran Islam dapat masuk ke dalam berbagai
bangsa.Islam merupakan agama yang memiliki
keseimbangan orientasi hidup, yaitu kehidupan dunia dan akhirat.Universalitas Islam
terintegritas dan terkodifikasi dalam akidah, syariah,
dan akhlak.Antara satu dan yang
lainnya terdapat nisbat atau hubungan yang saling berkaitan dan
semuanya berfokus dan menuju pada satu titik, yaitu
ke-Esaan Allah.
Atas dasar prinsip universalitas Islam di atas pada bab ini peneliti
mengajak para pembaca untuk melihat film 3 Idiots dari perspektif dakwah Islam. Peneliti yang juga seorang
muslim berasumsi bahwa pesan-pesan di
dalam film ini dapat di tarik ke dalam ranah dakwah Islamiyah. Asumsi ini didasarkan pada tanda-tanda yang terdapat
di dalam visualisasi setiap adegan yang mengindikasikan adanya
pesan
Oleh karena tanda-tanda yang muncul dalam visualisasi adegan film dilihat dari perspektif dakwah Islam, maka pesan-pesan yang terdapat di dalamnya pun mengandung nilai-nilai dakwah Islamiyah. Sehingga untuk menafsirkan tanda-tanda tersebut lebih tepat peneliti menggunakan penafsiran dakwah Islamiyah.
Selanjutnya, 3 Idiots merupakan film fiksi beralur flash-backdengan kategori drama-komedi. Dalam penokohannya film ini dikemas dengan menggunakan tiga ikon orang yang memiliki kepribadian dan pola pikir yang berbeda dengan orang pada umumnya. Representasi orang-orang yang cerdas digambarkan dengan tiga ikon orang “idiot” yang menunjukkan bahwa sutradara ingin menunjukkan kecacatan yang sesungguhnya bukan pada orang-orang yang dianggap “idiot”, melainkan pada diri masyarakat sekarang ini yang autis terhadap zaman.
Film 3 Idiots menceritakan tentang kehidupan tiga anak remaja yang
merantau untuk mencari ilmu diperguruan tinggi agar bisa menjadi seorang insinyur teknik
mesin.Mereka kuliah disalah satu perguruan tinggi terbaik di India, yakni Imperial College of Engineering (ICE). Karena perguruan tinggi tersebut sangat
sulit untuk dimasuki oleh kalangan orang
biasa yang tidak mampu berfikir cerdas, menyebabkan banyak orang tua dari anak yang masuk ICE rela
berkorban dan melakukan apapun demi
melihat anaknya lulus menjadi insinyur di perguruan tersebut.
Dikisahkan 3 orang ini bernama Rancho, Farhan, dan Raju. Mereka adalah teman satu kamar di asramanya semenjak hari pertama menjejakkan kaki di universitas tersebut. Dalam film ini tokoh Rancho digambarkan sebagai seorang mahasiswa yang cerdas dan selalu mengaplikasikan ilmu yang telah ia dapat sebelum maupun saat ia pelajari sewaktu kuliah. Sedangkan Farhan dan Raju adalah mahasiswa dengan nilai paling rendah dalam peringkat nilai.Rancho, memiliki pandangan berbeda mengenai ilmu pengetahuan dan pemesinan. Pandangannya begitu maju dan menentang pandangan kuno tentang mesin, bahwa semuanya tidak hanya berdasarkan "teksbook", seperti yang diajarkan para dosen di ICE. Ia juga menentang salah satu pengajarnya yaitu Profesor Viru Sahasrabuddhe atau biasa di panggil “Virus” (Boman Irani), oleh mahasiswa yang lain. Hal ini di awali setelah ada salah seorang mahasiswa bernama Joy Lobo, gantung diri di kamar asramanya.Menurut Rancho, kematian Joy disebabkan oleh salahnya sistem pengajaran, yang hanya menitik beratkan pada nilai ujian bukan atas dasar kreatifitas diri mahasiswa yang terkait.
Dari sinilah perseteruan antara Rancho dan Virus dimulai. Virus memberi
label kapada Rancho dan kedua sahabatnya itu sebagai “idiot”. Iajuga mempengaruhi Farhan dan Raju untuk menjauhi
Rancho. Sebaliknya mahasiswa kesayangan Virus adalah Chatur
Ramalingam atau "Silencer", (Omi Vaidya). Chatur
adalah mahasiswa sesuai harapan sistem kampus, yang melihat peringkat
tertinggi berdasarkan nilai, sangat bergengsi
dan merupakan tiket untuk menaikkan strata status yang lebih tinggi, ia memandang kekuasaan
korporasi adalah kekayaan.
Dalam suatu adegan kritik keras dilontarkan oleh Rancho, yaitu bahwa
Universitas ICE (Imperial College Engineering) tempat mereka menimba ilmu pemesinan, hanya menghasilkan
insinyur-insinyur yang hanya
pintar bicara, tidak ada topik mengenai penemuan baru setiap harinya,
tidak ada penemuan baru yang dihasilkannya setiap tahun, dan metode
pengajaran yang mengarahkan mahasiswanya untuk mendapatkan nilai sangat bagus, namun belum tentu dapat mengaplikasikankeilmunya tersebut. Bahkan hanya
menghasilkan lulusan yang nantinya
bekerja pada perusahaan asing, dengan gaji besar, namun tidak memajukan bangsanya
sendiri.Dalam film ini, universitas digambarkan
bukan mengajarkan ilmu yang aplikatif namun mengajarkan bagaimana mendapatkan nilai
yang bagus.
Rancho selalu berkata pada 2 sahabatnya, Farhan dan Raju untuk selalu menjadi diri sendiri, tidak atas dasar paksaan dari orang lain. Menurutnya, kebahagian datang saat seseorang menikmati setiap langkah yang diambilnya, kemudian kesuksesan akan menjadi akses dari langkah tersebut.
Dalam mengkritik sistem kampus yang kaku, Rancho, Farhan, dan Raju mengalami berbagai asam manisnya kehidupan menjadi mahasiswa. Tawa dan tangis selalu mereka lewati bersama, hingga akhirnya diceritakan mereka punluluskuliah dengan Rancho sebagai mahasiswa terbaik di kampus tersebut. Farhan akhirnya menjadi seorang fotografer alam liar profesional, meninggalkan dunia teknik, Raju menjadi salah satu direktur perusahaan asing di Indiadan Chatur (ia adalah saingan Rancho untuk mencapai peringkat mahasiswa terbaik di ICE) menjadi seorang pengusaha sukses yang punya mobil Lamborghini.Sedangkan Rancho menjadi ilmuwan sekaligus guru sebuah sekolah.
Jika diamati dengan teliti, dari tingkah polah dan dialog para tokoh di dalam film ini, banyak sekali pesan-pesan yang diajarkan kemudian dapat dipetik untuk diaplikasikan dalam kehidupan nyata serta dijadikan pemikiran sebagai bahan untuk mawas diri. Alangkah baiknya film ini jika dijadikan rujukan dalam pembuatan film sehingga di masa mendatang film-film yang beredar dimasyarakat akan lebih mendidik pemirsanya. Dan pada akhirnya membuat pemirsanya menjadi lebih peka dan tanggap dengan apa yang terjadi di sekitarnya.
Film 3 ideot mengemas pesan-pesan dakwah dengan menggunakan beberapa tanda. Tanda-tanda audio visual tersebut mengandung pesan- pesan bernilai dakwah, yakni pesan yang mengajak pemirsa untuk mengenal, mengingat, dan memahami nilai-nilai luhur tertentu sebagaimana diajarkan dalam agama Islam. Tanda-tanda tersebut dapat dimaknai dan diklasifikasikan ke dalam beberapa pesan dakwah sebagai berikut. Pertama, pesan tentang aqidah (theology). Pesan tersebut terkonstruk dalam sebuah visualisasi dalam bentuk adegan Rancho dan beberapa mahasiswa lain beserta Virus tengah membantu proses persalinan Mona. Visualisasi adegan Millimeter yang berkata kepada Raju dan Farhan bahwa kepercayaan mereka akan segera sirna selama mereka hidup di Universitas ICE (Imperial College Engineering).
Gambar Gambar Gambar
Pesan dalam adegan tersebut adalah orang dalam kondisi sulit pasti akan mengingat dan menyandarkan hidupnya kepada Yang Maha Kuasa Kata Allah menjadi kata yang diucapkan secara reflek. Ucapan yang muncul secara reflek menggambarkan suatu kondisi batin seseorang. Ditambah lagi dengan diskusi tentang masalah Tuhan yang divisualisasi dalam film ini menambah kuat makna tentang spiritualitas (aqidah) yang menjadi thema yang diusung dalam film ini.
Kedua, pesan tentang substansi pendidikan. Pesan ini tampak sangat menonjol pada adegan Rancho mengungkapkan keprihatinannya terhadap sistem pembelajaran yang ada di kampusnya.
Subtitle yang divisualisasi dalam film tersebut merupakan terjemahan dari dialog aslinya. Meski melalui subtitle, kedua gambar di atas menyuguhkan makna bahwa pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang mendorong siswa atau mahasiswa untuk berani dan aktif berkreasi dan berinovasi, bukan menghafal teori. Sementara system pendidikan yang dijalankan lebih menekankan pada tekstualisasi atau menghafal teks-teks yang ada.
Ketiga, pesan tentang solidaritas social. pesan ini direpresentasikan dalam sebuah adegan Rancho bersama Pia membonceng ayah Raju yang tengah kritis ke rumah sakit dengan mengendarai sepeda motor. Serta visualisasi adegan bagaimana sikap dan tingkah laku Rancho yang menolak sistem ranking dalam dunia pendidikan. Adegan membonceng orang sakit hingga masuk ruang gawat darurat merepresentasikan kegentingan. Yakni sebagai sebuah kegelisahan dan kekhawatiran atas seseorang yang sedang sakit. Lebih jauh adegan ini merepresentasikan rasa ikut khawatir atas kondisi orang tua dari teman yang sedang sakitnya parah. Dalam konteks lain, Rancho yang menolak system rangking dalam kampus merepresentasikan sebuah pandangan bahwa rangking dinila menjadi salah satu sisi yang mendorong mahasiswa menjadi terkotak- kotak. Mahasiswa terklasifikasi berdasarkan pada perolehan nilai yang sebenarnya tidak selalu menggambarkan kompetensi yang dimilikinya.
Sub title pada
gambar pertama “Hay. Taju, kita memang harus belajar dengan sangat serius.
Tapi bukan Cuma untuk lulus belaka.” sementara sub title pada gambar kedua “Jangan
mengejar kesuksesan! Kesempurnaan! Kejarlah kesempurnaan! Maka kesuksesan akan mendatangimu.” Sebuah visualisasi yang mengusung
pesan betapa orang harus
belajar sungguh-sungguh tetapi bukan untuk sebuah formalism pendidikan.
Belajar bukan untuk kesuksesan, tetapi untuk sebuah tugas mulia. Dengan tujuan yang mulia, maka kesuksesan akan dapat diperoleh.
Pada adegan lain ditampilkan tentang adegan Farhan
mencoba menghilangkan masalah yang dihadapai dengan meminum-minuman keras hingga mabuk, namun masalah yang
dihadapainya tidak juga kunjung usai.
Sub title
“sebotol miras
kutenggak, namun tak juga mengusir masalahku”
di
atas menegaskan sebuah pesan bahwa minuman keras tidak memberikan jalan keluar atas problem yang
dihadapi. Secara tersirat memberikan
pesan bahwa janganlah menggunakan minum minuman yang memabukkan, karena
akan sia-sia.
Menurut
Barmawie Umary (1969: 56-58).pesan-pesan
dakwah meliputi: Aqidah, syariah,
akhlaq, ukhuwah dan pendidikan, Sosial, kemasyarakatan, amar ma’ruf dan nahi munkar.
Berdasar pada pendapat tersebut,
pesan-pesan yang terkandung dalam
film 3 Idiots dapat dikategorikan pada pesan-pesan dakwah, karena memberikan pandangan dan dorongan
untuk melakukan sesuai yang positif
dan diajarkan oleh agama.
Pesan-pesan tersebut antara lain tentang
masalah aqidah, pendidikan, solidaritas sosial, kerukunan antar umat beragama, serta amar ma’ruf nahi munkar.
Sub title “sebotol
miras kutenggak, namun tak juga mengusir masalahku” di atas menegaskan sebuah pesan bahwa minuman keras tidak memberikan jalan keluar atas problem yang
dihadapi. Secara tersirat memberikan
pesan bahwa janganlah menggunakan minum minuman yang memabukkan, karena
akan sia-sia.
Menurut Barmawie Umary (1969: 56-58).pesan-pesan dakwah meliputi: Aqidah, syariah, akhlaq, ukhuwah dan pendidikan, Sosial, kemasyarakatan, amar ma’ruf dan nahi munkar.
Berdasar pada pendapat tersebut, pesan-pesan yang terkandung dalam film 3 Idiots dapat dikategorikan pada pesan-pesan dakwah, karena memberikan pandangan dan dorongan untuk melakukan sesuai yang positif dan diajarkan oleh agama. Pesan-pesan tersebut antara lain tentang masalah aqidah, pendidikan, solidaritas sosial, kerukunan antar umat beragama, serta amar ma’ruf nahi munkar.
PENUTUP
Dari analisis yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa di dalam film 3 Idiots
terdapat lima pesan dakwah yaitu;
pertama, pesan theologies yang ditampilkan dengan citra menggugah kesadaran seseorang tentang eksistensi Tuhan. Kedua,
pesan tentang pendidikan. Dalam pesan
ini dilontarkan kritik atas system pendidikan yang ada. Ketiga, pesan tentang solidaritas.
Pesan ini menekankan pada sikap yang harus
diambil ketiga saudara atau teman menghadapi kesulitan,
maka harus
Kelima, pesan tentang amar ma’ruf nahi munkar atau
mengajak kepada kebaikan
dan mencegah hal-hal yang munkar. Pesan-pesan tersebut
dikonstruksi dengan baik. Penanda (signifier) dan petanda
(signified) atau symbol digunakan untuk merepresentasikan makna. Bahasa (langue dan parole) digunakan dan susunan tanda (syntagmatic) dan asosiasi (association)
dirangkai untuk mengusung pesan tertentu yaitu tindakan ‘gila’. Semuanya disusun
secara menarik, sehingga
pemirsa dengan mudah
dapat menangkap makna yang dimaksudkan.
1. Jurnal 1
Judul: Representasi Emosional Joker Sebagai Korban kekerasan Dalam Film Joker 2019 (Analisis Semiotika Ferdinand De Saussure)
Objek: emosional Joker sebagai korban kekerasan.
Pendekatan: kualitatif deskriptif, artinya data yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan data secara kualitatif (data yang tidak terdiri atas
angka-angka) merupakan berupa kata-kata dan gambar yang kemungkinan menjadi
kunci terhadap apa yang diteliti.
Analisis: film
Joker 2019 terdapat sejumlah sequence film yang merepresentasikan emosional
Joker sebagai korban kekerasan.
Hasil Analisis:
1.
Signifier:
Ekspresi wajah Arthur dengan wajah penuh riasan. Senyum yang dibentuk dari
kedua jarinya yang menarik sudut bibir sehingga membentuk senyuman. Riasan mata yang luntur berwarna hitam karena ada air mata yang menetes.
Signified: Kesedihan yang terpendam inilah makna yang ingin ditunjukkan melalui
adegan ini. pada adegan tersebut Arthur berusaha menyembunyikan kesedihannya
melalui riasan wajahnya. Arthur juga berusaha menutupi perasaannya dengan
senyuman yang dipaksakan 8 lewat kedua jari tangan yang menarik sudut bibirnya.
Namun
kemudian air matanya menetes dan membuat riasan wajahnya meluntur pada bagian
matanya.
2. Signifier: Arthur dikeroyok oleh sekelompok remaja. Ia berusaha melindungi
anggota tubuhnya saat dipukuli. Usai dipukul Arthur hanya tersungkur dan tidak
terbangun hingga akhirnya sekelompok remaja tersebut meninggalkannya sendirian
di ujung gang. Signified: Arthur mendapatkan kekerasan fisik dari orang orang
yang ada disekelilingnya. Dari gesture-nya saat dipukuli yang hanya berusaha
melindungi diri dengan kedua tangannya tanpa membalas orang orang tersebut maka
bermakna bahwa Arthur lemah. Arthur tidak memiliki kekuatan untuk melawan orang
orang yang menyakitinya.
3. Signifier: Tulisan di dalam catatan harian Arthur yang berisi “I just hope
my death makes more cents than my life” (kuharap kematianku menghasilkan lebih
banyak uang daripada hidupku). Signified: Di dalam catatan harian tersebut
kalimat “I just hope my death makes more cents than my life” (kuharap
kematianku menghasilkan lebih banyak uang daripada hidupku) mengarah pada makna
perasaan emosional dan rasa putus asa yang dirasakan oleh Arthur.
4. Signifier: Kalimat dalam dialog Arthur yang menyatakan bahwa ia tidak
pernah bahagia satu menit pun dalam hidupnya meskipun namanya adalah Happy. Ia
menyampaikan kalimat tersebut kepada ibunya saat berada di rumah sakit. Tatapan
mata Arthur yang kosong, alisnya yang meninggi namun sudut bibirnya menurun.
Signified: Perasaan hampa tampak dari ekspresi wajah Arthur saat berbicara
dengan ibunya. Alisnya yang meninggi namun sudut bibirnya menurun. Ditambah lagi
dengan tatapan kosong saat ia menyampaikan potongan kalimat dalam dialognya
yaitu aku tidak pernah bahagia semenitpun dalam hidupku. Menunjukkan
perasaan yang hampa dan kesepian karena tidak dianggap.
5. Signifier: Riasan wajah Joker menyerupai badut. Dialog Joker pada adegan
ini “Asal kamu tahu ini adalah minggu yang begitu berat, Murray. Setelah aku
membunuh 3 pria Wall-street itu. Tidak ada lelucon. Ini bukan gurauan. Aku
tidak akan kehilangan apapun. Tidak ada yang bisa melukaiku lagi”. Serta gesture
Joker yang menunduk saat mengatakan hal tersebut. Signified: dengan bersembunyi
dibalik riasan wajahnya dan nama barunya yakni Joker, Arthur mengakui perbuatan
membunuhnya. Dengan intonasi dan gesture wajah yang menunduk Joker mengakui
kejahatannya. Ekspresi tersebut merepresentasikan kesedihan karena ia telah
disakiti oleh orang disekelilingnya dan ia berusaha membalasnya dengan membunuh
ketiganya. kesedihan juga tampak saat ia menyampaikan dialognya dengan 10
intonasi yang menurun mengenai alasan mengapa ia membunuh ke 3 pria tersebut.
Hal itu tampak dari ekspresi wajahnya yang menunduk yang berarti kesedihan.
6. Signifier: Dialog Joker pada adegan ini “Oh. Mengapa semua orang bersedih
untuk mereka? Jika aku yang mati disana, kalian akan melangkahiku. Aku
melewatimu setiap hari tapi kau tidak mengenaliku. Tapi mereka? Cuma karena
Thomas Wayne menangisi mereka.“ Serta gesture Joker dengan wajah terangkat saat
berbicara dan nadanya meninggi. Signified: Perasaan cemburu arthur kepada orang
lain yang dianggapnya lebih penting dibanding dirinya. Joker merasa marah dan
kecewa karena dirinya tidak dianggap oleh sekelilingnya. Kemarahan itu nampak
dari nadanya yang meninggi, ekspresi wajahnya yang nampak meremehkan diri
sendiri, dengan wajah yang terangkat saat berbicara.
7. Signifier: Dialog Joker pada adegan ini “Tapi kau jahat Murray, memutar
videoku, mengundangku dalam acara ini. Kau Cuma ingin mengejekku. Kau sama
seperti yang lainnya”. Gesture Joker melalui tatapan matanya yang melirik
sinis. Signified: Dalam adegan ini Joker ingin menunjukkan perasaan
kebenciannya pada Murray. Hal itu ia sampaikan melalui kata kata dengan nada
sinis serta tatapan melirik dengan penuh kebencian.
8. Signifier: Intonasi Joker yang semakin meninggi setelah ditolak oleh Murray
untuk menyampaikan lelucon lainnya dalam adegan ini. Selain itu dialog
dalam sequence ini yakni “Bagaimana dengan lelucon lain Murray? (kemudian
ditolak) apa yang kau dapat saat kau melewati sakit mental menyendiri dari
masyarakat yang membuangnya dan memperlakukannya seperti sampah? Ku beritau apa yang kau dapat. Kau dapat yang sudah sepantasnya”. Kemudian
Joker menembak Murray. Signified: Intonasi Joker yang meninggi menandakan
kemarahan Joker setelah ditolak oleh Murray. Meningginya intonasi tersebut juga
berarti kekesalan Joker karena ia merasa diabaikan dan tidak didengarkan.
Intonasi tersebut semakin meninggi dan memuncak pada adegan Joker menembak
Murray tepat di kepala yang artinya Joker tidak mampu lagi menguasai emosi
kemarahan dalam dirinya. Hingga akhirnya ia melampiaskan dengan melakukan tindakan
yang kejam yakni membunuh Murray.
Kesimpulan: Berdasarkan hasil analisis representasi emosional Joker sebagai korban kekerasan dalam film Joker 2019 analisis teori semiotika Ferdinand de Saussure yang telah dilakukan terhadap film Joker 2019 ditarik kesimpulan sebagai berikut: Film Joker 2019 merupakan gambaran mengenai kerasnya kehidupan seorang pria bernama Arthur yang kerap menjadi korban kekerasan baik secara fisik maupun psikis. Di dalam film tersebut terdapat representasi emosional Joker sebagai korban kekerasan yang ditunjukkan melalui perubahan secara menyeluruh karakter utama. Dari yang awalnya bernama Arthur saat kondisi emosionalnya berubah dari korban menjadi pelaku kejahatan ia merubah namanya menjadi Joker. Tidak hanya nama representasi emosional juga ditunjukkan melalui pesan yang dimaknai secara semiotika berdasarkan teori Ferdinand de Saussure melalui perubahan kostum (penanda), dari yang awalnya berwarna monokrom (dominan gelap) menjadi lebih berwarna. Berdasarkan analisis semiotika ini mengartikan perubahan karakter seseorang dari yang awalnya tertutup menjadi lebih ekspresif dalam mengungkapkan perasaanya (petanda). Dari film ini ada pesan yang disampaikan oleh pembuat film. Yakni agar tidak menyakiti orang lain meski mereka terlihat lemah. Karena orang yang lemah bukan berarti tidak memiliki kekuatan untuk membalas, hanya saja mereka menunda pembalasan hingga waktunya tepat. Selain itu menghargai kesehatan mental juga menjadi pesan dari film ini. Karena orang yang memiliki kondisi gangguan mental juga perlu didengar dan dihargai agar mereka juga memerasa bahwa dirinya aman. Karena orang yang memiliki kondisi gangguan mental cenderung nekat. Artinya jika mereka dalam kondisi tidak aman maka tidak menutup kemungkinan hal yang terburuk bisa terjadi seperti dalam film Joker 2019. Pada bagian ini ingin kami sampaikan bahwa secara keseluruhan film Joker 2019 telah berhasil membawa para penontonnya untuk larut dalam emosinya. Namun yang masih perlu diperhatikan dalam film ini yaitu: Film ini mengambil sudut pandang pemeran utama yang kemudian menjadi jahat setelah tersakiti. Seakan akan mengajak penonton untuk menjadi jahat bila disakiti, jika penonton tidak mengetahui makna yang sesungguhnya dalam film ini. Karena jika dilihat secara polosan saja film ini seakan membenarkan tindak kejahatan jika seseorang disakiti. Sehingga pesan moral dari film ini seharusnya bisa lebih diperjelas lagi agar tidak menimbulkan makna yang negatif. Saat menonton film sebaiknya penonton bisa lebih memaknai dari sisi positif dari cerita yang disuguhkan, meskipun film ini lebih banyak mengambil sudut pandang negatif dari pikiran dan reaksi pemeran utama saat menghadapi tindak kejahatan. Batman menjadi film yang digemari oleh anak anak hingga dewasa. Sehingga kemunculan film Joker 2019 yang sebelumnya sangat dikenal sebagai musuh Batman, sangat ditunggu oleh semua kalangan. Oleh sebab itu, bagi anak anak dan remaja yang menonton film ini hendaknya didampingi oleh orang tua. Karena dikhawatirkan salah mengartikan makna dari film ini.
2. Jurnal 2
Judul: REPRESENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM FILM SURAU DAN SILEK
(ANALISIS SEMIOTIK FERDINAND DE SAUSSURE)
Objek: Film Surau dan Silek
Pendekatan: deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode analisis
semiotika Ferdinan de Saussure.
Analisis: makna yang terkandung dan yang ingin disampaikan di dalam Film
Surau dan Silek
Hasil Analisis:
A. Nasehat Seseorang Mamak Pada Kemenakan
Penanda :
Rustam adalah mamak (paman) dari Adil. Rustam duduk di bandul, di halaman Rumah
Gadang. Ia berbicara dihadapan tiga orang kemenakan (keponakan). Rustam sedang
memberikan nasehat pada kemenakannya (Adil, Kurip, dan Dayat), dan mereka
mendengarkan nasehat Rustam sambil merunduk.
Petanda :
Scene ini merepresentasikan menerima nasehat yang disampaikan. Memberikan
nasehat melalui perkataan adalah salah satu cara dalam Pendidikan Karakter.
Dari ini memiliki makna pendidikan karakter dalam bentuk kecerdasan hati atau
heart question.
B. Mendirikan Sholat
Berjamaah Di Surau
Penanda : Tiga
orang anak sedang mendirikan Sholat secara Berjama’ah, di sebuah masjid.
Petanda :
Melaksanakan sholat adalah representasi dari muslim yang taat. Dengan semangat
melaksanakan ibadah menandakan keseimbangan dalam diri seseorang. Mendirikan
sholat termasuk pendidikan karakter.
C. Bekerja membantu Orang tua
Penanda : Dua
orang yang sedang bekerja memegang mencakar padi, dan pakai topi tudung, untuk
menjemur padi.
Petanda : Anak
yang bekerja menandakan sikap berbakti dan mau bekerja keras membantu orang
tua. Ini juga menandakan bahwa mau bekerja keras mengandung makna seseorang
memiliki kecerdasan emosional atau emotional question.
D. Belajar mengaji
Penanda :
Seorang Laki-laki tua mengajar tiga orang anak membaca Al Qur’an.
Petanda :
anak-anak remaja yang belajar mengaji menandakan bahwa belajar mengaji
merupakan aktifitas yang dilakukan oleh remaja Minangkabau pada malam hari.
Mengaji ilmu agama menjadi keharusan dalam pembentukan karakter pemuda di
Minangkabau. Kepawaian seseorang dalam mengaji dan menuntu ilmu agama, memiliki
makna seseorang yang harus memperdalam kecerdasan intelejen atau intelegent
question dengan cara menuntut ilmu agama.
E. Berdoa Sebelum
memulai Latihan
Penanda :
Seorang lelaki tua memimpin berdoa tiga orang anak untuk berdoa sebelum
memulai.
Petanda :
Berdoa sebelum melakukan kegiatan memiliki makna kecerdasan spiritual
seseorang.
F. Berlatih Silat
Penanda : Tiga
orang remaja memakai baju putih dengan gerakan silat dimalam hari. Petanda :
Berlatih silat, salah satu pendidikan karakter di Minangkabau, lahirnya mencari
kawan, bathinnya mencari tuhan. Memiliki makna kecerdasan hati, akal dan
fikiran.
G. Guru Silat yang berbuat Curang
Penanda :
“Kecurangan akan tumbang”
Petanda :
Lahir silat mencari kawan, bathinnya silat mencari tuhan, seiring silat, sholat
dan sholawat.
Kesimpulan: Berdasarkan
hasil analsisis semiotika Ferdinad de Saussure terdapat tanda-tanda yang
ditampilkan pada film yang syarat dengan pendidikan karakter. Film ini tidak
terlepas dari kemampuan sutradara dalam membaca situasi dan menyesuaikan dengan
kondisi zaman. Film surau dan silek menampilkan beberapa adegan visual, dan
teks yang memeliki makna pembelajaran dan pembentukan karakter terhadap pemuda.
pembelajaran ini haruslah dilakukan secara terus menerus (kontinuitas) dan
percontohan (uswah) yang baik, yaitu silek mengajarkan kesimbangan antara
emosional question (kecerdasan emosional), spiritual question (kecerdasan
spritual), intelegens question (kecerdasan intelejen) dan heart question
(kecerdasan hati). Film surau dan silek memeiliki tujuan wujud dakwah Islam
Konservatif dalam menanamkan nilai-nilai religiusitas dan budaya Minangkabau
dengan media massa melalui tanda-tanda yang ditampilkan oleh sutradara dalam
serial film. Film surau dan silek dirasa menjawab tantangan alaf baru, yang
dewasa ini dengan ditandai oleh (a). Mobilitas serba cepat dan modern, (b).
Persaingan keras dan kompetitif, (c) komunikasi serba efektif. Adanya Film ini
sebagaiF bagian dari dakwah yang mampu memanfaatkan teknologi media menjadi
sarana menyampaikan pesan dan pendidikan pada generasi muda.
3. Jurnal 3
Judul: REPRESENTASI ISU PERBEDAAN AGAMA DALAM FILM CINTA TAPI BEDA (2012):
KAJIAN SEMIOTIKA FERDINAND DE SAUSSURE
Objek: film Cinta Tapi Beda (2012).
Pendekatan: deskriptif
kualitatif
Analisis:
A. tanda berupa Signifier dan Signified dalam representasi isu perbedaan agama
(diskriminasi dan pluralisme) di film Cinta Tapi Beda
B. (makna dari tanda-tanda berupa Signifier dan Signified tersebut dalam
merepresentasikan isu perbedaan agama di film Cinta Tapi Beda
Hasil Analisis:
A. . Tante Stella dan Om Roland Khawatir
Penanda: Dalam
scene ini, digambarkan Tante Stella dan Om Roland yang masuk ke kamar Diana dan
menemukan sebuah buku dengan judul “Pernikahan/Cinta Beda Agama.” Tante Stella
dan Om Roland menanggapi hal tersebut dengan mimik dan perasaan yang khawatir.
Petanda: Selain
itu, ekspresi atau mimik muka yang ditunjukkan oleh Tante Stella dan Om Roland
pun ditujukan untuk mengkhawatirkan hubungan Diana dan Cahyo sebagai pasangan
yang beda agama. Salah satu bentuk komunikasi bisa menggunakan bahasa tubuh,
gerakan tangan, dan ekspresi wajah, hal-hal tersebut dilakukan untuk
menyampaikan emosi dan perasaan manusia (Hamed, 2018: 4). Om Roland dan tante
Diana mengekspresikan perasaan khawatir mereka terhadap Diana. Dapat
disimpulkan bahwa Cahyo dan Diana memang merupakan pasangan beda agama, dan hal
ini menjadi kekhawatiran tersendiri bagi keluarganya Diana, karena seperti yang
diketahui bahwa hubungan beda agama merupakan hal yang riskan untuk dijalankan.
B. Cahyo Sedang
Berdoa
Penanda: Dalam
scene ini, terlihat Diana dan Cahyo yang tengah berdoa sesuai keyakinannya
masing-masing. Diana memegang kalung salibnya sembari berdoa menghadap lukisan
bunda Maria. Sedangkan Cahyo tengah berdoa selepas salat di sajadahnya, lengkap
dengan sarung dan tasbihnya. Diana dan Cahyo sama-sama berdoa untuk hal yang
sama yaitu keberlangsungan hubungan mereka, namun kepada Tuhan yang berbeda
Petanda: Scene
ini menggambarkan atau merepresentasikan bahwa peran utama yang juga berperan
sebagai pasangan kekasih memang memiliki agama yang berbeda. Simbol salib yang
digenggam oleh Diana seperti memberitahukan bahwa ia beragama Kristen. Seperti
yang sudah diketahui oleh khalayak, salib merupakan salah satu simbol yang
sering kali diidentikan dengan umat Kristen. Lalu, penggunaan tasbih setelah
beribadah salat pun acap kali dilakukan oleh umat muslim. Tasbih digunakan pula
oleh umat muslim untuk dzikir selepas salat dan dilanjutkan dengan berdoa
(Tonuk & Figen, 2011: 4). Dapat disimpulkan bahwa scene ini
merepresentasikan perbedaan agama antara Cahyo dan Diana sebagai peran utama di
film ini. Mereka juga digambarkan sebagai sepasang kekasih yang memiliki
keyakinan berbeda.
Kesimpulan: Dalam
film Cinta Tapi Beda (2012), isu perbedaan agama yang terjadi berkaitan dengan
perbedaan agama, diskriminasi agama, dan pluralisme agama yang dapat dianalisis
melalui sistem tanda Signifier dan Signified oleh Saussure. Terdapat beberapa
tanda dalam film Cinta Tapi Beda (2012) dan direpresentasikan melalui
simbol-simbol agama yang berkaitan dengan ciri khas agama itu sendiri, seperti
salib, hijab, dan sebagainya. Selain itu, representasi perbedaan agama pun
digambarkan melalui unsur verbal dan nonverbal, seperti tindakan, ucapan,
penampilan, dan sebagainya. Setiap tanda dan simbol dalam film Cinta Tapi Beda
(2012) memiliki makna dan maksud tersendiri. Terdapat 2 scene yang menyimbolkan
perbedaan agama, 3 scene yang menyimbolkan diskriminasi agama, serta 4 scene
yang menyimbolkan pluralisme agama. Keseluruhan analisis tersebut membuktikan
bahwa setiap simbol, bahasa, ucapan, dan tindakan dalam karya sastra memang
sering kali memiliki maksud atau makna tertentu. Simbol-simbol tersebut dapat
diidentifikasi dan diketahui maknanya melalui analisis semiotika.
4. Jurnal 4
Judul: ANALISIS MISE EN SCENE PADA FILM PARASITE
Objek: segala sesuatu yang muncul sebelum kamera dan yang arrangement
komposisi ,alat, set, actor, peraga, pencahayaan dan kostum.
Analisis: unsur sinematik dan naratif. Aspek sinematik meliputi
mise-en-scene atau berbagai hal di depan kamera, aspek editing, aspek
sinematografis dan sound, sedangkan aspek naratif meliputi plot dan cerita.
Pendekatan: penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan teori Mise
En Scene beserta teori pendukung Semiotika dari Ferdinand de saussure.
Hasil Analisis:
A. Scene I
Pada durasi
03:17 terlihat aktivitas keluarga Kim yang sedang melipat kotak pizza, dengan
jenis shot MCU (Medium Close Up) dengan penggunaan cahaya available light yang
didominasikan lebih ke kiri. Teknik pengambilan gambar MCU disini bertujuan
untuk memperlihatkan emosi baik dari mimik wajah serta gesture pada setiap
karakter. Sementara penggunaan tata cahaya yang didominasikan ke kiri bertujuan
fokus ke Ki-Won yang sedang memperlihatkan tutorial pelipatan kotak Pizza serta
di kombinasikan dengan pemilihan pakaian yang menggambarkan suasana bahwa
mereka sedang bekerja santai dirumah.
MCU pada scene
I ini juga memberikan penekanan mengenai ruang dikarenakan terjadi kombinasi
latar tempat sehingga menciptakan sebuah ruangan yang terlihat kecil dan
sempit.
Jika dikaitkan
dengan semiotik, semua susunan arrangement serta komposisi set, terciptalah
sebuah penanda sebagai interpretasi sebuah keluarga dengan tingkat ekonomi
rendah yang bertempat tinggal di basement sempit. Interpretasi tersebut
didukung dengan perkataan Ki-Won berikut.
Ki-Won : “Jika
kita bisa secepat dia, kita bisa menyelesaikannya hari ini.”
Dialog
tersebut menjadi sebuah petanda interpretasi waktu, bahwa mereka memiliki
target kerja harian yang harus dipenuhi sebagai satu keluarga utuh untuk
menghasilkan uang.
B. Scene II
Pada durasi
13:17, Ki-woo mulai masuk kerumah keluarga Park. Pada scene ini teknik
pengambilan gambar menggunakan dengan cara following objek dan jenis shot Low
Angle.
Tata cahaya
yang digunakan jelas menggunakan available light pagi hari, pakaian yang
digunakan Ki-Won rapi menggunakan jas. Pakaian Ki-Won menginterpretasikan
seseorang yang terpelajar dan menekankan pada scene ini bahwa dia seorang guru
pengajar yang professional.
Shot Low Angle
biasa digunakan untuk menciptakan kesan objek menjadi superior, tinggi, atau
perkasa. Tapi pada scene ini, kombinasi teknik pengambilan gambar dengan cara
following object dan jenis low angel shot dengan setting latar yang berupa
rumah keluarga Park berada lebih tinggi diatas objek, maka menciptakan kesan
objek menjadi kecil, atau lemah.
Interpretasi
yang dihasilkan pada scene ini menggambarkan perasaan dan status sosial dari
Ki-Won dari kalangan bawah saat berkunjung ke sebuah rumah mewah kalangan atas.
Intrepretasi tersebut didukung oleh perpaduan komposisi pada scene ini dimana
adanya penanda dari pergerakan kamera following object dengan perspektif Low
angle shot saat Ki-Won masuk kerumah keluarga Park menelusuri anak tangga ke
pintu utama rumah.
Petanda yang
diberikan pada scene ini ada pada pergerakan (akting) dari Ki-Won yang
memberikan gesture / mimik wajah yang memberikan kesan kagum saat setelah naik
dari anak tangga dan tiba halaman rumah keluarga Park. Kesan kagum yang
dihasilkan dari scene disini sangat kuat dengan adanya dukungan dari teknik
pengambilan gambar dengan cara Arc yaitu dengan memutari objek. Teknik Arc
disni bertujuan menampilkan situasi rumah dari keluarga Park yang mewah dimana
berbanding terbalik dengan rumah Ki-Won,
C. Scene III
Pada durasi
20:560 jenis shot yang diterapkan adalah OSS (Over the Shoulder Shot) dengan
pencahayaan masih available light menggunakan Teknik key light yang dipantulkan
kearah Kim Ki-Jeong. Pergerakan pemain melakukan interaksi berupa pembicaraan
satu sama lain dengan beberapa gesture tangan yang diperagakan oleh Ki-Jeong.
Pergerakan
pemain atau gesture dari Ki-Jeong pada scene ini menginterpretasikan bahwa dia
merupakan seseorang yang ahli dalam berbohong. Mimik wajah yang datar memberi
kesan seakan Ki-Joeng sudah terbiasa melakukan hal seperti itu. Berikut sebuah
penanda dari scene ini berupa dialog Kim-Jeong : “Jessica anak tunggal”
“Illonois Chicago” Sementara kombinasi latar sebuah dinding yang memiliki
tekstor garis (line) dan pencahayaan Key light yang mengarah dari atas menuju
Ki-Jeong memberikan sebuah sorotan atau point of interest agar penonton
terfokus kepada Ki-Jeong.
D. Scene IV
Pada durasi
40:22, teknik pengambilan gambar yang digunakan adalah zoom in dengan jenis
shot LS. Penataan cahaya menggunakan back light berlatar di jalan kecil yang
menuju pintu rumahnya. Pakaian yang digunakan sederhana yang menyatu dengan
setting latar.
Pada scene ini
penonton dibuat mengikuti apa yang Ki-Won pikirkan. Penataan cahaya menggunakan
back light menjadikan objek terlihat siluet dan dramatis sehingga memberikan
kesan misterius. Komposisi pengambilan gambar secara zoom in dan digandeng
dengan pencahayaan back light memisahkan secara kontras antara latar dan objek
seakan membawa penonton untuk masuk lebih dalam ke permasalahan pada film.
Dikarenakan
pencahayaan yang soft dan terkesan natural kondisi pada siang hari, serta
pergerakan pemain yang sendiri tanpa ada lawan bicara, penonton dibuat ikut
terbawa oleh khayalan Ki-Won dan menimbulkan harapan semuanya akan baik-baik
saja tanpa ada konflik yang terjadi.
E. Scene V
Pada durasi
1:14:18 jenis shot yang digunakan LS dan pencahayaan available light dengan
teknik backlight. Perpaduan available light dan backlight menciptakan suasana
dramatis dan terkesan mewah. Teknik Long Shot dan Available light
menginterpretasikan ruang dan waktu dengan sangat jelas, yaitu memberikan
informasi sebuah ruangan yang luas saat pagi hari.
Back light
disini memberikan potongan pada latar yang membagi sebuah ruangan menjadi dua
dimana cahaya mengarah ke pemain seakan memberikan informasi untuk fokus
terhadap objek yaitu Ki-Won. Sementara bagian ruangan kedua atau siluet menggambarkan
betapa luasnya ruangan tersebut serta memberikan kesan penasaran kepada
penonton seluas apa dan ada apa saja dirumah keluarga Park
Kesimpulan:
Film Parasite yang rilis pada tahun 2019 menjadi salah satu film yang fenomenal
dimana film ini tercatat dalam sejarah sebagai film berbahasa asing (diluar
bahasa inggris) pertama yang memenangkan kategori Best Picture pada Oscar 2020.
Parasite hadir menjadi sebuah komedi satir tentang kesenjangan sosial yang
emosional. Dibintangi oleh pemain-pemain asli Korea, film ini sukses mewakili
sebuah stigma masyarakat miskin di tengah perkotaan padat di Korea Selatan.
Parasite menyuguhkan sebuah drama yang berada diantara tawa dan teror. Secara
garis besar setelah mendeskripsikan dan menganalisis data analisa visual menggunakan
Teori Mise En Scene melalui teori Semiotika, maka dapat disimpulkan :
Ø Aspek setting latar yang dominan didalam ruangan (indoor) seakan sengaja
mengambarkan betapa kontrasnya kesenjangan sosial yang terjadi antara keluarga
Ki-Won dan keluarga Park pada film tersebut. Keluarga Ki-Won yang tinggal di
rumah semi-basement sedangkan keluarga Park tinggal di rumah mewah (estate).
Ø Aspek kostum dan tata rias pemain dominan sederhana disebabkan film
terfokus pada kegiatan keluarga Ki-Won dan casual (formal) di beberapa scene
saat berhubungan dengan keluarga Park. Pemilihan kostum tersebut berhasil
menggambarkan realitas kehidupan pada umumnya.
Ø Film Parasite menerapkan teknik pencahayaan yang soft dan dominan
menggunakan availabel light yang menimbulkan kesan realis. Beberapa scene
menggunakan teknik back light yang bertujuan untuk menimbulkan rasa misterius
dan ketegangan, serta keraguan yang mampu mengacak emosi penonton.
Ø Perubahan pergerakan pemain pada film ini berubah drastis saat mendekati penghujung
film. Canda tawa berubah menjadi ketegangan dengan seketika menciptakan sensasi
dramatis yang signifikan.
5. Jurnal 5
Judul: Perilaku Menyimpang Dalam Film “Yuni” (Analisis Semiotika Ferdinand
de Saussure Tentang Perilaku Menyimpang dalam Film “Yuni”)
Objek: Film“Yuni”
Pendekatan: kualitatif deskriptif
Analisis: Perilaku MenyimpangDalamFilm“Yuni”
Hasil Analisis:
1. Seks di Luar Nikah
Fenomena seks
di luar nikah terjadi pada unit analisis ke-3. Seks di luar nikah memang
bukanlah suatu hal yang baru, karena
fenomena itu sudah sering menjadi headline dalam suatu berita yang ada di media
massa. Fenomena tersebut merupakan
perilaku menyimpang karena sistem nilai dan norma sosial yang berlaku pada
umumnya jika duaorang ingin melakukan
hubungan seks harus melalui proses
yang telah dibenarkan baik dari segi nilai agama, norma susila, dan norma hukum. Selain
daripada itu dalam aturan agama manapun baik itu
agama Islam, Nasrani,
Buddha, Hindu dan agama lainnya, tindakan seperti itu merupakan
perbuatan zina dan dianggap perbuatan hina dan dosa besar(Setiadi 2020). Dalam film Yuni tindakan seks di luar nikah
terjadi pada unit analissi ke-3 hal tersebut diperlihatkan bahwa Yuni dan Yoga melakukan hubungan
badan di sebuah gedung kosong dimana
hal tersebut merupakan
perilaku menyimpang yang sudah jelas dilarang dalam norma
masyarakat. Menurut (Sulaiman 2020), berhubungan seksual di luar nikah jelas
dianggap menyimpang dalam ruang
lingkup masyarakat. Terlebih jika hal tersebut dilakukan oleh orang anak yang
masih dibawah umur. Hal tersebut dapat merusak masa depan dan rentan menimbulkan penyakit seksual. Tindakan
yang dilakukan oleh Yuni dan Yoga termasuk kedalam jenis penyimpangan primer yang tidak dilakukan berulang kali akan tetapi dampak dari perilaku tersebut dapat memberikan dampak buruk
terhadap diri sendiri, dan juga masyarakat
yang berada di lingkungan sekitar, karena tindakan mereka berdua
kontrasosial yang biasa disebut juga sebagai perilaku menyimpang negatif
(Nurbayani 2021)
2. Alkoholisme
Tindakan
mengonsumsi minuman alkohol diperlihatkan pada unit analisis ke-2, dimana Yuni
dan suci mengonsumsi minuman
beralkohol hingga tak sadarkan diri (mabuk). Alkoholisme adalah suatu perbuatan
yang dilakukan oleh seorang atau sekelompok yang memiliki kebiasaan
mengonsumsi minuman beralkohol. Dalam kandugnannya, minuman
alkohol. sepintas memiliki
efek untuk menyegarkan tubuh bagi yang mengonsumsinya, akantetapi jika
seseorang minum minuman beralkohol
secara berlebihan dapat menyebabkan orang tersebut menjadi mabuk (Setiadi
2020). Jika seseorang sudah ketagihan/
candu dalam mengonsumsi minuman
beralkohol dapat dikategorikan sebagai perilaku menyimapng karena efek dari mabuk akan sangant mengganggu
masyarakat, selain itu jika dikonsumsi berlebihan akan merusak fungsi hati manusia (Sulaiman 2020). Mengonsumsi
alkohol secara berlebihan dapat mengakibatkan ketidaksadaran dan berpotensi melakukan perilaku
yang negatif, seperti
mengganggu ketertibandalam lingkungan masyarakat (Miradj 2020).
Perilaku yang
telah dilakukan Yuni termasuk kedalam jenis primer karena Yuni baru kali itu
saja mengunjungi bardan minum minuman
beralkohol, berbeda dengan Suci yang sudah sering minuman beralkohol
dan mengunjungi tempat seperti itu,
perilaku Suci termasuk kedalam jenis perilaku sekunder karena sudah dilakukan
berulang kali. Dampak yang terjadi jika
mengonsumsi minuman beralkohol terlalu banyak adalah mabuk, dimana hal tersebut
yang merugikan warga dan faktor
pemicu keresahan di lingkungan sekitar
(Nurbayani 2021).
3. Malas Belajar
Diperlihatkan
pada unit analisis ke-3 Yuni yang tengah berkumpul dengan teman-temannya di
sebuah taman dan membicarakan tentang
pacaran, salah satu temannya yang bernama Uung menyarankan agar Yuni untuk mencari pacardan agar fokusnya bukan hanya belajar. Pada unit
analisis ini terdapat perilaku
menyimpang dimana Uung menyarankan Yuni
agar tidak belajar secara terus-menerus, hal ini termasuk kedalam perilaku
menyimpang seorang siswa yang malas belajar.
Kondisi sosial, psikologis dan pendidikan
remaja di Indonesia bisa dikatakan sangat memprihatinkan. Para remaja tidak hanya malas belajar,
tetapi tidak mempunyi
jadwal yang tertata tentang kebiasaan belajar, tidak memiliki catatan pelajaran, tidak
mengerjakan tugas, sering membolos dan kerap kali mencontek ketikasaat ada
ujian di sekolah (Maulidia 2014). Ketika Uung menyarankan
untuk Yuni mencari pacar dan agar tidak terus- terusan belajar, termasuk kedalam
jenis perilaku menyimpang primer, perintah yang lontarkan
oleh Uung hanya dilakukan sekali dan tidak mengandung unsur paksaan terhadap
Yuni (Nurbayani 2021).
Perilaku
menyimpang yang dilakukan oleh para pemeran yang terdapat pada film Yuni tidak
semata-mata dilakukan tanpa adanya faktor yang mendorong terjadinya perilaku menyimpang tersebut, terdapat juga faktor
yang melatarbelakangi terjadinya perilaku menyimpang.
4. Faktor internal
dan eksternal
Pengendalian perilaku memang pasti berawal dari diri sendiri karena manusia
memiliki akal untuk menentukan ingin bertindak
sebagaimana yang diinginkannya, hal tersebut bisa berupa perilaku yang baik atau bahkan menyimpang. Seperti
halnya yang ada pada film Yuni
yang telah dibagi dalam unit analisis.
Teman memang dapat memberikan dampak positif dalam pergaulan, namun tidak
bisa dipungkiri terkadang temanjuga dapat menjadi pengaruh negatif jika tidak benar dalam menyikapinya.
Seperti yang terjadi pada unit analisis ke- 1, salah satu teman Yuni yaitu Uung, menyuruh Yuni untuk mencari
pacar dan menyarankan jangan terlalu fokus terhadap hal akademik hal tersebut
menjadi pengaruh eksternal
bagi Yuni, karena teman dalam lingkungan pergaulannya menyarankan hal yang menyimpang dari sebagaimana mestinya.
Pada unit analisis ke-2 Yuni mencoba minuman beralkohol hingga dirinya
mabuk, faktor yang melatarbelakangi perilaku
menyimpang Yuni juga terdapat pada internal dan eksternal, Yuni yang beranjak
remaja selalu ingin mencobahal yang
belum pernah dicoba sebelumnya, Yuni minum minuman beralkohol karena diajak
oleh teman yang bisa dibilang baru kenal yaitu Suci hal ini yang menjadi
faktor eksternal dimana
Yuni bergaul dengan
teman yang lebih dewasa sehingga
pergaulannya menyimpang. Akan tetapi bukan hanya itu, faktor internal
yang kembali membuktikanbahwa Yuni lemah dalam mengendalikan nafsunya (Nurbayani 2021).
Menahan hawa nafsu dan dorogan hasrat memang sulit, terlebih lagi jika usia
beranjak remaja, seperti yang terdapat pada unit analisis ke-3. Adegan seks antara Yuni dan Yoga menunjukan bahwa keduanya tidak dapat mengendalikan
hasrat atau dorongan, sehingga
keduanya melakukan seks di tempat yang sepi, hal tersebut menjadi faktor internal bagi keduanya karena mudah terpancing hawa nafsu,
adapun faktor eksternal dimana Yuni dan Yoga melakukan hal tersebut karena pengaruh dari lingkungannya (Nurbayani
2021). Unit analisis ke-5 memperlihatkan Yuni yang berkelahi dengan teman sekelasnya karena dirinya dituduh/
difitnah mengambil casing handphone yang berada di depan kelas, tidak hanya
dituduh Yuni juga diejek oleh teman
sekelasnya itu.
Yuni yang tidak terima langsung menengok kearah belakang dan perkelahian terjdi.
Pada kejadian ini faktor internal dan eksternal menjadi faktor yang mendorong
Yuni melakukan hal tersebut, dalam faktor internal Yuni tidak dapat mengontrol emosi dirinya yang terus-terusan diejek,
di sisi lain lingkungan di sekolah pun menjadi faktor utama
dirinya menjadi marah, teman sekelas yang seharusnya dapat diajak bekerjasama, malah meledek dan menuduh
Yuni mengambil casing handphone miliknya
tanpa bukti yang jelas
(Nurbayani 2021).
Kesimpulan: Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dianalisis, makan penleliti menyimpulkan terhadap pentingnya mempelajari perilaku menyimpang dan faktor yang menjadi latar
belakang perilaku menyimpang dalam Fillm Yuni.
Adegan
yang telah dibagi tersebut dianalisis menggunakan analisis
semiotika Ferdinand de Saussre
melalui penanda dan petanda, tanda-tanda yang menjadi bahan analisis peneliti
adalah audio visual
yang terindikasi suatu perilaku yang menyimpang.
Perilaku menyimpang ini terlihat dari para pemeran yang ada dalam film Yuni dimana hal tersebut terjadi dengan keadaan
sadar maupun tidak
sadar dan juga terdapat faktor pendorong sehingga
terjadinya perilaku menyimpang.
Ø Penanda dan Petanda
Perilaku Menyimpang
Pada unit
analisis terdapat aspek yang dapat dikategorikan sebagai perilakumenyimpang,
aspek tersebut adalah; Seks di Luar
Nikah, Alkoholisme, Malas belajar. Seluruh aspek tersebut merupakan perilaku
menyimpang yang dikategorikan kedalam kenakalan
remaja yang dilakukan
oleh para pemeran
dalam film Yuni.
Ø Faktor Latar Belakang Terjadinya Perilaku Menyimpang
Ketika berbicara
tentang akibat tentu terdapat sebab-musabab yang menjadi latar belakang terjadinya perilaku menyimpang, faktor
internal dan eksternal
menjadi latar belakang
bagi para pelaku
yang melakukan perilaku
menyimpang. Pengendalian diri
sendiri tentu menentukan baik dan buruknya perilaku yang dilakukan hal tersebut
yang menjadi faktor internal ketika
terjadinya perilaku menyimpang. Pengaruh lingkungan juga menentukan seseorang
atau suatu kelompok berperilaku
menyimpang atau tidaknya, hal tersebut dikarenakan ketika seseorang masuk atau berada di dalam suatu tempat yang sedang
disinggahin, orang tersebut akan mengikuti kebiasaan di tempat itu, hal tersebut
yang enyebabkan terjadinya perilaku
menyimpang oleh faktor
eksternal
6. Jurnal 6
Judul: REPRESENTASI
PERILAKU MENYIMPANG DALAM PENDIDIKAN SEKOLAH PADA FILM ‘BAD GENIUS THE
SERIES’(ANALISIS SEMIOTIKA FERDINAND DE SAUSSURE)
Objek: perilaku menyimpang
dalam pendidikan sekolah
direpresentasikan dalam film
Bad Genus The Series.
Pendekatan: perilaku menyimpang
dalam pendidikan sekolah
direpresentasikan dalam film
Bad Genus The Series.
Analisis: Film Bad
Genius The Series
dalam penelitian ini
adalah karena film ini dinilai
sangat menarik dalam
menampilkan isu tentang
pendidikan yang terjadi
di Thailand serta dapat
dirasakan juga di
Indonesia, seperti flim
5 cm yang
mengambarkan eratnya suatu persahabatan (Handayani, Lukmantoro,
& Naryoso, 2013).
Film series ini
memberikan gambaran detail mengenai
perilaku-perilaku menyimpang yang
masih sering terjadi
disekitar kita dalam pendidikan melalui
cara-cara dan juga komunikasi
yang unik. Serta
pendramatisiran film yang bagus
sehingga berhasil mengajak
penonton untuk melihat
kembali perilaku yang
tidak terpuji pada saat sekolah.
Film sebagai salah satu bentuk dari media massa menarik minat penonton dalam
mengkonsumsi informasi dengan
cara yang berbeda dengan
media lainnya. Selain
itu, pesan yang disampaikan oleh para penggarap film
yang dituangkan kedalam sebuah cerita yang alurnya dekat dengan kehidupan
dan lingkungan masyarakat.
Pembentukan karakter yang
menjadi sebuah elemen-elemen penting
yang mengemas semua
konklusi dari ide
sang sutradara tersampaikan dengan baik,
dari segi sosio-edukasi
hingga sosio-ekonomi, lewat
permainan ekspresi dari
awal kemunculan hingga adegan-adegan pamungkas Bad Genius The Seriesyang
membawa sebuah nilai lebih besar lagi soal orangtua sebagai rumah pertama yang
menentukan arah didikan kita. Film seringkali memperngaruhi dan memberikan
dampak kepada masyarakat sehingga film dapat
membentuk masyarakat sesuai
dengan muatan pesan
yang ada di
dalamnya(Alex Sobur, 2013). Film
tidak akan mendapat
pengaruh apa-apa bilamata tidak
ada pesan dan
kesan di dalamnya, seolah-olah masyarakatmenjadi bagian
dari flim itu
sendiri. Film merupakan serangkaian gambar
diam serta representasi
sosial yang memiliki
tanda yang dapat
digunakan untuk
berkomunikasi. Sebagai mana
film yang merupakanbagian dari
media komunikasi yang digunakan sebagai
saran menyampaikan isi
pesan tertentu melalui
cerita, latar belakang, penokohan, maupun
gambaran tentang suatu
keadaan yang spesifik.
Film seringkali melibatkan konsep tanda-tanda, symbol secara
visual untuk menyampaikan sebuah pesan yang terkandung.
Hasil
Analisis: Berdasarkan dari data-data
yang telah dikumpulkan
oleh peneliti melalui
scene dan juga dialog dalam film “Bad Genius The
Series” yang telah dianalisis menggunakan teori semiotika Ferdinand De Saussure
melalui tanda, penanda, dan petanda. Peneliti menemukanbeberapa bentuk yang
merepresentasikan perilaku menyimpang yang dilakukan oleh para siswa dalam “Bad
Genius The Series” beberapa diantaranya adalah sebagai berikut : Melihat atau
menyontek jawaban milik
orang lain. Perilaku
tersebut terlihat pada
siswa-siswa yang menyontek jawban dengan teman sekelas mereka.
Memberikan jawaban ujian kepada teman yang lain. Tindakan ini dilakukan oleh
siswa yang kerap memberikan jawaban
ujian kepada teman-temannya dengan
memanfaatkan benda sekitar seperti penghapus,
jam dinding, pensil, handphone,
speaker sekolah, dan
menggunakan strategi yang telah
ia buat. Menghindari dan tidak mematuhi
peraturan yang sudah
ditetapkan untuk pelaksanaan ujian. Peraturan yang sudah
dibuat dan ditetapkan
seharusnya tidak dilanggar
berbeda halnya dengan siswa yang
berada dalam series ini selalu melanggar peraturan seperti dilarang menyontek,
dilarang membawa alat komunikasi, dilarang bekerjasama saat melaksanakan ujian.
Melakukan tindakan tidak terpuji. Tindakan tersebut tercermin dalam adegan
dimana salah satu siswa melakukan tindakan
suap berupa uang dan mereka selalu berbobong.
Kesimpulan: Pada hasil
penelitian menunjukkan bahwa
peneliti menemukan empat
bentuk yang merepresentasikan perilaku
menyimpang yang dilakukan
oleh siswa dalam
film “Bad Genius The Series”. Dapat disimpulkan dari empat bentuk yang
telah ditemukan oleh peneliti yaitu Melihat atau menyontek jawaban
milik orang lain,
Memberikan jawaban kepada teman
lain, Menghindari dan tidak
mematuhi peraturan yang
sudah ditetapkan untuk
pelaksanaan ujian, Melakukan
tindakan tidak terpuji bahwa
melalui bentuk-bentuk tersebut
perilaku yang telah
mereka lakukan dapat menyebabkan kerugian
bagi diri mereka
sendiri serta kerugian
bagi orang lain.
Kerugian yang mereka dapatkan
adalah seperti dikeluarkan
dari sekolah, di
blacklist dari daftar
ujian, memiliki catatan criminal
serta merugikan pihak
lain yang akan mendapatkan imbas
atau masalah dari perbuatan yang mereka lakukan.
7. Jurnal ke 7
Judul: Pesan Komunikasi Politik
dalm Film Suara April (Analisis Semiotika Model Ferdinand de
Saussure)
Objek: pesan komunikasi politik
dalam film Suara April berdasarkan analisis semiotika model Ferdinand de Saussure.
Pendekatan:
kualitatif dan metode deskriptif.
Analisis: film Suara April terdapat
tanda-tanda pesan komunikasi politik secara linguistik baik dalam bentuk verbal dan nonverbal, terutama pada jenis
pesan yang mengandung retorika dan
iklan politik.
Hasil
Analisis:
Membaca judulnya memang menarik, Suara April secara garis besar menggambarkan hak pilih rakyat pada pemilu April 2019. Film ini menceritakan
tentang suasana pemilu yang berakhir kericuhan, namun berbeda dengan dunia nyata, film ini mempunyai penyelesaian maslah dengan bergabungnya kedua calon legislatif
dengan sloga “Pemilu Sehat”. Penulis meneliti mengenai simbol atau tanda yang mengandung pesan komunikasi politik.
Ada tiga jenis pesan
dalam berkomunikasi khususnya politik yaitu retorika, iklan politik, dan propoganda.
Dalam film ini hanya terdapat jenis retorika dan iklan politik. Pesan dalam bentuk retorika terdapat dalam
setiap scene yang berkaitan dengan
seni berkata-kata dan berbicara.
Scene 1, terdapat retorika dalam bentuk nonverbal yaitu berupa
teks pada slogan. Spanduk
1:“Dari warga untuk warga. Mari majukan
pendidikankita.”Spanduk 2: “Saya
memiliki integritas dan jiwa kepemimpinan.”. Sebenarnya fokus utama semiotik adalah teks.71 Meskipun kemudian berkembang pada citra-bunyi seperti pendapat dari
Saussure. Di balik setiap teks memiliki makna,
seperti teks pada kedua spanduk tersebut memberi gambaran kasar tentang kepribadian kedua caleg. Rosalina,
dengan slogan “Dari warga untuk warga. Mari majukan
pendidikankita”, didukung dengan warna merah muda yang mencerminkan kelemahlembutan, serta bentuk font yang
miring juga senyum
anggun, mempresentasikannya sebagai
sosok yang lemah-lembut dan peduli dengan warga.
Slogan milik Jimmy, dengan slogan “Saya
memiliki integritas dan jiwa kepemimpinan”mempresentasikan wataknya
yang sombong dan angkuh, didukung dengan spanduk berwarna hitam dicampur dengan oren
dan merah. Dalam bahasa psikologi
hitam berarti percaya diri, oren berarti semangat, dan merah berarti kuat, berenergi, dan penuh gairah. Watak Jimmy
dalam film Suara April terlihat seperti makna-makna warna yang dipaparkan
di atas.
Adapun scene 2, scene 3, scene 4 dan scene 5
menggambarkan bagaimana suasan kampanye
menjelang pemilu. Para caleg melakukan berbagai cara agar mendapatkan banyak suara masyarakat.
Pada scene 2 tampak Jimmy turun ke pasar untuk berinteraksi dengan masyarakat secara langsung. Dalam komunikasi, khususnya
politik, ini disebut
komunikasi secara persuasif. Komunikasi persuasif bisa dalam iklan politik dan juga retorika.
Dalam tindakan Jimmy ini sebelumnya
ia perlu untuk: menganalisa khalayak, menetapkan sasaran, menetapkan strategi, dan melancarkan metode persuasif terlebih
dahulu agar tujuannya
tercapai.Jimmy turun ke pasar dan masyarakat melihatnya secara langsung membangun
citra Jimmy sebagai
pribadi yang interaktif dengan masyarakat. Adapun scene 3, Rosalina berkampanye secara terbuka di depan khalayak dengan cara menyampaikan
informasi secara langsung. Interaksi di sini
tidak seintim interaksi
Jimmy di scene 2, namun ia bisa lebih menjangkau khalayak secara luas. Rosalina kompak
bersama tim suksesinya menggunakan warna
merah muda (pink) sebagi simbol mereka. Merah muda mempresentasikan kelemahlembutan dan feminimisme. Sebagai,
seseorang harus memiliki pendirian yang
tegas dan percaya diri. Calon pemimpin seharusnya memerhatikan lebih detail hingga ke baju yang aka dikenakan. Scene 4 menggambarkan bagaimana agresifitas Jimmy dengan trik-trik politik
yang ia pakai, di sini yaitu dengan cara membagikan
sembako. Dari ini bisa dilihat bahwa Jimmy menyukai cara yang instan
dan curang.
Kesimpulan: Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan, film Suara April kaya Emil Heradi dan Wicaksono Wisnu Legowo yang memegang hak cipta dari Komisi Pemilihan
Umum (KPU) ini mengandung beberapa
unsur pesan komunikasi politik yang berupa tanda-tanda atau simbol-simbol yang telah dijelaskan dalam studi Semiotika. Penulis
melakukan analisis semiotika Saussure pada
10 scene yang mengandung pesan
komunikasi politik berdasarkan signifier (penanda) dan signified (petanda) dan membuat kesimpulan bahwa meskipun film ini bercerita mengenai politik, tetapi
tidak semua scene mengandung unsur
politik dan tentunya terdapat
tanda-tanda atau simbol-simbol yang dapat dipelajari dan memiliki makna tertentu yang tentunya berhubungan dengan pesan
komunikasi politik.
8. Jurnal 8
Judul: Representasi iman dalam film
kafir (Analisis Semiotika Ferdinand De Saussure)
Objek: Berdasarkan latar belakang masalah yang
telah diungkapkan, maka penulis tertarik untuk melakukan kajian
mengenai Representasi Iman
dalam Film Kafir
dengan rumusan masalah sebagai berikut:
1.Bagaimana konsep iman dalam analisis film kafir?
2.Bagaimana
mengetahui tanda dan
petanda iman dalam
film kafir dengan
model Ferdinand De Saussure?
3.Bagaimana realitas sosial yang terjadi dalam
analisis film kafir ?
Pendekatan: teori
tanda Ferdinand de Saussure digunakan
guna mengetahui makna
tanda dalam film
kafir dengan analisis Signifier dan Signified.
Analisis: Representasi Iman
dalam Film Kafir
Hasil Analisis: Film Kafir yang merupakan objek
pada penelitian ini adalah scene-scene yang mana sudah ditentukan oleh peneliti
untuk digali. Berikut tanda-tanda keimanan yang ada dalam film kafir di
antaranya yaitu: Iman Kepada Qadha dan Qadar Allah. Ini termasuk dalam rukun
iman yang ke 6
dalam ajaran agama Islam.
Dalam point qodha
dan qadhar yang
dimaksud dalam film ini adalah
kematian. Kematian merupakan
sebuah takdir yang
tidak bisa dihindari
bagi mahluk yang hidup. Kematian merupakan misteri takdir dari Tuhan
Allah, tidak ada yang tahu kapan, dimana dan dengan cara apa manusia akan
mati.Musibah kematian memangsering memberikan kepedihan yang sangat bagi
keluarga yang ditinggalkan.
Terkadang kepedihan yang
dirasakan merupakan sebuahungkapan ketidakhalalandari keluarga
yang ditinggalkan, terlebih
lagi jika salah
satu keluarganya meninggal dengan
tidak wajar seperti
dalam kisaf film
kafir ini. Ditinggalkan
orang yang disayangi merupakan
salah satu ujian
yang telah Allah
berikan. Terlebih lagi
adalah urusan kematian. Sebagai
umat Islam kita
tahu bahwa Allahlah
yang maha menghidupkan
dan mematikan segala sesuatu
yang hidup. Artinya
bahwa hidup matinya
manusia yang menentukan adalah
Allah bukan dukun ataupun manusia lainya. Dalam synopsis ini, sang ibu dan temanya
yang bernama Laila percaya bahwa
dengan bantuan dukun,
mereka bisa membantu mengabulkan
keinginannya termasuk dalam urusan kematian dan jodoh.Santet dan
guna-guna merupakan cara
yang paling ampuh
untuk menentukan nasib seseorang. Misalnya orang yang menyewa
jasa dukun untuk membunuh tanpa terlibat langsung dengan target sasarannya,
maka si penyewa dukun tersebut akan memakaijasa ilmu santet yang dimiliki oleh
dikui tersebut untuk membunuhnya. Sedangkan untuk memikat seseorang, supaya
orang tersebut jatuh ke pelukan tangan kita, maka jasa ilmu guna-gunapun
menjadi andal nya. Inilah yang
dilakukan oleh Sri dan laili, mereka menggunakan jasa dukun untuk mewujudkan
aksinya.Selain scene masalah keimanan, di film ini juga menceritakan tetang
fenomena yang terjadi di
masyarakat yang lebih
banyak percaya pada
orang yang memiliki
kekuatansupranatural atau lebih
tepatnya supranatural negative
(dukun). Percaya selain
kepada Allah dalam ajaran
Islam merupakan sebuah
perbuatan dosa syirikbesar dan
dosanya sulit untuk diampuni. Dosa
syirik sendiri hanya
bisa dihapus dengan
cara taubat nasuha,yakni
tobat sebenar-benarnya dan berjanji tidak akan pernah mengulangi
perbuatannyakembali. Tidak ada kekuatan
lain yang bisa
membatu manusia untuk
menyelesaikan masalahnya, kecuali pertolongan dan kekuatan dari hyang
maha dahsyatyang menguasai dan merajai alam semesta ini, yakni kekuatan Allah.
Seperti yang tercantum dalam Q.S al fatihah, yang artinya Ya Allah hanya
kepadamulah kami menyembah dan meminta pertolongan.Kehebatan Tuhan Allah
sebagai sumber kekuatan yang maha dahsyat, taka da satupun yang menyerupai
nyaterdapat dalam dialog ketika Sri terbangun dari tidurnya akibat gangguan
gaibkemudian secara tidak sengaja sempat akan membaca ayat kursi sebagai
perlindungan dari mahluk-mahluk gaibyang mengganggunya. Perlu diketahui,
Al-Qur’anmerupakan penolong bagi manusia yang mau membacanya. Ini adalah salah
satu karomah dari kitab suci Al Qur’an. Sebetulnya karomah dari Al Qur’an masih
banyak, selain menjadi penolong, dia juga bisa menjadi pelita manusia ketika
manusia sudah meninggal.Berkaitan dengan signified
saurse dalam film
ini adalah gambaran
mental yang diperankan oleh
masing masing tokoh
dan daya fikirnya
yang memiliki atau
mempunyai komunikasi
tersendiri untuk menyampaikan
pesan yang tersirat.
Misalnya pada peran
Jarwo setidaknya signified yang melekat padanya ada dua, yang pertama adalah
dia seorang dukun, maka konotasi nyaadalah dia merupakan manusia yang memuja
syaitandan berteman dengan syaitan. Namun disisi lain, ada beberapa kalimat
Jarwo yang bermakna positifyaitu ketika dia memberitahukan kepada Sri bahwa Al
Qur’an adalah penolong manusia dan kekuatan tertinggi hanya dimiliki oleh
Allah.Signified adalah gambaran mental, yakni pikiran atau konsep aspek mental
dari bahasaSignified atau petanda
adalah penjelasan dari
konsep itu sendiri.
Dengan demikian agar komunikasi terjadi
dan dipahami, antara
pemberi dan penerima
komunikasi harus
menggunakan tanda dan
simbol yang sama.
Baik Sri maupun
Laili dan Jarwo
merupakan orang-orang yang terlibat satu sama lain yang dimana ketiga
orang tersebut sama-sama terlibat dalam praktek “ilmu hitam” entah sebagai
pelaku ataupun pengguna jasa Dukun. Yang menjadi signified disini adalah “dukun
dan ilmu hitam”.Sedangkan untuk Realitas Sosial adalah makna sebenarnya dari
penanda dan petanda. Keberadaan
tanda dan petanda
jika disatukan akan
memunculkan realitas sosial.
Yaitu munculnya pengertian sebuah makna yang ada setelah petanda dan
penanda menjadi satu, atau bisa
dipahami maksud dari
penyampaian pesan yang
diterima. Maka realitas
dalam film ini adalah ketika Sri dan Laili melakukan apa
yang diperintahkan oleh dukun tersebut, misalnya menyantet dan mengguna-guna.
Artinya bukan hanya sekedar wejangan kembali, akan tetapi sudah pada
tahapan sebuah aksi
sehingga memunculkan sebuah
realita yang nyata
dalam kehidupan.
Kesimpulan:
Penulis
telah memaparkan dan
menganalisis data yang
telah dijelaskan pada
bab sebelumnya, maka penulis memperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Film kafir
adalah film yang
disutradarai oleh Azhar Kinoi
Lubis mengisahkan tentang keimanan yang dimiliki oleh
masing-masing tokoh dalam film kafir.Namun, dalam film ini tidak hanya
menyuguhkan tanda keimanan yang enam, melainkan keimanan terhadap hal yang
ghaib seperti perbuatan yang menyekutukan Allah yang diperankan oleh tokoh
Jarwo, Leila, dan Hanum.
2. Tanda dan petanda dalam film kafir mengenai salah satu
keimanan yang enam adalah:
1. Iman
Kepada Qada dan
Qadar Allah, makna
signifier dan signified
digambarkan oleh tokoh Sri, Andi
dan Dina yang menerapkan sikap tawakal kepada Allah, dan meyakini bahwa ayahnya
sudah dipanggil Allah.
2. Iman
Kepada Kitab-kitab Allah,
makna signifier dan signified
digambarkan oleh tokoh
Sri denganbacaan ayat
qursi untuk melindungi dirinya.
3. Realitas sosial tanda iman yang dimiliki oleh para
tokoh dalam film kafir.
Ø Iman kepada qadha
dan qadar Alah
dalam film realitas
sosialnya adalah saat
kepala keluarganya meninggal secara
tiba-tiba, keluarga Sri
memilih untuk tawakal
meski merasakan keanehan saat
kepala keluarganya itu meninggal.
Ø Sri mempercayai bahwa pertolongan hanya datang
dari Allah melalui
ayat-ayat Al-qur’an sehingga
dia lansung membacakanya di saat
ada sesuatu yang membuat jiwanya tidak tenang.
9. Jurnal 9
Judul: Analisis Semiotik Ferdinand de Saussure
Terhadap Nilai-Nilai Da’wah Pada FilmNussa dan Rara
Objek: penanda dan
petanda nilai-nilai dakwah yang
terkandung dalam film Nusa Dan Rara.
Pendekatan: kualitatif dengan metodeanalisis semiotika terhadap
dialog, potongan-potongan gambar,
suara, atau bunyi-bunyian
yang terdapat pada film animasi Nussa dan Rara.
Analisis: untuk
mengetahui gambaran umum film
animasi Nussa dan
Rara, penanda dan
petanda nilai-nilai dakwah yang
terkandung dalam film
tersebut, dan sinopsis
pesan dakwah dan komunikasi di dalamnya.
Hasil Analisis: Pertama, Film Nussa dan Rara
dinaungi oleh Rumah Produksi The Little
Giantz pada channel
Youtube Nussa Official. Konsep
dasar ide dari
pembuatan film tersebut
adalah membuat suatu konsep Islamic thing. Kedua, pada
episode #BaikItuMudah, penulis menemukan tigascene yang menggambarkan adab dan
akhlak, yaitu menjelaskan tentang berkata baik dan sopan, mendoakan yang baik-baik, dan
berjuang serta berusaha. Ketiga, tokoh
dalam episode Pertama, Film
Nussa dan Rara dinaungi
oleh Rumah Produksi The Little
Giantz pada channel
Youtube Nussa Official. Konsep
dasar ide dari
pembuatan film tersebut
adalah membuat suatu konsep Islamic thing. Kedua, pada
episode #BaikItuMudah, penulis menemukan tigascene yang menggambarkan adab dan
akhlak, yaitu menjelaskan tentang berkata baik dan sopan, mendoakan yang
baik-baik, dan berjuang
serta berusaha. Ketiga, tokoh
dalam episode
Kesimpulan: Film ini dinaungi oleh Rumah Produksi
The Little Giantz, akun Youtube dengan nama
channel Nussa Official,
pada salah satu
video yang di
upload pada tanggal 04 Januari
2019 yang berjudul ‘’Nussa : Behind The Scene. Konsep dasar ide dari
pembuatan film animasi
Nussa dan Rara,
yaitu membuat suatu
konsep Islamic thing. Pada film animasi
Nussa dan Rara,
penulis menemukan tigascene
yang menggambarkan adab
dan akhlak, yaitu scene yang menjelaskan
tentang berkata baik dan sopan, scene mendoakan yang baik-baik, dan
scene berjuang serta berusaha.Tokoh yang ada dalam film tersebut ’yaitu Umma,
Nussa, Rara, dan Anta. Durasi
episode ini ialah 06:52
menit. Episode ini
menampilkan pesan adab dan
akhlak yang baik.Pada
film Nussa dan
Rara menunjukkan penanda dan petanda nilai-nilai dakwah yang terkandung
dalam film, serta mengandungsinopsis pesan dakwah dan komunikasi.
10. Jurnal 10
Judul: INTERPRETASI ESTETIKA BUDAYA JEPANG DALAM
FILM THE WOLVERINE MELALUI SEMIOTIKA FERDINAND DE SAUSSURE
Objek: FILM THE WOLVERINE
Pendekatan: penelitian kualitatif
Analisis: Bagaimana
interpretasi estetika budaya Jepang yang ditunjukkan di dalam film The
Wolverine ?
Hasil Analisis
: Film The Wolverine ini merupakan sebuah film Hollywood yang memiliki latar
tempat di Jepang. Di dalam film ini terdapat beberapa estetika budaya Jepang
yang ditampilkan. Setiap estetika budaya yang disajikan dalam film
memiliki makna tersirat. Pada bagian ini akan dijelaskan hasil analisis
mengenai unsurunsur estetika budaya Jepang yang terdapat dalam film The
Wolverine yang akan diidentifikasi menggunakan semiotika Ferdinand De Saussure,
sebagai berikut:
Data 1
bentuk tanda, penanda, dan petanda yang ada pada gambar 4.1. Tanda pada
gambar 4.1 adalah (1) sikap duduk Wolverine, (2) bonsai, (3) pintu terbuka, (4)
pohon, (5) pakaian gaya barat, dan (6) rumah khas Jepang. Penanda pada gambar
4.1 adalah (1) Wolverine yang sedang duduk dan melihat ke arah benda yang
berada di depannya, (2) bonsai yang berada didalam ruangan, (3) pintu yang
terbuka yang memperlihatkan ruangan-ruangan yang berada di luar dan teras
rumah, (4) pepohonan yang berada di teras terlihat dari dalam ruangan, (5)
Wolverine yang tidak memakai pakaian khas Jepang dan sandal Jepang, dan (6)
desain rumah bergaya Jepang yang ditandai dengan adanya dinding dan lantai kayu
khas Jepang, hiasan vas bunga, dan hiasan pohon bonsai. Sedangkan, petanda pada
gambar 4.1 adalah (1) ada suatu hal yang menarik perhatian Wolverine yang
berada di depannya yang tidak pernah dilihat sebelumnya, (2) pohon bonsai atau
pohon kerdil khas Jepang yang berfungsi sebagai hiasan di dalam ruangan yang
memiliki makna sebagai lambang keharmonisan dari alam semesta. Hal ini juga
menunjukkan bahwa pemilik rumah tersebut menyukai keseimbangan alam yang di
representasikan dalam bentuk bonsai, (3) tidak terlihat adanya pintu ruangan
menandakan bahwa pemilik rumah yang menyukai tempat terbuka agar dapat
memberikan kesejukan di dalam ruangan dan bisa menyatu dengan dengan keadaan
alam, (4) pepohonan yang berada di teras terlihat dari dalam ruangan rumah yang
menunjukkan bahwa pemilik rumah menyukai alam dan keindahan dengan menanam
pepohonan disekitar rumah, (5) Wolverine tidak memakai pakaian dan sandal khas
Jepang tetapi memakai pakaian dan sepatu gaya barat yang menunjukkan bahwa
Wolverine tidak berasal dari Jepang, dan (6) desain rumah khas Jepang yang
ditandai dengan pemakaian dinding dan lantai yang terbuat dari kayu serta
beberapa hiasan ruangan yang mencerminkan khas Jepang menunjukkan bahwa pemilik
rumah sangat menjunjung tinggi dan menghargai budaya maupun hal-hal yang khas
dengan Jepang sehingga diterapkan di dalam rumahnya. Dari beberapa tanda
tersebut yang menjadi fokus perhatian utamanya yang merupakan bagian dari
estetika budaya Jepang adalah pohon bonsai dan didukung dengan beberapa tanda
lainnya. Pohon bonsai sendiri memiliki nilai estetika pada budaya Jepang
terbukti bahwa pohon bonsai merupakan pohon yang mencerminkan keharmonisan alam
semesta. Dalam keharmonisan alam semesta tersebut memiliki unsur utama yaitu
langit, bumi, dan manusia. Titik tertinggi dari bonsai yang melambangkan
langit, bagian tengah dari bonsai yang melambangkan manusia, dan titik terendah
dari bonsai yang melambangkan bumi. Selain itu, bonsai juga termasuk bagian
dalam konsep wabi sabi Jepang. Konsep wabi sabi sendiri memiliki makna
kesepian, kesendirian, dan kesederhanaan. Dari estetika budaya yang berupa
pohon bonsai serta penanda dan petanda yang mendukung gambar 4.1 dapat
membentuk suatu makna yaitu pemilik rumah tersebut menyukai keharmonisan dari
alam semesta yang ditunjukkan dalam tanda gambar 4.1.
Kesimpulan: Dari penelitian yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
dalam film The Wolverine terdapat berbagai tanda yang berkaitan dengan estetika
budaya Jepang, yang dikaji melalui teori Ferdinand De Saussure, yaitu bonsai
yang melambangkan keharmonisan dari alam semesta, kendo yang merupakan seni
bela diri memiliki semangat dan ambisi yang kuat serta menerapkan nilai-nilai
bushido layaknya seorang samurai, ofuro yang menjadi tradisi khas Jepang yang
tetap dipertahankan, ojigi yang berfungsi sebagai komunikasi non verbal yang
biasa digunakan orang Jepang ketika salam, penghormatan, ucapan terimakasih,
ungkapan permintaan maaf, dan ungkapan penyesalan, dan tatacara menggunakan
sumpit di Jepang dan larangan penggunaan sumpit yang merupakan bagian dari
table manners khas Jepang. Dari estetika budaya Jepang yang telah ditemukan
dalam penelitian ini dapat menginterpretasikan bahwa dalam film The Wolverine
ini masyarakat Jepang sangat menjunjung tinggi nilainilai budaya dan
tradisinya. Selain itu juga, Jepang diperlihatkan sebagai negara maju yang
memiliki kemampuan setara dengan negara lain. Namun, masyarakatnya masih
memegang teguh tradisi dan melestarikan budaya yang menjadi ciri khas dari
negara Jepang. Hal ini yang seharusnya dapat ditiru oleh negara lain agar
tradisi dan budayanya tidak akan hilang seiring berkembangnya jaman.
11. Jurnal
11
Judul: MAKNA PUISI WIJI THUKUL DALAM FILM “ISTIRAHATLAH KATA-KATA” DENGAN
PENDEKATAN SEMIOTIKA FERDINAND DE SAUSSURE
Objek: Makna Puisi Wiji Thukul
Pendekatan: pendekatan kualitatif.
Analisis:
Ø
Mengetahui struktur puisi Wiji Thukul
dalam film “ Istirahatlah KataKata”.
Ø
Mengetahui makna puisi Wiji Thukuldalam
film “Istirahatlah KataKata”.
Hasil Analisis:
Perlawanan Atas Tindakan Orde Baru Puisi
Istirahatlah Kata-Kata yang terinspirasi dari
kondisi sosial mempunyai makna implisit, seperti
yang terdapat dalam bait di bawah ini:
Jangan menyembur-nyembur Orang-orang bisu Kembalilah
kedalam Rahim Segala
tangis dan kebusukan Pertama, refleksi gerakan yang
telah dijalankan berangkat dari
salah satu tesis dasar dialektika bahwa diam pun
adalah gerak. Demikian pula makna
istirahat bukan berarti tidak melakukan apa-apa.
Sebaliknya, yang diistirahatkan sebagai teriakan
kata-kata kritik terhadap rezim yang mewujudkan dalam aksi-aksi demonstrasi.
Istirahat bermakna refleksi, evalusi atas langkah-langkah yang sejauh ini telah
di lakukan. Untuk mengukur seberapa kekuatan kelompok Wiji Thukul dan sebesar
apa kekuatan musuh, serta menganalisa situasi aktual yang terjadi. Dalam sunyi
yang meringis Tempat orang-orang mengikari Menahan ucapanya sendiri Tidurlah,
kata-kata Kita bangkit nanti Kedua, strategi menghimpun kekuatan dan
mempersatuakan gerakan. Selain evaluasi, di dalam kata istirahat tersebut
mengandung makna: merumuskan kembali srategi yang akan dilakukan ke depan.
Selain itu, secara objektif perlu adanya konsolidasi antara kelompok-kelompok
gerakan yang berlawanan, terlebih di antara berbagai daerah yang kala itu belum
menjalin konsolidasi. Persatuan antara seluruh elemen rakyat tertindas mutlak
diperlukan untuk menghantam lawan yang masa itu begitu kokoh dalam kekuasaan
dan ditopang secara penuh oleh struktur yang sangat kuat. Hal ini dapat dilihat
dari penggalan bait keempat puisi tersebut, “menghimpun tuntutan-tuntutan, yang
miskin papa dan dihancurkan.” Menghimpun tuntutan-tuntutan Yang miskin papa dan
dihancurkan Nanti kita akan mengucapkan Bersama
tindakan Bikin perhitungan Tak bisa lagi ditahan-tahan. Ketiga, perjuangan yang
tidak pernah berhenti dan akan terus dilanjutkan. Istirahat bukan berarti
berhenti, namun justru akan dilanjutkan dengan kekuatan yang lebih dahsyat.
Makna ini tersirat dari bait ke-4, “nanti kita akan mengucapkan, bersama
tindakan, bikin perhitungan. ”Bahwa tak hanya lontaran kata-kata yang akan
kembali menyerang namun berwujud dalam satu tindakan nyata. Secara faktual memang
begitu adanya, setelah tahun 80-an perjuangan gerakan rakyat semakin
terkonsolidasi satu dengan yang lain. Wiji Thukul sendiri pada tahun 1996 juga
ikut menggagas berdirinya Partai Rakyat Demokratik sebagai wadah persatuan
bersama, berbagai sektor rakyat yang menentang kediktatoran orde baru. Hingga
jatuhnya Soeharto pada bulan Mei 1998. Istirahat bukan berarti menyudahi,
istirahat bermakna menghela nafas sejenak, menghimpun kekuatan kemudian memukul
lebih keras. 2. Ketidakadilan Sosial Jika dilihat dari tanggal pembuatan puisi
pada 11 Agustus 1996. Maka, menunjukan waktu itu Thukul dalam masa pelarianya
yang pertama. Awal Agustus, masa dimana Thukul memutuskan untuk meninggalkan
tempat tinggalnya. Hal ini dikarenakan kondisi konfrontasi Thukul dengan pemerintah
sedang memanas. Alasan Thukul dijadikan buronan oleh pemerintahan karena
pergerasakan Wiji Thukul dianggap sangat mengganggu keamanan Negara.
Puisi-puisi karya Wiji Thukul yang mengandung banyak makna konfrontasi itulah
yang menyebabkan Wiji Thukul melarikan diri. Kuterima kabar dari kampong
Rumahku kalian geledah Buku-buku kalian jarah Dari baris pertama tentu Thukul
sangat tersiksa meninggalkan istrinya (Sipon) dan kedua orang anaknya Wani dan
Fajar Merah, untuk bertemu keluarganya ia harus melakukanya dengan
sembunyi-sembunyi. Jika kita teliti pemaknaan puisi bait pertama adanya
penggeledahan buku-buku dijarah, interogasi keras terhadap keluarga. Tindakan
pemerintahan tersebut dikatakan tidak memanusiakan manusia hal ini cukup ironis
jika dilihat dari peristiwa penggeledahan di rumah Wiji Thukul. Tapi aku
ucapkan banyak terima kasih Karena kalian telah memperkenalkan sendiri Pada
anak-anakku Kalian telah mengajari anak-anakku Membentuk makna kata penindasan
sejak dini Bait kedua diawali dengan tapi aku ucapkan terima kasih. Hal
tersebut justru ditanggapi dengan ucapan terima kasih. Ucapan terima kasih
tersebut merupakan sindiran perlakuan yang dilakukan pemerintah terhadap para
aktivis. Aparat bersikap tidak adil terhadap warga Indonesia yang menajaga
keamanan negara namun malah bertindak sebagai bentuk penindasan. Dari bait itu
Wiji Thukul mengatakan bahwa perlakuan pemerintah terhadap dirinya yang
disaksikan keluarga dan tetangga-tetangganya justru membenarkan
kesewenangwenangan pemerintah terhadap rakyat (sesuai puisi Wiji Thukul). Ini
tak diajarkan disekolahan Tapi rezim sekarang ini memperkenalkan Kepada semua
kita Bait selanjutnya, yaitu ini tidak diajarkan di sekolahan. Lirik ini
bermakna bahwa bentuk kegiatan yang menyudutkan nama baik pemerintahan tidak
diajarkan disekolahan, yang diajarkan adalah kebaikan-kebaikannya saja. Hal ini
dapat dikatakan sebagai hegemoni pemerintah orde baru terhadap rakyat. Banyak
yang memutar balikan atau bahkan menutup-nutupi sejarah. Salah satunya dengan
membatasi buku-buku bacaan atau bahkan menjauhkan generasi muda dari referensi
sejarah. Tapi rezim sekarang ini memperkenalkan Kepada semua kita Setiap hari
dimana-mana Sambil menenteng nenteng senapan Baris selanjutnya adalah tetapi
rezim sekarang ini memperkenalkan kepada kita semua. Kata ini bermakna
kekejaman militer dan pemerintahan orde baru memang tidak diajarkan
disekolah-sekolah. Justru langsung ditunjukan kepada masyarakat. Teror demi
teror yang dirasakan para aktivis pada umumnya dan teror yang dirasakan oleh
keluarga Wiji Thukul pada khususnya. Teror tersebut berbau militerisme seperti
yang tertuang dari bait selanjutnya, setiap hari dimana-mana menenteng senapan
makna tersebut mengandung peran militer dalam menangani prahara aktivis yang
berkonfrontasi sangatlah besar. Bahkan tak segan segan mereka mengancam dengan
menggunakan senapan. Makna kalimat dimana-mana bahwa aparat terus mengawasi
para aktivis yang menjadi target operasi dimanapun aktivis itu berada.
Kekejaman kalian adalah bukti pelajaran Yang pernah ditulis Wiji Thukul
menggambarkan dalam puisi-puisinya di atas adalah bukti kekejaman yang tidak
pernah ditulis. Penculikan juga penyiksaan memang terjadi dan ditulis dalam
buku-buku sejarah Indonesia. Peristiwa kejam tersebut justru menjadi inspirasi
lewat puisi-puisi Wiji Thukul dari puisi-puisi tersebut mempunyai pesan, makna
perasaan bahwa Wiji Thukul merasa di terror, melihat kejadian-kejadian masa
orde baru
Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian Puisi pada
film Istirahatlah Kata-Kata karya Wiji Thukul dengan pendekatan Semiotika
Ferdinand de Saussure dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Hasil pembacaan
struktur puisi Wiji Thukul dalam Film Istirahatlah katakata yang memliki dua
arti perlawanan dan ketidakadilan sosial Tema puisi Istirahatlah kata-kata dan
Tanpa judul dalam bercerita tentang Refleksi yang kemudian melakukan aksi.
Perenungan yang dijalani oleh Wiji Thukul dalam puisi ini mempunyai arti
kontemplasi yang mendalam untuk melakukan gerakan untuk melawan rezim orde
Soeharto. 2. Makna Puisi Istirahatlah Kata-Kata mempunyai arti perlawanan dan
Puisi “Tanpa Judul” mempunyai arti ketidakadilan sosial karya Wiji Thukul.
Puisi yang pertama mempunyai makna perlawanan perenungan yang mencerminkan
proses berfikir dan mengatur strategi untuk membuat demonstrasi kembali. Puisi
yang kedua adalah Tanpa Judul yang mempunyai makna ketidakadilan sosial member
pesan akan kekerasan yang diberikan oleh aparat militer orde baru untuk
mengintimidasi dan melakukan tindakan yang melanggar hak asasi manusia.
12. Jurnal
12
Judul: PESAN
DAKWAH DALAM FILM ADIT DAN SOPO JARWO EPISODE 1-5
Objek: film
Adit dan Sopo Jarwo episode 1-5.
Pendekatan: kualitatif
Analisis: semiotik Ferdninand De Saussure
Hasil Analisis:
1.
Berbakti Terhadap Orang Tua
Signifier:
Bunda : “Adit! Tunggu Nak!” Adit : *memberhentikan
sepedanya* “Iya, Bun?” Bunda : “Nih, sekalian kamu bawa Adel ya soalnya Bunda
mau masak. Tau sendiri kan adek kamu kalau enggak ada yang ngurusin *memberikan
Adel ke Adit* ntar kalau udah ngasih dompet Ayah langsung pulang ya Dit. Jangan
kemana-kemana dulu Adel belum mandi soalnya” Adit : “Iya… iya” Bunda : “Terus
hati-hati. Jangan ngebut, jangan meleng, jangan lupa liat kanan kiri. Bahaya”
Adit : “Iya… Adit
jalan ya, Bun. Assalamualaikum” Bunda : “Waalaikumsalam”
Petanda:
Petanda disini
sesuai dengan ungkapan atau kata-kata yang diucapkan oleh Adit yang patuh
terhadap Bunda.
2.
Saling Tolong Menolong
Signifer:
Dennis : “Adit! Mau kemana?”. Adit : “Mau nyusul Ayah. Dompetnya
ketinggalan”. Dennis: “Hah, ketinggalan lagi? Aku ikut dong sampai depan. Mau
beli gula nih”. Adit : “Oke, naik”.
Signified:
Petanda disini diungkapkan saat Dennis meminta tolong kepada Adit dan di
“iya” kan oleh Adit
Kesimpulan:
Setelah menganalisis dan mendeskripsikan penelitian mengenai tayangan Adit
dan Sopo Jarwo episode 1-5, peneliti bisa menyimpulkan beberapa hal:
3.
Dari analisis semiotika Ferdinand De
Saussure, yaitu berupa signifier dan signified dalam menghasilkan makna, maka
tayangan Adit dan Sopo Jarwo Episode 1-5 ini mengajarkan beberapa pesan dakwah,
seperti berbakti atau mematuhi orangtua yang merupakan nilai kesusilaan, saling
tolong menolong, menjaga kepercayaan (amanah), tidak mencuri, saling
mengingatkan dalam kebaikan, bersyukur, mengucapkan terima kasih, mengucapkan
salam, berbagi, tidak berburuk sangka, kesabaran, tanggung jawab, dan
kejujuran. Dari makna yang bisa diambil dari tayangan film Adit dan Sopo Jarwo
ini, bisa disimpulkan bahwa tayangan ini lebih dominan kepada nilai-nilai
sosial yang terdiri dari nilai moral, dan nilai agama. Adapun nilai sosial dan
nilai moral ialah akhlak kepada diri sendiri dan akhlak kepada orang lain.
Sedangkan nilai agama ialah akhlak kepada Allah.
4.
Metode yang peneliti gunakan dalam
penelitian ialah metode semiotika Ferdinand De Saussure berupa analisis
signifier (penanda) dan signified(petanda). Analisis dari makna signifier
(penanda) ini lebih banyak dijelaskan mengenai ungkapan atau kata-kata dan
gerakan fisik dari tokohtokoh dalam tayangan Adit dan Sopo Jarwo seperti
ungkapan “Alhamdulillah” yang dimaknai sebagai rasa bersyukur kepada Allah,
tindakan Adit yang dengan cepat melaksanakan apa yang Bundanya minta yang
dimaknai sebagai kepatuhan, tindakan bang jarwo yang mengambil uang dari dompet
Ayah Adit yang dimaknai sebagai mencuri, dan lainlain. Sedangkan analisis
signified (petanda) merupakan konsep dari signifier itu sendiri. Signified dari
tayangan Adit dan Sopo Jarwo ini ialah konsep dari apa yang diungkapkan atau
dilakukan oleh beberapa pemain di film Adit dan Sopo jarwo sehingga menghasilkan
makna atau pesan dakwah yang bisa diambil.
13. Jurnal
13
Judul : REPRESENTASI NILAI MORAL DALAM FILM HABIBIE DAN AINUN
Objek: Representasi nilai
moral yang terdapat film Habibie dan Ainun Tersebut”.
Pendekatan: kritis
Analisis: nilai moral terdiri
Peduli sosial, tanggung jawab, semangat kebangsaan, Religius,
menghargai Prestasi.
Hasil Analisis:
A.
Scene 1 ( Peduli Sosial)
Penanda: Di Suasana Ruang seminar Habibie
menerankan tentang proposal akhir.
Pertanda: Habibie memberikan arahan kepada Gresner untuk tugas akhir seminar
proposal.
B.
Scene 2 ( Mendukung Suami)
Penanda: Di dalam kamar Ainun mikir setelah anak kita lahir ranjangnya mau tarok dimana
ya
Pertanda: Tokoh Habibie kamu gendutan sih. Bagaimana aku mau lewat pintunya
sempit.
C.
Scene 3( Tanggung Jawab) Di dalam Rumah
Penanda: Di ruangan dapur melihat Ainun merasa sedih ketika ingin mengurangi beban
Habibie selama di jerman.
D.
Scene
4 ( Menghargai Prestasi) Ruang Mesin
Penanda: Di sebuah ruangan
Gerbong material Habibie
tahu persis bahwa
ketingkatkan materi bisa menyatu lebih
besar jika tekanan gerbongnya berjalan
dengan baiknya tersebut.
Pertanda: Pada scene ini rekan-rekan Habibie
berfikir bahwa Habibie
begitu tidak menyakinkan bahwa semua akan baik- baik saja .
E.
Scene
5 ( Semangat Kebangsaan ) Di dalam Ruang Rapat
Penanda: Di Ruangan Rapat Habibie merupakan seorang ahli pembuatan pesawat generasi muda dan untuk rakyat
indonesia.
Pertanda: Pada scene Habibie
ini semua merupakan
pembuatan Karya anak-anak
indonesia umumnya.
F.
Scene
6 ( Jujur) Di dalam Ruang Habibie
Penanda: Di dalam scene ini Habibie menolak
tawaran dari Sumardi
Pertanda: Tokoh Habibie menyakinkan semua yang ditawarkan itu adalah keunsulan
Sumardi bahwa Habibie
gagal dan Habibie
menyakinkan kejujuran itu benar adanya.
G.
Scene 7 ( Religius) Di Ruangan ICU
Penanda: Di ruangan ICU Habibie dan keluarga melaksanakan sholat berjemaah
Pertanda: Pada scene ini Habibie melaksanakan permintaan Ainun untuk ikut Sholat Berjamaah bersama.
Kesimpulan: “Berdasarkan hasil penelitian diatas dengan menggunakan metode analisis semiotika model Ferdinand De Saussure, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
nilai- nilai moral yang menjadi
dasar penelitian in. Adapun nilai-nilai moral yang terkandung di dalam Film Habibie dan Ainun yang
berhasil peneliti ambil diantaranya sebagai berikut:
A. Peduli
Sosial yang dilakukan Habibie manusia kita saling tolong-menolong untuk berbuat
kebaikan yang akan nantinya
bisa jadi ditolong pada suatu saat.
B. Mendukung Suami Habibie dan Ainun tinggal disebuah
Apatement yang kecil dan Ainun
berfikir gimana setelah anak kita lahir ranjang mau diletakkan dimana sesuai Habibie
mencari nafkah agar dapat
tempat yang nyaman.
C. Menghargai Prestasi Habibie adalah seorang yang memilih
otak jenius dalam setiap aktifitasnya dan membuat banyak orang terkagum dengan gaya presentasinya.
D. Semangat Kebangsaan memiliki
jiwa yang kuat untuk bangsa indonesia dan mengabdi negara
agar tetap terus maju.
E. Jujur Habibie yang telah memiliki S3 nya dan berhasil
membangun potensi indonesia yaitu
membuat pesawat terbang dan ainun merasa bangga yang telah diraihkan oleh suami dengan
pantang menyerah.
F. Tanggung Jawab Ainun tidak mau mengecewakan Habibie bahwa
ainun sudah tidak nahan. Saya mau balik ke indonesia. Habibie pun merasa
bersalah ketika melihat istrinya ingin hidup di indonesia membuat
Habibie berpikir karena
dia yang hidup
dijerman bukannya Ainun.
G. Religius Ainun Meminta Habibie untuk melaksanakan sholat berjamaah bersama dan itu Ainun lakukan
agar menjadi ikatan keluarga harmonis
14. Jurnal 14
Judul: ANALISIS SEMIOTIKA REPRESENTASI KETIDAKADILAN GENDER
DALAM FILM “MOXIE”
Objek: Film Moxie mereprentasikan
bentuk ketidakadilan gender yang
berbentuk marginalisasi, stereotip, subordinasi, serta kekerasan dengan potongan
adegan atau scene yang
berbeda-beda.
Pendekatan: semiotika
oleh Ferdinand De Saussure
Analisis: KETIDAKADILAN GENDER DALAM FILM “MOXIE”
Hasil Analisis:
A.
Marginalisasi dalam Film “Moxie”
Marginalisasi
adalah sebuah sistem yang menyebabkan kemiskinan atau peminggiran terhadap
kaum perempuan maupun laki-laki yang ditimbulkan oleh berbagai macam kasus seperti
terjadinya bencana alam, eksploitasi, maupun penggusuran. Marginalisasi juga berperan
sebagai patokan tingkatan
sebuah tindakan ketidakadailan gender. Untuk mendalami situasi
dalam suatu masyarakat, film menayangkan
berbagai isu yang dibuat melalui teks auditif
dan visual. Sebagai salah satu
bentuk dari ketidakadilan gender, marginalisasi
yang ditampilkan dalam film menampilkan situasi suatu masyarakat terkait isu-isu tersebut.
Penelitian ini memanfaatkan analisis semiotika Ferdinand de Saussure yang menyimpan
dua konsep utama, yang merupakan signifier (penanda) dan signified
(petanda). Menurut analisis
yang telah dilaksanakan dengan mencermati signifier (penanda) dan signified
(petanda) dari film Moxie, terdapat 3 (tiga) adegan representasi bentuk
ketidakadilan gender yang berupa marginalisasi yang ditunjukkan lewat dialog dan adegan. Bentuk marginalisasi yang ditampilkan adalah yang pertama, ketika Kaitlynn diminta untuk menutup dada nya karena
dianggap mengganggu proses belajar, dimana
Kaitlynn yang memakai tank top ditegur oleh Principal
Marlene Shelly karena
dianggap terlalu menonjolkan bentuk tubuhnya dan perlu
ditutupi oleh sweter
atau jaket. Tindakan
yang dilakukan oleh Principal Marlene Shelly menunjukkan minimnya kebebasan berekspresi melalui pakaian
bagi para siswa SMA Rockport.
Ketidak adilan dimana
hanya Kaitlynn saja yang ditegur
dan diminta untuk keluar kelas merupakan bentuk peminggiran dan diskriminasi terhadap
kaum perempuan. Kedua,
potongan scene saat Lucy tidak diberikan
kesempatan untuk berbicara
karena tidak sependapat
dengan Mitchell, dimana Mitchell merasa tersinggung dengan pendapat Lucy dan mulai memojokkan serta tidak memberikan Lucy kesempatan untuk
mengklarifikasi pendapat
yang telah ia lontarkan. Tindakan Mitchell menunjukkan ketidakadilan gender
dimana Lucy tidak dipandang sebagai sosok yang memiliki
kepentingan untuk memberikan pendapatnya didalam kelas. Ketiga, potongan scene tentang ketidakadilan sekolah terhadap
tim sepak bola Perempuan yang menunjukkan peminggiran
dan terbatasnya akses bagi tim perempuan walaupun memiliki lebih banyak
prestasi daripada tim laki-laki, dimana tim sepak bola perempuan tidak memiliki
seragam yang bagus seperti tim futbol. Hal tersebut membuktikan bahwa sebagus
apapun prestasi yang diraih oleh siswa SMA tersebut, selama bukan dari siswa
laki-laki, akan dipandang biasa saja dan tidak mendapatkan akses yang memadai.
Terbatasnya akses untuk mendapatkan seragam yang bagus bagi tim sepak bola
putri menunjukkan bahwa kaum perempuan menjadi kaum minoritas dan dipinggirkan
oleh pihak sekolah. Tiga bentuk marginalisasi yang ada dalam film Moxie
tersebut memiliki scene yang berbeda-beda. Namun dapat dikatakan bahwa semua
bentuk marginalisasi yang ada dalam scene tersebut mengarah kepada kaum
perempuan. Jika bentuk marginalisasi yang ditampilkan dalam film ini mengarah
pada diskriminasi yang dilakukan pada kaum perempuan, dapat disimpulkan bahwa
tindakan ketidakadilan gender yang berbentuk marginalisasi ini juga menimpa
kaum perempuan dalam kehidupan nyata.
1. Stereotip dalam
film “Moxie”
Stereotip adalah pelabelan yang dilakukan oleh suatu
kelompok kepada kelompok lain yang mengakibatkan kerugikan serta ketidakadilan
terhadap kelompok yang dilabel tersebut (Fakih, 2007:16). Salah satu contoh
asal terbentuknya stereotip terkait kaum tertentu adalah pandangan gender.
Ketidakadilan terkait jenis kelamin tertentu banyak bentuknya, yang secara umum
menimpa kaum perempuan, hal ini berakar dari pelabelan yang dikaitkan pada kaum
tersebut. Untuk menganalisis berbagai potongan scene yang ada, peneliti memanfaatkan
analisis semiotika Ferdinand de Saussure yang menyimpan dua konsep utama, yang
merupakan signifier (penanda) dan signified (petanda). Menurut analisis yang
telah dilaksanakan dengan mencermati signifier (penanda) dan signified
(petanda) dari film Moxie, terdapat 7 (tujuh) representasi bentuk ketidakadilan
gender yang berupa stereotip yang ditunjukkan lewat dialog dan adegan. Bentuk
stereotip yang ditampilkan adalah yang pertama, ketika Lucy dipandang sebagai
seseorang yang sinis oleh Mitchell karena menolak untuk disentuh, dimana Lucy
yang sedang ingin membeli soda dihampiri dan digoda oleh Mitchell, dan ketika
Lucy mundur untuk mejaga jarak, Mitchell berkata bahwa Lucy selalu bersikap
sinis terhadapnya. Perlakuan yang dilakukan oleh Mitchell kepada Lucy merupakan
salah satu bentuk ketidakadilan gender yang berupa stereotip pelabelan negatif,
dimana Mitchell memandang Lucy sebagai seorang perempuan yang memiliki sifat
emosional yang berupa sinis.. Kedua, potongan scene saat Vivian marah- marah tanpa
alasan yang jelas dan dipandang sebagai orang yang bersikap irasional dimana
Vivian melontarkan kata-kata yang tidak ada hubungannya dengan situasi di meja
makan yang secara tidak langsung menyerang pribadi Seth. Representasi sosok
Vivian dalam scene ini merupakan salah satu bentuk ketidakadilan gender yang
berupa stereotip bahwa perempuan memiliki sifat irasional. Ketiga, potongan
scene saat Lucy dipandang sebagai tukang merengek oleh Mitchell karena tidak
mengakui tuduhan Mitchell, dimana Mitchell mengambil zine Moxie yang dimiliki
oleh Lucy dan meminta pengakuan bahwa Lucy yang membuat zine tersebut, namun
Lucy enggan memberikan tanggapan kepadanya. Hasilnya, Mitchell mengatakan bahwa
Lucy merupakan orang yang suka merengek didepan teman-temannya. Perlakuan yang
dilakukan oleh Mitchell kepada Lucy merupakan salah satu bentuk ketidakadilan
gender yang berupa stereotip, dimana Mitchell memandang Lucy sebagai seorang
perempuan yang memiliki sifat emosional yang berupa suka merengek. Keempat,
potongan scene saat laporan Lucy terkait pelecehan yang dilakukan oleh Mitchell
terhadapnya tidak dianggap penting oleh kepala sekolah dan dianggap emosional,
dimana Lucy yang melaporkan tindakan yang dilakukan oleh Mitchell padanya
kepada kepala sekolah namun malah dipandang berlebihan dan emosional. Tindakan
kepala sekolah tersebut mendukung pernyataan bahwa perempuan merupakan kaum
inferior yang tidak dianggap serius, bahkan oleh sesama perempuan yang memiliki
peran lebih tinggi. Kelima, potongan scene saat Vivian dianggap tidak bisa
melawan ketika dikagetkan oleh dua siswa laki-laki yang tahu bahwa Vivian
dijuluki sebagai siswa paling patuh di sekolahnya. Tindakan kedua siswa
laki-laki ini mendukung pernyataan bahwa perempuan merupakan kaum yang kerap
mendapatkan pelabelan negatif, dalam kasus ini perempuan dipandang sebagai kaum
inferior yang tidak dapat atau tidak akan melawan kaum laki-laki. Keenam,
potongan scene saat terjadi pelabelan massal terhadap para siswa perempuan,
dimana para siswa yang berada di auditorium mendapat notifikasi terkait daftar
nama julukan yang dibuat oleh Mitchell dan teman-temannya untuk para siswi
perempuan. Berbagai macam julukan seperti ‘dada terbaik’, ‘paling layak
ditiduri’, dan lainnya membuat para siswi perempuan resah karena mereka
dijuluki panggilan tersebut tanpa persetujuan mereka dan hanyalah label yang
dibuat oleh para siswa laki-laki. Pembuatan daftar nama julukan tersebut masuk
dalam bentuk ketidakadilan gender stereotip yang berupa pelabelan negatif
terhadap kaum perempuan. Pelabelan tersebut tentunya tidak dibersamai oleh
fakta dan persetujuan dari orang-orang terkena pelabelan tersebut. Ketujuh,
potongan scene terkait stereotip wanita kulit hitam yang dipandang hanya lewat
rambut dan bokongnya saja, dimana Kiera yang mendapat julukan sebagai Bokong
Terbaik di sekolahnya mengungkapkan kekecewaannya didepan teman-teman perempuan
nya. Ia mengatakan bawa sebenarnya ia tidak suka dijuluki Bokong Terbaik, hal
tersebut dikarenakan oleh stereotip masyarakat yang sejak dahulu wanita yang
berkulit hitam selalu dinilai dari bokong dan rambut mereka.
Tujuh bentuk stereotip yang ada dalam film Moxie tersebut
memiliki scene yang berbeda-beda. Namun dapat dikatakan bahwa semua bentuk
stereotip yang ada dalam scene tersebut mengarah kepada kaum perempuan dan
berisi indikator bentuk stereotip yang ada didalam instrumen penelitian yaitu
pelabelan negatif terhadap perempuan.
3. Subordinasi
dalam film “Moxie”
Subordinasi adalah cara pandang atau berpikir seseorang
bahwa peran yang dijalankan oleh satu kaum memiliki derajat lebih tinggi
daripada kaum lainnya (Sugihastuti, 2002:14). Untuk menganalisis berbagai
potongan scene yang ada, peneliti memanfaatkan analisis semiotika Ferdinand de
Saussure yang menyimpan dua konsep utama, yang merupakan signifier (penanda)
dan signified (petanda). Menurut analisis yang telah dilaksanakan dengan
mencermati signifier (penanda) dan signified (petanda) dari film Moxie,
terdapat 5 (lima) representasi bentuk ketidakadilan gender yang berupa
subordinasi yang ditunjukkan lewat dialog dan adegan. Bentuk subordinasi yang
ditampilkan adalah yang pertama, ketika Kiera tidak menang beasiswa olahraga.
Scene ini menunjukkan ketidakadilan gender dimana perempuan dianggap tidak
dapat memiliki peran penting dalam kehidupan bersosial, sebagus apapun prestasi
serta kapabilitas yang dimiliki oleh perempuan. Kedua, potongan scene saat
siswi difabel diposisikan di belakang tim. Scene ini menunjukkan bahwa seorang
perempuan yang memiliki disabilitas tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk
berada di barisan paling depan karena dianggap tidak memiliki peran penting. Ketiga,
potongan scene dimana mayoritas foto siswa yang dipajang adalah laki- laki.
Dalam scene ini, sedikitnya siswi perempuan yang terdapat di foto tersebut
menunjukkan bahwa para siswi perempuan tidak memiliki peran penting dan tidak memiliki
kontribusi yang terhitung besar bagi sekolahnya. Tindakan ini telah
dinormalisasi oleh sekolah tersebut sehingga siswi perempuan di sekolah
tersebut menjadi kaum inferior. Keempat, potongan scene pengumuan bahwa hanya
ada satu nominasi beasiswa. Dalam scene ini, kepala sekolah mengumumkan bahwa
akan ada beasiswa olahraga yang akan diterima oleh satu siswa SMA Rockport yang
masuk kedalam nominasi, yang nyatanya hanya terdapat satu nama yaitu Mitchell
Wilson yang merupakan kapten tim futbol SMA Rockport. Padahal Kiera memiliki
prestasi yang sama dengan Mitchell, hanya berbeda cabang olahraga saja. Proses
pemilihan nominasi penerima beasiswa ini juga tidak dijelaskan sehingga membuat
proses tersebut tidak adil. Kelima, potongan scene ketika Kiera tidak mendapat
kesempatan untuk memberikan pidato seperti Mitchell di pengumuman sekolah.
Dalam scene tersebut, Kiera sebagai saingan dari Mitchell dalam memperebutkan
beasiswa tersebut, tidak diberitahu bahwa akan ada segmen pidato bagi para
kandidat nominasi penerima beasiswa tersebut. Tindakan tersebut menunjukkan
ketidakadilan terhadap Kiera karena tidak diberikan kesempatan yang sama dengan
Mitchell untuk memberikan pidato kampanye di pengumuman sekolah. Hal tersebut
menunjukkan bahwa siswi perempuan di SMA Rockport tidak dipandang memiliki
kepentingan untuk memberikan suaranya dalam kehidupan sosial, dalam kasus ini
merupakan dalam kegiatan kampanye. Ketidakadilan tersebut merugikan Kiera
sebagai perempuan calon penerima beasiswa tersebut karena pada akhirnya ia
kalah dari Mitchell dan tidak mendapatkan simpati sebesar Mitchell. Lima bentuk
subordinasi yang ada dalam film Moxie tersebut memiliki scene yang
berbeda-beda. Namun dapat dikatakan bahwa semua bentuk subordinasi yang ada
dalam scene tersebut mengarah kepada kaum perempuan dan berisi indikator bentuk
stereotip yang ada didalam instrumen penelitian yaitu perempuan tidak sanggup
untuk memimpin dan perempuan tidak memiliki peran yang penting dalam
berkehidupan sosial.
4.Kekerasan terhadap perempuan dalam film “Moxie”
Kekerasan merupakan sebuah perbuatan yang memakai
kemampuan fisik, kekuasaan, ancaman ataupun perbuatan yang dilakukan pada diri
sendiri, perorangan, perkelompok ataupun masyarakat yang menyebabkan kerugian
secara fisik maupun psikologis, hingga perampasan hak Untuk menganalisis
berbagai potongan scene yang ada, peneliti memanfaatkan analisis semiotika
Ferdinand de Saussure yang menyimpan dua konsep utama, yang merupakan signifier
(penanda) dan signified (petanda). Menurut analisis yang telah dilaksanakan
dengan mencermati signifier (penanda) dan signified (petanda) dari film Moxie,
terdapat 7 (tujuh) representasi bentuk ketidakadilan gender yang berupa
kekerasan secara verbal dan non verbal yang ditunjukkan lewat dialog dan
adegan. Bentuk kekerasan yang ditampilkan adalah yang pertama, ketika bokong
Kiera ditepuk oleh siswa laki-laki karena ia telah masuk kedalam daftar nama
julukan siswa perempuan disekolahnya dan dijuluki sebagai ‘Bokong Terbaik’.
Tindakan siswa laki-laki tersebut merupakan salah satu bentuk kekerasan non
verbal yang dilakukan oleh kaum laki-laki kepada kaum perempuan. Kedua,
potongan scene saat minuman Lucy diludahi oleh Mitchell. Tindakan Mitchell
termasuk ke dalam kekerasan terhadap perempuan yang berbentuk non verbal karena
telah menimbulkan rasa takut dan tidak aman secara psikis. Ketiga, potongan
scene saat Kaitlynn digoda oleh Jason di auditorium, dimana Jason menghampiri
Kaitlynn yang duduk di tribun bersama teman-temannya sambil melepas baju dan
melemparkan baju tersebut ke wajah Kaitlynn serta melakukan gerakan tidak
senonoh diatas pangkuan Kaitlynn. Tindakan Jason terhadap Kaitlynn merupakan
salah satu bentuk ketidakadilan gender yang merupakan kekerasan secara non
verbal, dimana tindakan tersebut telah membuat Kaitlynn resah dan tidak nyaman
karena Jason telah melemparkan baju dan duduk di pangkuannya tanpa persetujuan
dari Kaitlynn. Keempat, potongan scene saat Kaitlynn digoda oleh Jason di
kelas, dimana Kaitlynn yang masuk ke dalam kelas dan ingin duduk di bangku
barisan kedua dan tiba-tiba datang Jason yang langsung menduduki bangku
tersebut sehingga Kaitlynn secara tidak sengaja duduk di pangkuan Jason dan
berkata kepada Kaitlynn bahwa ia bisa duduk dipangkuan Jason saja. Ungkapan
tersebut mengarah ke hal seksual karena Jason secara sengaja ingin Kaitlynn
menduduki pangkuannya, hal ini juga termasuk kekerasan secara verbal dan non
verbal. Kelima, potongan scene saat Emma digoda oleh Mitchell di auditorium,
dimana Mitchell menghampiri Emma yang sedang berada di barisan cheerleader dan
mulai menggoda dan memegang tubuh Emma. Tindakan Mitchell kepada Emma termasuk
salah satu bentuk ketidakadilan gender yang merupakan kekerasan non verbal,
dimana terdapat unsur seksual pemegangan tubuh Emma yang dilakukan oleh
Mitchell tanpa persetujuan dari Emma. Keenam, potongan scene saat Lucy digoda
oleh Mitchell di kantin, dimana Lucy yang sedang ingin membeli soda dihampiri
Mitchell yang mulai menggodanya dengan menyentuh tubuh Lucy. Tindakan Mitchell
kepada Lucy merupakan salah satu bentuk kekerasan non verbal dimana Mitchell
telah menyentuh tubuh Lucy tanpa persetujuan Lucy. Ketujuh, potongan scene
pengakuan Emma telah diperkosa oleh Mitchell, dimana Emma mengaku bahwa ia yang
menulis surat kepada Moxie untuk bisa mendapatkan pertolongan terkait kejadian
yang menimpanya dan maju untuk menceritakan kejadian tersebut. Tindakan
Mitchell menunjukkan ketidakadilan gender berupa kekerasan secara non verbal
yang berhubungan dengan pelecehan seksual. Hal tersebut dikarenakan oleh
paksaan Mitchell untuk berhubungan intim dengan Emma yang tidak dibersamai
dengan persetujuan Emma.
Tujuh bentuk kekerasan terhadap perempuan yang ada dalam
film Moxie tersebut memiliki scene yang berbeda-beda. Namun dapat dikatakan
bahwa semua bentuk kekerasan yang ada dalam scene tersebut mengarah kepada kaum
perempuan dan berisi indikator bentuk kekerasan yang ada didalam instrumen
penelitian yaitu kekerasan terhadap perempuan secara verbal dan non verbal.
Dalam film “Moxie” terdapat total 22 (dua puluh dua)
potongan scene dimana terdapat 3 (tiga) scene yang menampilkan marginalisai, 7(tujuh)
scene yang menampilkan stereotip, 5 (lima) scene yang menampilkan subordinasi,
dan 7 (tujuh) scene yang menampilkan kekerasan terhadap perempuan. Representasi
bentuk ketidakadilan gender yang terkandung dalam film “Moxie” menempatkan kaum
perempuan sebagai pihak yang dirugikan oleh sistem yang menjunjung
ketidakadilan gender. Hanya kaum perempuan yang digambarkan menerima berbagai
macam bentuk tindakan marginalisai, stereotip, subordinasi, serta kekerasan,
dimana sesuai dengan pernyataan Sylvia Walby dalam buku Teorisasi Patriarki
tahun 2014 dimana patriarki membuat laki-laki memegang kontrol terhadap kaum
perempuan lewat beragam aspek kehidupan. Patriarki yang dimengerti sebagai
sebuah bentuk sistem sosial yang memposisikan kaum laki-laki sebagai sosok
utama dalam keluarga maupun organisasi, memicu timbulnya tindakan ketidakadilan
gender yang menimpa kaum perempuan. Banyaknya tindakan ketidakadilan gender
yang terjadi pada kaum perempuan tersebut membuat para sineas terpicu untuk
menciptakan film yang dapat menyampaikan kenyataan atau realitas dan dapat
menjadi sebuah media refleksi terhadap situasi yang berjalan dalam masyarakat.
Adegan ketidakadilan gender yang terdapat dalam film “Moxie” sesuai dengan data
penelitian AAUW (American Association of University Women) tahun 2010-11
terkait pelecehan seksual yang terjadi di sekolah, dimana para siswa pernah
mendapatkan komentar, candaan, gestur seksual yang tidak diinginkan, disentuh
secara seksual, terintimidasi fisik secara seksual, dan dipaksa untuk melakukan
sesuatu yang berbau seksual. Adegan ketidakadilan gender yang berupa stereotip
terhadap wanita berkulit hitam di Amerika Serikat juga relevan dengan pandangan
Hammonds (1995) dimana wanita berkulit hitam kerap dipandang secara seksual
saja. Pandangan tersebut menjadi dasar dari pemikiran serta perlakuan kaum
barat terhadap tubuh wanita berkulit hitam. Pandangan William (2006:15-16) juga
relevan dengan adegan ketidakadilan gender film ini dimana representasi buruk
seperti menyandang sifat lemah, emosional, pendendam, irasional, penggoda,
banyak bicara, dan lainnya telah menilai dan memposisikan kaum perempuan pada
status yang tidak berdaya di dalam kehidupan masyarakat. Bentuk subordinasi
yang ditampilkan dalam adegan film “Moxie” relevan dengan pendapat William
(2006:14) dimana kaum perempuan yang tidak memiliki peluang untuk memberikan
kontribusi dalam kehidupan bersosialnya akan tertinggal dan kesempatan untuk
tumbuh akan semakin menipis.
KESIMPULAN:
Setelah peneliti melaksanakan analisis data dengan
memanfaatkan analisis semiotika Ferdinand de Saussure agar dapat melihat
bagaimana bentuk wacana ketidakadilan gender yang ditayangkan dalam film
“Moxie”, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat total
22 (dua puluh dua) potongan scene yang berkaitan dengan
representasi ketidak adilan gender berbentuk marginalisasi, stereorip,
subordinasi, dan kekerasan terhadap perempuan. Secara rinci bentuk representasi
ketidakadilan gender berbentuk marginalisasi sebanyak 3 (tiga), stereotip
sebanyak 7 (tujuh), subordinasi sebanyak 5 (lima), dan kekerasan terhadap
perempuan sebanyak 7 (tujuh). Bentuk-bentuk marginalisasi yang terdapat dalam
film “Moxie” mencakup tindakan peminggiran dimana tidak adanya kesempatan untuk
berpendapat, mendapatkan akses atau fasilitas yang setara, serta pengontrolan
terhadap tubuh perempuan. Selanjutnya bentuk stereotip yang ditampilkan
merupakan pandangan bahwa perempuan menyandang sifat emosional irasional, dan
merupakan kaum inferior yang pantas untuk dilabeli apapun, khususnya label yang
melekat pada tubuh perempuan berkulit hitam. Bentuk subordinasi yang
ditampilkan dalam film “Moxie” merupakan tidak adanya kesempatan yang sama
antar gender untuk berperan penting dalam kehidupan bersosial, peminggiran
terhadap penyandang difabel, serta supremasi kaum laki- laki. Sedangkan untuk
bentuk kekerasan yang ditampilkan merupakan ditepuknya bokong, minuman yang
diludahi, penggodaan serta pemegangan tubuh secara seksual, serta tindakan
pemerkosaan. Seluruh bentuk ketidakadilan gender yang digambarkan dalam film
“Moxie” hanya terjadi pada kaum perempuan.
15. Jurnal 15
Judul: MAKNA
PERSAHABATAN DALAM FILM“IT CHAPTER TWO”
Objek:
FILM “IT CHAPTER TWO”
Pendekatan:
kualitatif.
Analisis: MAKNA PERSAHABATAN
Hasil Analisis:
A.
Kedekatan Scene 28:10-28:24
Penanda: Richie terlihat berpelukan dengan Ben
Pertanda: Pada
scene ini, Richiedan
Ben saling berpelukan menunjukkan
bahwa mereka saling
merindukan satu sama lain,
setelah selama 27
tahun tidak bertemu.
B.
Keakraban
Scene 28:10-28:24
Penanda: “Oke,
bagaimana denganmu trash mouth/
mulut sampah apa
kau sudah menikah?”
Pertanda: Bill
memanggil Richie dengan
julukan Trash Mouth/ Mulut
sampah karena ia terlalu banyak berbicara kasar.
C.
Perasaan
senang saat bersama
Penanda: Anggota the
losers club tampak tersenyum
saat sedang bersulang
Pertanda: Pada
scene ini anggota
the losers club tampak
bahagia saat merayakan
reuni mereka. Kebahagiaan itu
terlihat dari senyum anggota
the losers club. Sementara itu,
perayaan sendiri identik dengan sesuatu
yang berkaitan dengankesenangan.
D.
Komitmen
Scene 29:57-30:14
Penanda: “kita
akan selalu jadi
teman, aku rasa
itu menghilang hanya
karena kita semakin tua”
Pertanda: Bill
meyakinkan Stanley bahwa
mereka akan tetap menjadi teman.
E.
Saling
terbuka dan menerima Scene 01:58:42 -01:59:18
Penanda: Dialog Eddie “aku tidak, tolong jangan
marah Bill, aku
hanya ketakutan” dan
Bill “ya... itu
sebabnya kan? jangan berikan padanya.”
Pertanda: Pada
scene ini Eddie
meminta Bill untuk tidak
marah karena ia
hanya ketakutan dan Bill
mencoba menerima hal itu
dengan mengatkan ya
pada Eddie.
F.
Sikap
setia kawan Scene 1:52:431:53:52
Penanda: “Kita tetap bersama saja”
Pertanda: Ben
meminta Bill agar
mereka tetap bersama dan tidak melakukan
semuanya sendirian.
G.
Memberi
semagat dan dorongan Scene 02:03:11-02:03:38
Penanda: “Ya,
kau lebih berani
dari yang kau kira”
Pertanda: Richie
meyakinkan Eddie bahwa
ia sebenarnya lebih berani
dari yang dipikirkan.
H.
Saling
membantu/ tolong menolong Scene 02.23.13-02.23.28
Penanda: Pennywise
tampak memandang penuh
Pertanda: Richie mencoba menyelamatkan sahabatnya mike
dari pennywise dengan mengalihkan
perhatian pennywise ke arahnya.
I.
Rela
berkorban Scene 02.24.14-02.24.58
Penanda: Eddie
tampak memegang perutnya tertusuk sesuatu yang tajam
Pertanda: Eddie
ditusuk dengan tangan
tajam pennywise saat sedang mencoba menyelamatkan Richie
J.
Berkerja
sama sebagai team Scene 1:52:43-1:53:52
Penanda: Anggota the
losers clubtampak memegang
jantung pennywise bersama-sama.
Pertanda: Demi memusnahkan pennywise anggota the losers
club bersama-sama menghancurkan jantung pennywise.
K.
Saling
menyayangi
Penanda: Richie
terlihat memeluk tubuh
Eddie yang terbaring tak bernyawa.
Pertanda: Richie
tak bisa menerima
kenyataan bahwa Eddie telah tiada dan ia mencoba memeluk jasad sahabatnya.
L.
Saling
menguatkan jika tejadi hal buruk
Penanda:
Anggota the losers
club bersama-sama memeluk Richie
Pertanda:
Anggota the losers
club masih bersedih atas kematian
Eddie sehingga saling memeluk satu sama lain.
Kesimpulan:
Berdasarkan hasil penelitian
yang telah di uraikan pada bab
sebelumnya dari penelitian ini,
maka peneliti mengambil
kesimpulan bahwa terdapat dua
belas makna persahabatan yang ada
pada film It
chapter two, yaitu:
Ø kedekatan,
Ø keakraban,
Ø perasaan senang
saat bersama,
Ø komitmen,
Ø saling
terbuka dan menerima,
Ø sikap setia kawan, m
Ø emberi semagat dan
dorongan,
Ø saling
membantu/ tolong menolong,
Ø rela
berkorban,berkerja sebagai team,
Ø saling menyayangi,
Ø saling menguatkan
16. Jurnal 16
Judul: MAKNA BLANGKON YOGYAKARTA SEBAGAI SIMBOL STATUS
PADA FILM DOKUMENTER “IKET SIRAH”
Objek: s makna Blangkon Yogyakarta
Pendekatan:
pendekatan kualitatif,
Analisis: makna Blangkon Yogyakarta sebagai simbol status
pada film dokumenter Iket Sirah
Hasil Analisis:
Sekilas tentang film dokumenter Iket Sirah film
dokumenter Iket Sirah yang disutradarai oleh Putra Raditiya Oradana dengan
durasi 13:02 menit, yang menayangkan film tentang Blangkon Yogyakarta. pada
film ini menjelaskan asal mula, perkembangan serta makna Blangkon Yogyakarta
yang disampaikan oleh salah satu Abdi Dalem Kraton Yogyakarta bernama KRT. H.
Jatiningrat. S.H. Beliau menjelaskan tentang asal mula Blangkon Yogyakarta
berdasarkan makna yang ada di dalamnya sebagai simbol pengendalian diri. Adapun
penjelasan tentang pembuatan Blangkon Yogyakarta yang disampaikan oleh salah
satu pengerajin Blangkon Yogyakarta bernama Khoirudin, beliau menjelaskan tentang
pembuatan Blangkon serta menjelaskan makna pada saat pembuatan Blangkon
Yogyakarta. serta penjelasan lainnya yang terkait dengan Blangkon Yogyakarta
dengan suasana pada daerah Yogyakarta. Tokoh ini adalah salah satu pengerajin
Blangkon Yogyakarta. tokoh tersebut dalam film dokumenter Iket Sirah sebagai
narasumber yang menjelaskan tentang pembuatan Blangkon serta menjelaskan
tentang makna pembuatan Blangkon Yogyakarta yang berisi bahwa membuat Blangkon
menghadap ke bawah (menunduk) yang mengartikan jika melihat kebawa hidup akan
menjadi bahagia begitupun sebaliknya jika melihat ke atas hidupnya akan merasa
ingin yang berlebih. Seperti contoh orang yang memiliki sepedah akan beringinan
memiliki motor. Akan tetapi ketika melihat kebawah seperti contoh orang yang
memiliki sepedah melihat orang yang hanya bisa berjalan kaki maka rasa yang
akan didapat adalah bahagia. 3. Tidak ada penjelasan tentang tokoh pendukung
dalam film dokumenter ini sehingga penonton belum mengerti siapa tokoh tersebut
dan apa perannya. 4. Ada tokoh Abdi Dalem kraton Yogyakarta yang sedang memakai
pakaian adat Yogyakarta, di mana pada scene tersebut tidak ada penjelasan
tentang tokoh tersebut dan maksud dari keadaan orang tersebut. 5. Ada seorang
pria yang sedang membuat Blangkon, di mana pada scene orang itu tidak diulas
secara mendalam. Waktu Waktu yang diambil sekitar pada tahun 2016. Pengambilan
gambar dilakukan pada siang hari. Karena waktu sangat berhubungan erat dengan
pencahayaan pada saat pembuatan film dokumenter. Tempat Ada banyak tempat yang
bisa ditampilkan pada film dokumenter ini, namun tempat utama pada film
dokumenter ini adalah kraton Yogyakarta sebagai tempat informasi tentang budaya
Yogyakarta dan tempat pembuatan Blangkon Yogyakarta di rumah pak Odeng, Daerah
Istimewa Yogyakarta. set ini mendominasi sekitar 70% film dokumenter. Kegiatan
penjelasan ini menjadi set utama pada film dokumenter Iket Sirah. Pengambilan
gambar dilaksanakan di Daerah Istimewa Yogyakarta seperti kraton Yogyakarta,
malioboro, dan rumah salah satu pengerajin Blangkon. Alur cerita Alur cerita
dalam film dokumenter ini adalah alur maju. Pada film dokumenter ini dimulai
dengan perkenalan narasumber pengerajin Blangkon bernama khoirudin dengan
menjelaskan pekerjaannya serta berapa lama beliau menjadi pengerajin Blangkon,
kemudian memperkenalkan Abdi Dalem kraton Yogyakarta serta pekerjaannya.
Kemudian menceritakan tentang asal mula Blangkon Yogyakarta. setelah itu
menjelaskan pembuatan Blangkon Yogyakarta serta menjelaskan makna pembuatan
Blangkon Yogyakarta setalah itu menjelaskan tentang makna simbol Blangkon
sebagai pengendalian diri. Dan pada akhir menjelaskan tentang harapan kepada
Blangkon Yogyakarta kedepannya, namun tidak menjelaskan secara lengkap makna
Blangkon Yogyakarta seperti makna simbol status bagi pemakainya. Serta jenis
motif Blangkon yang membedakan status bagi pemakainya.
Adegan Abdi Dalem yang sedang memainkan alat musik
gamelan menggunakan Blangkon dengan motif Modang seperti pada gambar 3.14, akan
tetapi ada Abdi Dalem yang menggunakan Blangkon dengan motif lainnya seperti
gambar 3.13 sehingga menimbulkan ketidakselarasan dengan Abdi Dalem lainnya
yang menggunakan Blangkon motif Modang. Penggunan Blangkon dengan motif Modang
juga dipakai oleh seorang kusir delman, yang seharusnya Blangkon dengan motif
Modang dipakai oleh golongan priyayi Blangkon Yogyakarta sebagai simbol status
bagi pemakainya. Pada zaman dahulu yang menjadikan suatu tanda pada setiap
golongan status pada masyarakat Yogyakarta, dapat dibedakan menurut antar
golongan bangsawan, golongan priyayi dan golongan rakyat. Blangkon dibedakan
menurut golongannya terlihat pada motif dan bentuk Blangkon itu, sehingga
setiap golongan mempunyai motif dan bentuk tersendiri dikarenakan motif dan
bentuk Blangkon itu mempunyai maknanya tersendiri dari setiap motif dan bentuk
Blangkon dari setiap golongannya. Pada film dokumenter Iket Sirah tidak
menjelaskan Blangkon Yogyakarta secara mendalam seperti motif dan bentuk, serta
makna dari setiap bentuk Blangkon dan pembeda dari golongan status masyarakat.
Secara simbol status Blangkon Yogyakarta dianalisis dengan pendekatan Semiotika
Ferdinand De Saussure dapat disimpulkan bahwa Blangkon Yogyakarta mempunyai
makna simbol status bagi si pemakainya yang dibedakan menurut golongan
statusnya golongan tersebut antara lain: golongan bangsawan, golongan priyayi,
dan golongan rakyat. Setiap golongan mempunyai makna bentuk dan motif yang
berbeda yang dapat membedakan setiap golongan. Dalam teori mise and scene dari
Film dokumenter Iket Sirah, analisis dari tiap scene dalam film tersebut,
Blangkon Yogyakarta dikenakan tidak pada makna bagi simbol status, ada beberapa
scene pada film tersebut tidak menunjukan penggunaan Blangkon Yogyakarta yang
tepat seperti Abdi Dalem menggunakan motif yang berbeda dengan motif modang,
sedangkan kusir delman menggunakan Blangkon dengan motif modang. Ketidak
selarasan dalam penggunaan Blangkon Yogyakarta menjadi suatu pengertian yang
berbeda pada saat penyampaian terhadap masyarakat tentang Blangkon Yogyakarta.
SIMPULAN Blangkon Yogyakarta memiliki kegunaan dan fungsi yang menunjukan
kewibawaan seorang pria Jawa. Blangkon Yogyakarta juga digunakan sebagai
pembeda status sosial bagi pemakainya. Tanda dan penanda sangat berhubungan
dengan Blangkon Yogyakarta sebagaimana Blangkon mempunyai ragam hias dan
bentuknya yang berbeda-beda menurut golongan masyarakatnya sehingga tanda yang
dibuat pada Blangkon Yogyakarta akan mendapatkan petanda pada arti dari tanda
tersebut. Sehingga Blangkon Yogyakarta mempunyai kegunaan dan fungsi sebagai
pembeda golongan sosial pada pemakainya, akan tetapi dengan perkembangan zaman
kegunaan dan fungsi Blangkon Yogyakarta sebagai pembeda antar golongan sudah
memudar dan menjadi sama pengguna Blangkon Yogyakarta di setiap golongan akan
tetapi, ada beberapa peraturan yang masih menjalani pakem pada penggunaan
Blangkon Yogyakarta terutama pada lingkungan Kraton Yogyakarta. Film dokumenter
Iket Sirah diharapkan bisa memberikan informasi terhadap masyarakat tentang
Blangkon Yogyakarta sehingga masyarakat khususnya masyarakat Yogyakarta paham
akan fungsi dan makna dalam Blangkon Yogyakarta. Akan tetapi, pada kenyataannya
film dokumenter Iket Sirah belum bisa menjadi media informasi terhadap
masyarakat tentang Blangkon Yogyakarta, dikarenakan penjelasan yang disampaikan
pada film dokumenter ini seperti penjelasan makna dari bentuk Blangkon, makna
dari simbol status Blangkon, makna motif Blangkon dan menjelaskan tentang
pengertian Blangkon Yogyakarta belum dijelaskan secara lengkap dan mendalam.
17. Jurnal
17
Judul: REPRESENTASI AKHLAK TERPUJI “TOKOH ARINI” DALAM
FILM SURGA YANG TAK DIRINDUKAN 2
Objek: Film Surga Yang Tak Dirindukan 2
Pendekatan: penelitian kualitatif dengan metode analisis
semiotika Ferdinand De Saussure
Analisis: mengetahui akhlak terpuji yang terkandung dalam
film Surga Yang Tak Dirindukan 2
Hasil Analisis:
A.
Scene 1 Tentang Adil
Penanda: Arini sedang berbicara dengan Mei dan Pras
Pertanda: Arini sedang menyuruh Pras untuk membantu
Meirose dan sekalian jalan-jalan bersamanya. Penandanya ditunjukkan dalam
percakapan, “Mas kamu tolong temenin Mei ya, anterin, mas kamu liat, mei
perempuan, bawa barang sendiri? Ya mas ya. Sekalian kamu jalan-jalan. Nadia,
kamu temenin ayah ya, sekalian jagain Akbar”.
B.
Scene 2 Tentang Sabar
Penanda: Arini sedang berbaringa dan berdialog dengan
Dokter
Pertanda: Arini sedang bersabar menghadapi penyakitnya
dan usahanya melawan sakitnya. Petanda ini ditunjukkan dalam kalimat, “saya
tidak mau melawan takdir Allah.”
C.
Scene 3 Tentang Syukur
Penanda: Arini duduk bersama setelah melakukan shalat
dengan Sheila dan Nadia
Pertanda: Arini sedang mengingatkan, bahwa kematian bisa
datang kapan saja. Penanda ini ditunjukkan dalam kalimat, “kejadian itu
membuatku sadar, kalo kematian bisa datang saja, tanpa kita minta”
D.
Scene 4 Tentang Pemaaf
Penanda: Arini sedang duduk berdua di taman bersama Mei
Pertanda: Arini sedang menjelaskan keadaan Pras yang akan
datang ke Budapest. Penanda ini ditunjukkan dalam kalimat, “baik, alhamdulillah
Mas Pras baik, sehat. Nanti dua hari lagi Mas Pras sampai sini. Pasti dia engga
nyangka ada kamu disini.”
Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian mengenai
“Representasi Akhlak Terpuji “Tokoh Arini” Dalam Film Surga Yang Tak Dirindukan
2 (Analisis Semiotik Model Ferdinan De Saussure)”penulis dapat menyimpulkan
dari film Surga Yang Tak Dirindukan 2 yaitu: Film Surga Yang Tak Dirindukan 2
adalah suatu film yang disutradarai Hanung Bramantyo Mengisahkan tentang akhlak
terpuji yang dilakukan tokoh Arini memiliki tanda dan penanda akhlak terpuji
yaitu 1.) Adil. Makna signifier dan signifiednya adalah tentang himbauan untuk
saling membantu atau pun tolong-menolong. 2.) Sabar. Makna signifier dan
signifiednya adalahcara menyerahkan diri dengan yakin kepada Allah dengan
bersabar setelah berusaha semaksimal mungkin. 3). Bersyukur. Makna signifier
dan signifiednya adalah dalam scene film ditunjukkan dengan mengingat kematian
dan mensyukuriapa yang ada. 4.) Pemaaf. Makna signifier dan signifiednya adalah
menjalin suatu tali ikatan tidak perlu mengungkit kesalahan yang lalu. Realitas
sosial akhlak terpuji yang dimiliki tokoh “Arini” dalam film surga yang tak
dirindukan 2 yaitu:
Ø
Adil
dalam film realitas sosialnya yaitu Arini bersikap adil karena Arini mengetahui
Meirose adalah istri kedua Pras dan memiliki hak yang sama untuk diberi bantuan
ketika sedang memerlukan bantuan seperti Arini sebagai istri pertama. Itu yang
membuat Arini bersikap adil, dengan menyuruh Pras membantu Meirose dalam
kesusahan membawa barang-barang berat.
Ø
Sabar
dalam film realitas sosialnya yaitu Arini bersikap sabar karena sakit kankernya
sudah parah, tidak dapat disembuhkan dan itu membuat umurnya tidak panjang
lagi. Itu yang membuat Arini lebih memilih untuk bersabar atas cobaan yang
telah Allah berikan.
Ø
Bersyukur
dalam film realitas sosialnya yaitu Arini bersikap syukur karena Arini teringat
anak kecil di panti asuhan yang masih berusia dini pun sudah mengidap penyakit
yang berat dan menyebabkan kematian sebelum menginjak usia dewasa. Itulah yang
menyebabkan Arini bersyukur dan menikmati apa yang sedang diberikan Tuhan.
Ø
Pemaaf
dalam film realitas sosialnya yaitu Arini Bersikap Pemaaf pada Meirose karena
dengan Arini mengingat dan membahas masa lalu, Meirose yang telah memasuki
keluarga Arini sebagai orang ketiga itu hanya akan memperburuk keadaan dan
hanya menimbulkan dendam. Itulah yang membuat Arini memilih untuk bersikap
pemaaf kepada Meirose
18. Jurnal 18
Judul: Film Laskar Pelangi
Objek: Film Laskar Pelangi yang diangkat dari novel karya
Andrea Hirata
Pendekatan: pendekatan kualitatif.
Analisis:
1. Semiotika bahasa pada film Laskar Pelangi
2. Semiotika gerak pada film Laskar Pelangi
3. Pemaknaan bahasa dari penonton pada film Laskar
Pelangi
4. Pemaknaan gerak dari penonton pada film Laskar Pelangi
Hasil Analisis:
Ø
Semangat
belajar
Anak-anak SD Muhamadiah
tidak pernah menyerah
dengan keterbatasan yang mereka
miliki. Walaupun mereka hidup di bawah garis kemiskinan mereka ingin belajar
dan tidak pernah merasa malu dengan kondisi sekolah mereka.
Ø
Pemerataan
pendidikan
Siswa-siswa
SD Muhamadiah mendapatkan
pendidikan yang sama.
walaupun ada diantara mereka
yang kondisi perekonomiannya lebih
baik seperti Ikal,
cerdas seperti Lintang namun
mereka semua belajar
bersama. Tidak ada
perbedaan antara yang kaya dan
miskin serta pintar dan bodoh.
Ø
Integritas
seorang pemimpin
Kucai adalah ketua
kelas yang tidak bertanggung
jawab serta gampang menyerah. Dia
telah diberikan tanggung
jawab untuk memimpin
teman-temannya, tapi dia menyerah begitu saja ketika teman-temannya
tidak mendengar apa yang dia katakan dan membiarkan
mereka tidak masuk
kelas. Seharusnya kettika
diberikan kepercayaan, Kucai
harus bertanggung jawab
dan tidak gampang
menyerah agar dia menjadi seorang pemimpin yang memiliki
intergritas.
Ø
Pentingnya
memiliki karakter yang baik
Siswa-siswa
SD Muhamadiah diajarkan
tentang pendidikan agama
dan budi pekerti. Karena dengan
belajar agama dan budi pekerti mereka pasti akan memiliki karakter yang
baik. Dan dengan
karakter yang baik
mereka bisa membanggakan bangsa Indonesia.
Ø
Pengorbanan
Siswa-siswa SD Muhamadiah memiliki keluarga yang mau
berkorban. Seperti ayah Lintang yang melaut sendirian dan menyuruh anaknya
untuk pergi sekolah.
Ø
Berbakti
Lintang
adalah anak yang
berbakti pada orang
tuanya. Dia rela
tidak sekolah untuk membantu
ayahnya yang bekerjaseorang diri. -Pantang menyerah Keinginan Lintang
untuk sekolah tidak
pernah pudar. Walaupun
dia harus putus sekolah, dia
tidak pernah menyerah dengan keadaan. Hal itu dibuktikan dengan kehadiran
anaknya. Anaknya bisa sekolah dan menggapai impiannya.
Kesimpulan:
A.
Semiotika
Bahasa Pada Film Laskar PelangiBahasa
yang ada pada
film Laskar Pelangiadalah bahasa
yang memberikan makna positif
kepada para penontonnya. Bahasa yang
memiliki pesan-pesan moral
yang tinggi tentang semangat,
berbakti, pantang menyerah,
mengabdi, berkorban, berintegritas
serta pemerataan pendidikan memberikan
makna positif yang
mengajak penontonnya untuk memiliki karakter
yang baik. Apalagi
untuk generasi muda
yang akan menjadi
penerus bangsa. Harus terus
semangat untuk sekolah
walaupun memiliki banyak
keterbatasan baik dari fasilitas
dan tenaga pengajar, memiliki integritas sebagai seorang pemimpin dimanapun
kita berada, berbakti pada orang tua yang mendidik dan menyekolahkan kita. Dan
untuk para pendidik (guru), harus
memiliki pengabdian dan
mendidik tidak berdasarkan
materi. Selain memberikan makna
yang positif, bahasa
dalam film Laskar Pelangimenggunakan bahasa daerah Belitung. Itu menunjukkan bahwa
kita harus mencintai dan melestarikan bahasa daerah. Walaupun kita harus
menguasai bahasa asing, tapi jangan melupakan bahasa daerah kita.
B.
Semiotika
Gerak Pada Film Laskar Pelangi Gerak
pada film Laskar Pelangimemberikan pesan
moral yang tinggi
bagi penontonnya. Gerak yang
menunjukkan harapan dan
ketulusan, semangat, kekaguman
dan terus bertahan walau sulit memberikan makna bahwa kita harus
memiliki harapan akan cita-cita
kita dan tulus
dalam melakukan apapun,
selalu semangat dan
terus bertahan untuk menggapai cita-cita
kita. Dan sebagai
pengajar, harus selalu
bersemangat dalam mendidik serta memiliki
harapan dan ketulusan
kepada murid-murid. Agar
generasi muda bangsa Indonesia bisa menjadi pelangi yang
indah dan dilihat oleh semua orang.
C.
Pemaknaan
Bahasa Pada Film Laskar PelangiDari
hasil wawancara dengan
informan yang menonton
film Laskar Pelangi, mereka memiliki makna
yang sama tentang
bahasa pada film Laskar Pelangi.
Walaupun menggunakan bahasa daerah, bahasa dalam film laskar Pelangi
bisa dimengerti dan dimaknai oleh penontonnya. Menurut
mereka bahasa dalam
film Laskar Pelangi
memberikan makna yang positif.
Dari semangat, motivasi,
keinginan dan hasrat
yang kuat untuk
sekolah, pengorbanan, kerja keras,
tanggung jawab, serta
pemerataan pendidikan membuat
mereka memiliki semangat untuk
sekolah serta menyadarkan
mereka tentang kerja
keras untuk menggapai impian
dan pentingnya kehadiran
guru dalam mendidik
generasi muda bangsa Indonesia.
D.
Pemaknaan
Gerak Pada Film Laskar PelangiDari hasil wawancara dengan informan yang
menonton film Laskar Pelangi, ada yang pemaknaannya sama
dan ada yang
berbeda. Tapi, dari
semua pemaknaan gerak
yang mereka katakan, menunjukkan
mereka memiliki makna
yang positif. Dari gerak
yang menunjukkan ketulusan, semangat,
kekaguman, harapan, kebersamaan
dan antusias memberikan makna
bahwa ditengah keterbatasan harus
tetap semangat, dalam kebersamaan pasti
hal yang sulit
dapat dilakukan, memiliki
harapan dan ketulusan
dalam mendidik serta terus memiliki harapan suatu saat nanti bisa
menjadi pelangi yang indah serta selalu kagum dan bersyukur dengan apa yang
telah diberikan oleh Sang Pencipta.
19. Jurnal 19
Judul:
PEMAKNAAN GEGAR BUDAYA PADA FILM ENGLISH VINGLISH
Objek: Film English Vinglish
Pendekatan:
pendekatan kualitatif
Analisis: tokoh utama di film English Vinglish dalam
mengatasi geger budaya berdasarkan analisis semiotika Saussure
Hasil Analisis: Semiotika Saussure menekankan kepada
pesan yang terkandung di dalam sebuah tanda. Seperti yang telah diuraikan dalam
segitiga tanda, relasi antara signifier dan signified tidak bisa dipisahkan.
Dalam studi kasus ini, penanda adalah gegar budaya dan petandanya adalah
ketidakmampuan Sashi dalam berkomunikasi berbahasa Inggris. Scene yang
menunjukkan ketidakmampuan Sashi dalam berbahasa Inggris adalah ketika ia sudah
memasuki kantor imigrasi dan ia ditanyai tentang tujuan kedatangannya ke New
York. Ia mengalami gegar budaya di dalam hal berbahasa dan ketidakmampuan itu
ditunjukkan dari pengulangan pertanyaan oleh petugas imigrasi dan petugas
imigrasi berusaha memperlambat tempo bicaranya. Gegar budaya yang dialami oleh
tokoh utama berada dalam tahap pertama gegar budaya, yaitu mengalami frustasi
dan kecemasan. Sashi cemas karena ia tidak bisa menjawab pertanyaan dari
petugas imigrasi dan ia merasa tidak bisa melakukan apa-apa di New York.
Beruntung ada temannya yang bisa membantu walaupun hanya sebentar. Tahap gegar
budaya yang dialami oleh tokoh utama tidak hanya di saat petugas menanyakan
tujuannya, namun berlanjut di tempat kopi. Masih dalam keterbatasan bahasa, ia
tidak mampu mengkomunikasikan apa yang ia inginkan dan hal ini membuat penjaga
toko kesal. Ketidakmampuan ia berkomunikasi membuat masyarakat pribumi kesal
karena menganggap Sashi tidak sopan. Tahap ini merupakan tahap dimana imigran
merasa direndahkan dan menganggap penduduk pribumi jahat kepadanya. Sashi
merasa rendah diri dan ia pun mengeluarkan emosinya dengan menangis. Tahap
gegar budaya yang selanjutnya adalah Sashi berusaha untuk membuka dirinya
belajar Bahasa Inggris untuk menghilangkan gegar budaya yang ia alami. Hal ini
ditunjukkan pada scene ia menelefon tempat kursus Bahasa Inggris. Ia berusaha
untuk mengutarakan pendapatnya walaupun ia terbata-bata dalam berbicara.
Ketidakmampuan ini bisa ia atasi walaupun ia harus menerima ejekan. Penerimaan
atas perlakuan orang-orang di sekitarnya adalah tahapan akhir dari gegar
budaya. Sashi perlahan bisa mengutarakan pendapatnya walaupun susunan
kalimatnya berantakan. Hal ini membuat ia bisa membuka diri dengan masyarakat
pribumi. Akhirnya ia bisa menjadikan dirinya dalam bagian komunitas masyarakat
pribumi. Pembelajaran bahasa merupakan hal penting untuk mengatasi gegar
budaya. Ketidakmampuan untuk membuka diri akan struktur sosial masyarakat
pribumi membuat pendatang merasa rendah diri dan merasa masyarakat pribumi
memperlakukan pendatang sebagai orang yang tidak beretika. Jembatan untuk
meredam ketegangan antar pribumi dan pendatang dengan membangun komunikasi yang
intens dimana hal ini membutuhkan kemampuan pribumi untuk mengenal bahasa
lokal. Film English Vinglish menunjukkan kepada penonton bahwa dengan kemampuan
untuk belajar bahasa membuat sang tokoh utama bisa menaklukkan gegar budaya
yang dialaminya. Hal ini dibuktikan dengan kesuksesan Sashi memberikan pidato
di hadapan banyak orang di pesta pernikahan Meera, keponakannya. Pada tahap
geger budaya, sang imigan sudah memahami apa yang dikatakan oleh orang lokal,
walaupun imigran tidak sepenuhnya bisa memahami apa yang dimaksud dalam
perkataan orang lokal. Kejadian ini sering dialami oleh Sashi yang mengharuskan
ia untuk bertanya berkali-kali kepada orang lokal ketika sedang berbicara.
Penyesuaian yang dilakukan Sashi sudah memasuki tahap keempat, yaitu ia sudah
bisa merasa nyaman dengan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh penduduk
setempat. Tahap akhir ini merupakan tahap sukses seorang pendatang di sebuah
negeri yang sudah bisa bergaul tanpa merasa cemas akan perlakuan buruk.
Kesimpulan: Gegar budaya adalah salah satu hambatan dalam
berkomunikasi lintas budaya. Penyebab gegar budaya salah satunya adalah
ketidakmampuan pendatang dalam memahami bahasa penduduk lokal. Film
English Vinglish adalah salah satu film India yang membahasa fenomena gegar
budaya tersebut. Tokoh utama
memperlihatkan gegar budayanya dengan ketidakmampuan dalam berbahasa Inggris.
Tahapan gegar budaya yang diperlihatkan di dalam film ini adalah keterbatasan
tokoh utama dalam memahami pertanyaan yang diajukan oleh petugas imigrasi
sehingga ia mengalami kesulitan untuk merespon pertanyaan tersebut. Tahapan
kedua adalah ia sudah berada di lingkungan pribumi amun ia merasa sangat rendah
diri karena penduduk pribumi menganggap dia tidak sopan. Hal ini menggambarkan
tahap kedua gegar budaya dimana pendatang merasa penduduk lokal tidak ramah
kepadanya. Tahapan selanjutnya adalah mulainya keterbukaan diri pribumi untuk
memahami bahasa yang dipakai oleh penduduk lokal. Sashi berusaha mencari tempat
kursus Bahasa Inggris dan ia mulai memahami perkataan orang-orang lokal
walaupun ia tidak mengerti sepenuhnya. Tahap akhir gegagr budaya adalah ia
sudah mulai nyaman dengan lingkungan sekitar dan mampu mengkomunikasikan apa
yang ia inginkan. Pada tahap ini ia bisa menyampaikan pidatonya dengan baik di
hadapan banyak undangan pada saat pesta pernikahan keponakannya. Pada tahap
ini, pendatang sudah menerima gaya hidup penduduk lokal dan sudah tidak ada
lagi rasa cemas dan rendah diri berada di tengah-tengah penduduk lokal.
20. Jurnal
20
Judul: ANALISIS SEMIOTIKA NILAI-NILAI MORAL AGAMA PADA
FILM TARUNG SARUNG.
Objek: nilai- nilai moral keagamaan
Pendekatan:
kualitatif
Analisis:
moral agama yang terdapat dalam film “Tarung Sarung”
Hasil Analisis:
A.
Menjauhi
Kekerasan dan Bersikap Baik terhadap Sesama
-
Signifier
(Penanda): Pada menit 3:10 dan 3:41 dimana adegan memukul terjadi di klub malam
juga pada menit 22:50 mengenai makna Tarung Sarung yang dijelaskan oleh Tenri
dan menit 32:40 yang terdapat adegan saling memukul. - Signified (Petanda):
Sesuai dengan definisi Saussure yang menjelaskan bahwa petanda merupakan aspek
mental dari bahasa: makna, pikiran, ide, konsep. Kekerasan merupakan perilaku
yang tidak terpuji. Kondisi emosi yang belum stabil pada remaja dapat
menimbulkan pertengkaran bahkan sampai kekerasan fisik yang dilakukannya, hal
ini dikarenakan perubahan hormon dan perkembangan fisik yang menjadikannya
labil secara emosi. Hal-hal yang dapat menimbulkan emosi pada remaja dapat
meningkat menjadi kekerasan pada fisik, dapat menyakiti diri sendiri, atau
bahkan bertengkar dengan orang lain, padahal Rasulullah saw mengajarkan umatnya
untuk senantiasa sabar, berbuat baik terhadap sesama, apalagi sesama muslim.
B.
Tidak
Boleh Berlebihan terhadap Sesuatu
-
Signifier
(Penanda): Sebagaimana pandangan Saussure bahwa penanda merupakan aspek material
dari Bahasa: apa yang dikatakan atau didengar, dan apa yang ditulis atau dibaca
yang memiliki makna. Dapat berupa kata, gambar, dan suara. Pada menit 4:52
terlihat kekasih Deni yang bahagia diberikan jam tangan bermerek.
-
Signified
(Petanda): Dalam hal ini berarti bentuk kemewahan yang diperankan oleh remaja,
hal tersebut menjadi representasi kepribadiannya. Sebagaimana sebelumnya telah
dibahas bahwa akhlak merupakan bentuk kesempurnaan iman dan ibadah, islam
menajrkan untuk bersikap tawadhu’ yaitu bentuk sikap rendah hati atau
merendahkan diri agar tidak sombong.
C.
Larangan Menyekutukan Allah SWT
-
Signifier
(Penanda): Adegan pada menit 10:40, menit 44:53, menit 50:50, menit 58:56,
menit 1:19:07, dan menit 1:43:42. Penanda pada adegan yang ada dimenit ini
ditunjukan pada dialog mengenai ketauhidan.
-
Signified
(Petanda): Adegan yang ditunjukan tersebut menggambarkan akhlak yang tercela,
terlebih dalam hal ini tidak percaya kepada Allah SWT.
D.
. Menghormati Kepada yang Lebih Tua
-
Signifier
(Penanda): Pada menit 25:39 dan 27:50 penandanya yaitu Deni yang memiliki
posisi sebagai anak pemilik perusahaan. - Signified (Petanda): Dalam hal ini
berarti hendaknya yang lebih muda menghormati yang lebih tua terlepas dari
apapun jabatannya dan keadaanya.
E.
Menyikapi Diri terhadap Lawan Jenis
-
Signifier
(Penanda): Pada menit 28:37 dan menit 1:11:33 bentuk penanda ditandai dengan
dialog dan gambar mengenai batasan antara laki-laki dan perempuan seharusnya.
-
Signified
(Petanda): Dalam Alquran Surat An-Nur (24): 31
F.
Larangan Berlaku Sombong atau Takabur
-
Signifier
(Penanda): Sebagaimana pandangan Saussure bahwa penanda merupakan aspek
material dari Bahasa: apa yang dikatakan atau didengar, dan apa yang ditulis
atau dibaca yang memiliki makna. Dapat berupa kata, gambar, dan suara. Pada
menit 36:48 dan 43:17 merupakan nilai dakwah mengenai sifat sombong pada
remaja.
-
Signified
(Petanda): Bentuk petanda pada menit ini yaitu tokoh Deni seolaholah merasa
dapat melakukan segalanya ketika dia mengeluarkan uang hal ini menunjukan sifat
materialistis. Hal ini terjadi pada remaja diakibatkan peran orang tua yang
terlalu memberi dan mengasihi kepada kemauan anaknya
G.
Seorang
Muslim Harus Kuat dan Bersungguh-Sungguh
-
Signifier
(Penanda): Sebagaimana pandangan Saussure bahwa penanda merupakan aspek
material dari Bahasa: apa yang dikatakan atau didengar, dan apa yang ditulis
atau dibaca yang memiliki makna. Dapat berupa kata, gambar, dan suara Signified
(Petanda): Sesuai dengan definisi Saussure yang menjelaskan bahwa petanda
merupakan aspek mental dari Bahasa: makna, pikiran, ide, konsep.
Kesimpulan: Film Tarung Sarung ini merupakan film drama
laga yang mengangkat isu budaya lokal yang sarat dengan nilai keislaman tentang
pergaulan khususnya di kalangan remaja. Pesan pada film tersebut yaitu upaya
ajakan kepada kalangan remaja untuk tidak melakukan tindakan-tindakan kekerasan
seperti tawuran antar kelompok. Pada film tersbut juga adanya pesan tentang
nilai-nilai ketauhidan dan syariah islamiyah yaitu pesan-pesan yang menguatkan
karakter remaja dalam menentukan keyakinan dan kebenaran dalam bersikap dan
berprilaku sesuai dengan tuntutan ajaran Islam yang berkembang pada budaya
masyarakat tersebut.
Komentar
Posting Komentar